Lolos Verifikasi

35 5 0
                                    

                   


Entah apa yang diperdebatkan oleh Nie Mingjue dan para tetua. Yang jelas hingga jam 9 malam belum ada tanda-tanda selesai. Meng Yao pun akhirnya tidur di paviliun tamu bersama dengan Huaisang. Bukan di kamar sih. Tapi menggelar karpet di depan smart TV. Mau maraton nonton serialnya Wang Hedi sambil nge-fanboy dulu. Meng Yao, karena kesibukan, belum tamat nonton serial yang episodenya sangat banyak itu. Sedangkan Huaisang sebenarnya sudah selesai nonton hingga tamat tapi mau rewatch. Siapa yang enggak mau liatin orang ganteng sambil ngehalu. Ngebayangin ngegantiin si female leader pelukan dan ciuman dengan Wang Hedi. Huaisang jelas mau lah.

Begitulah rencananya. Tapi realitanya, baru nonton 20 menitan, mereka berdua sudah terlelap. Judulnya bukan lagi nonton TV tapi jadi ditonton TV.

Saking nyenyaknya, keduanya tidak tahu kalau Nie Mingjue sempat masuk paviliun kemudian mengangkat Meng Yao ala putri menuju kamar yang ada di paviliun. Jangan piktor dulu. Nie Mingjue cuma ingin membaringkan Meng Yao di kasur dan menyelimutinya biar tidak masuk angin kok. Huaisang tidak diangkat tapi dibangunkan paksa dan disuruh pindah ke kamar. Nie Mingjue sudah enggak sudi ngangkat Huaisang. Setengah sadar, Huaisang berjalan ke kamar sambil menggerutu.

Meng Yao, karena kebiasaan, bangun jam 5 pagi. Sejenak terdistorsi dengan suasana kamar yang berbeda. Setelah bingung beberapa saat, Meng Yao ingat kalau dia sedang nginep di Qunghe. Dilihatnya Huaisang masih merem di sebelahnya. Lah? Kok jadi di kamar? Semalam kan rebahan di depan TV. Meng Yao yakin tidak punya kebiasaan berjalan dalam tidur. Apa iya Huaisang yang mengangkatnya? Bukannya menyepelekan, tapi kayaknya Huaisang tidak kuat mengangkat badan Meng Yao.

"Huaisang," Meng Yao menggoyangkan badan Huaisang.

"Hah? Apa?" Huaisang terjaga setelah perjuangan dari Meng Yao selama semenit.

"Bangun. Sudah pagi," Meng Yao turun dari ranjang.

Nie Huaisang meraih hape dan menyalakannya. "Baru jam 5 pagi Yao ge. Malas. Ayo bobok lagi," Huaisang menggeliat dan menarik selimut siap lanjut molor.

"Eh? Jangan merem lagi dong. Temani aku lari pagi yuk," Meng Yao biasa lari pagi sendiri. Tapi itu di sekitar tempat tinggalnya baik di Yunping maupun di Gusu. Ini kan tempat asing. Kalau lari sendiri ntar dicurigain orang pulak.

"Masih ngantuk," ujar Huaisang tidak jelas karena kepalanya di bawah selimut.

"Ayolah. Huaisang," Meng Yao mencoba menarik selimut Nie Huaisang.

"Emooooh," rengek Huaisang.

Meng Yao hanya bisa menarik nafas panjang. "Semalam kamu yang ngangkat aku ke kamar?"

Muka mengantuk Nie Huaisang muncul dari balik selimut, "Yao ge ngeledek nih? Mana kuat? Paling dage".

" Dage? Seriusan?" Meng Yao rada tidak percaya.

"Kayaknya sih iya. Orang yang ngebangunin aku itu dage. Kakiku ditendangi sampai melek terus disuruh pindah ke kamar. Nah, Yao ge udah tidur di kasur, udah selimutan. Haish! Dasar dage laknat. Calon istri diangkat, adik sendiri cuman ditendangi," gerutu Nie Huaisang.

Meng Yao sedikit tersipu mendengar kata calon istri itu keluar dari mulut Nie Huaisang. Ish. Apa to. Orang belum ada kata jadian. Waton ih. Tapi Meng Yao merasa hangat di hatinya, membuatnya tersenyum kecil.

Hampir setengah enam, saat Meng Yao memutuskan untuk lari pagi sendiri. Udah terang. Pasti tidak apa-apa kalau keluar lari. Tidak akan dikira maling kesiangan kan.

Saat Meng Yao membuka pintu, Nie Mingjue sudah di depan pintu siap mengetuk. Keduanya terkejut dan sejenak nge-freeze dalam posisi awkward.

"Ehm. Hai. Selamat pagi A-Yao," Nie Mingjue sadar terlebih dahulu.

A-Yao, sang SekretarisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang