Restu

53 5 0
                                    





Nyonya Nie tersenyum saat melihat Meng Yao berusaha menyembunyikan kegugupannya.
Tampangnya tenang, tapi jemarinya bergerak gelisah.

"Selamat siang Meng Yao. Senang bertemu. Senyummu manis sekali ya. Pantas Xiao
Mingming kepelet," ujar nyonya Nie.

"Terimakasih nyonya Nie," Meng Yao membungkuk seraya menggigit bibir, berusaha agar tawanya tidak meledak. Xiao Mingming? Itu nama panggilan dage? Terlalu imut. Enggak cocok dengan bodi beruangnya.

Nie Mingjue memasang tampang kesal mendengar sang mama memanggilnya dengan nama Xiao Mingming. Haish! Habis sudah image sangar dan macho-nya di depan Meng Yao.

Lan Xichen nyengir meledek. Membuat Nie Mingjue mendelik. Kalau sampai Lan Xichen
tertawa, akan Nie Mingjue panggil baby Huan, nama imut Lan Xichen saat kecil. Biar Nie
Mingjue tidak malu sendirian.

"Meng Yao. Bisa antar bibi ke toilet? Mau touch up nih," nyonya Nie membuat alasan agar bisa bicara berdua dengan Meng Yao.

Meng Yao sejenak bingung. Lah? Toilet laki dan perempuan kan beda? Masak mesti nunggu di depan toilet perempuan? Bisa dikira maniak mesum dong. Tapi kemudian paham kalau nyonya Nie hanya beralasan. Kemungkinan mereka enggak akan sampai toilet. Maka, Meng Yao pun meng-iya-kan.

"Loh? Ya jangan. Masak A-Yao ke toilet perempuan? Mama sendiri sana," cegah Nie Mingjue.

Nyonya Nie dan Lan Xichen sama-sama memutar mata. Si bodoh ini. Nutrisinya lari ke otot semua sih. Pantas otaknya cuma setengah giga.

"Tidak apa-apa dage. Saya tidak keberatan kok," sahut Meng Yao.

Nyonya Nie menggandeng Meng Yao. Tidak kuatir bakal jadi gosip bahwa Nyonya Nie punya brondong baru. Karena Meng Yao enggak kalah cantik. Kalau Nyonya Nie dengan Meng Yao jatuhnya malah nge-lesbi dong.

Nie Mingjue menatap kepergian mereka. Lho?? Kok ke arah pintu keluar? Katanya ke toilet. Nie Mingjue meletakkan makanannya, niatnya ingin nyusul. Tapi, Lan Xichen mencegah.

"Mau kemana?" Lan Xichen mencengkeram lengan Nie Mingjue.

"Itu. Mama salah arah," ujar Nie Mingjue.

"Bukan salah arah, pinter. Memang bibi mau ngobrol berdua dengan Meng Yao. Gitu aja
enggak paham sih," kata Lan Xichen.

"Hah?! Oh. Paham. Paham," Nie Mingjue mengangguk-angguk mengerti.

"Dage udah yakin dengan pilihan dage?" tanya Lan Xichen, basa-basi.

"Yakin dong. Kenapa?" Nie Mingjue balik bertanya.

"Para tetua bagaimana? Dage sanggup menghadapi mereka?" Lan Xichen sudah bertanya pada Wei Wuxian, yang merekomendasikan Meng Yao, soal latar belakang Meng Yao. Jadi, Lan Xichen agak ragu kalau para tetua Nie akan setuju mengingat status istimewa Meng Yao.

"Kemarin mama udah janji, kalau A-Yao lolos dari penilaian mama, pasti mama akan
membantu hingga berhasil," jawab Nie Mingjue.

"Dage sudah tahu kan siapa Meng Yao?" tamya Lan Xichen hati-hati. Ini soal sensitif. "Yang
dia adalah anak....,".

"Sudah!" potong Nie Mingjue. "Huaisang sudah cerita. Dan aku tidak mempemasalahkannya.
Itu bukan salah Meng Yao kan. Masak Meng Yao harus ikut menanggung dosa kedua
orangtuanya?".

"Dage kan juga belum lama mengenal Meng Yao. Kalau ada satu dua hal dalam diri Meng Yao yang tidak dage suka, takutnya dage akan kecewa berkepanjangan," ujar Lan Xichen.

"Itu sebabnya mama ingin kenalan dengan Meng Yao. Biar bisa ikut mengamati sifat asli-nya. Kamu tahu sendiri kan, pengamatan mama itu super tajam. Berapa kali mama menolak mereka yang mendekati Huaisang dengan segala motif tersembunyi. Dan semua terbukti benar," ucap Nie Mingjue.

Lan Xichen mengangguk setuju. Entah itu disebut indra keenam atau ketajaman yang terasah melalui pengalaman bertahun-tahun atau naluri seorang ibu, yang jelas saat ada yang mendekati Huaisang, bibi Nie selalu bisa mendeteksi kebohongan orang itu. Dan langsung dicoret dari daftar calon mantu. Skip!!

Nyonya Nie dan Meng Yao tidak muncul lagi selama satu jam kemudian, yang menyebabkan Nie Mingjue harus mencari mereka. Lan Xichen memutuskan pulang setelah memasrahkan Meng Yao pada Nie Mingjue. Biar nanti Meng Yao bareng Nie Mingjue. Terserah mau diantar ke Gusu atau diajak nginep di Qinghe. Toh hari ini Sabtu. Lan Xichen tidak harus kembali ke kantor. Mending main ke Jingshi buat ngunyel-ngunyel kelinci bareng A-Yuan.

Nie Mingjue menelpon mamanya untuk menanyakan posisi mereka. Buset! Mereka udah di salah satu kafe, lagi nge-teh syantik kata sang mama. Nie Mingjue tidak tahu kafe yang dimaksud tapi yakin kalau tempat itu merupakan tempat yang penuh dessert dan makanan manis lainnya. Selera sang mama kan sama dengan Huaisang. Dan Huaisang hobi ngetem di kafe yang menu utamanya adalah dessert.

Setelah menanyakan nama kafe itu, Nie Mingjue pun segera menyusul. Nie Mingjue harus nyetir sepelan mungkin karena kata sang mama, tempat itu pintu masuknya rada tersembunyi di suatu gang buntu. Pokoknya cari aja papan petunjuk bergambar kucing.

Nie Mingjue serasa memasuki dunia lain saat sudah melewati pintu masuk. Segala hingar
bingar lalulintas di luar sana tidak terdengar sama sekali. Ini, masih di bumi kan? Bukan
dimensi yang berbeda?

Dan satu hal yang membuat Nie Mingjue merasa salah tempat. Banyak makhluk berbulu di sini. Anjrit. Macam kerajaan anabul. Telinga pendek, telinga panjang, putih, coklat, belang,
bintik, bulu halus ataupun gondrong, ada semua. Ini kafe atau pet shop?

"Xiao Mingming! Sini!" Seruan sang mama membuat Nie Mingjue kembali berkonsentrasi.
Ternyata banyak orang juga di tempat ini. Kirain tadi Nie Mingjue sampai ke Zootopia.

Nie Mingjue tersenyum tipis melihat mama dan calon istri sedang selonjoran santai sambil masing-masing mengelus seekor kucing. Ini pasti semacam kafe kucing seperti yang sering dikunjungi Huaisang. Di Qinghe ada satu tempat seperti itu. Nie Mingjue sih tidak tahu tempatnya. Cuma dengar dari Huaisang. Hanya saja, di Qinghe cuma ada kucing, tidak sepertit tempat ini.

"Pamitnya ke toilet, malah main sama kucing," protes Nie Mingjue.

"Ya mau bagaimana lagi. Mama sih pengennya main sama cucu. Tapi mantu aja belum punya. Ya sudah. Main sama kucing," balas nyonya Nie.

"Kenapa selalu nyambung ke cucu sih. Kan intinya bukan itu ma," kata Nie Mingjue rada sebel.

"Jadi enggak mau kasih cucu ke mama? Enggak mau punya istri? Ya sudah. A-Yao, kalau
bocah ini deketin kamu, cuekin aja," nyonya Nie ngompori Meng Yao.

Nie Mingjue langsung panik. Mama ki piye to? Ambil kesimpulan sepihak gitu. Kalau A-Yao
menganggap serius omongan mama, Nie Mingjue bisa patah hati sebelum sempat jadian. Ngenes lagi. Apa Nie Mingjue harus ganti nama jadi Nie Sadboy gitu?

"Bukan gitu ma. A-Yao, jangan dengerin omongan mama. Bercandanya mama itu enggak lucu," seru Nie Mingjue.

Meng Yao meringis kikuk. Duh. Jangan libatkan aku dalam pertengkaran kalian. Aku masih orang luar, ucap batin Meng Yao.

Nyonya Nie nampak bahagia melihat tampang panik Nie Mingjue. Menggoda Xiao Mingming itu selalu seru, muehehehe, batin nyonya Nie.

"Pada mau pulang enggak nih?" tanya Nie Mingjue saat melihat mereka masih asik menimang kucing, sekalian mengalihkan perhatian dari pembicaraan tentang cucu.

"Pulang lah. A-Yao, kamu ikut ke Qinghe aja ya. Sekarang tidak harus balik kantor kan? Biar besok siang diantar ke Gusu. Nanti biar bibi yang omong sama Xichen," nyonya Nie menawarkan.

"Ah. Iya. Kata Xichen kamu bareng kami aja. Si kunyuk itu sudah balik dari tadi. Udah di-WA
kan?" tanya Nie Mingjue.

"Tuan Lan hanya kirim pesan mau pulang duluan dan saya tidak usah kembali ke kantor, itu saja," jawab Meng Yao. Tadi sih Meng Yao berencana untuk balik Gusu naik kereta saja.
Kebetulan ditinggal begitu, jadi dia bisa mampir ke bookfair yang lagi diselenggarakan di dekat stasiun Caiyi untuk berburu buku murah.

"Ya sudah. Kalau begitu, kamu ikut kami, nginep di Bu Jing Shi. Ntar kamu sekamar dengan adik Xiao Mingming. Baju gantinya sekalian pinjam punya Xiao Sang. Badan kalian hampir sama kok. Pasti muat," kata nyonya Nie.

"Tidak usah, bi," Meng Yao mencoba menolak.

"Eit!"potong Nie, "tidak boleh menolak. Pokoknya harus ikut. Ayo!" Dengan tegas, nyonya Nie menarik tangan Meng Yao.

Nie Mingjue nyengir lebar. Gelagatnya, mama sudah kasih restu ini. Cita-cita nikah bisa
tercapai dong. Enggak sia-sia tadi nyolong kembang dari jas-nya Wen Cao tadi.-mitosnya, kalau nyolong kembang yang dipakai pengantin, bisa segera ketularan nikah. Percaya nggak percaya sih. Kalau saya jelas enggak percaya. Karena tidak pernah melihat buktinya-

Nyonya Nie memutar mata melihat cengiran bodoh Nie Mingjue. Nyonya Nie sih seneng
punya mantu seperti Meng Yao, tapi disisi lain juga kasian Meng Yao-nya karena bakal dapat
suami modelan Xiao Mingming yang rada bego begitu. Kesannya kok mirip putri kipas dan siluman kerbau.













Hai. Saya upload dobel sekalian.
Selamat menikmati.
Terimakasih untuk yang membaca hingga chapter ini.
Sampai bertemu chapter depan.

A-Yao, sang SekretarisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang