Bertemu Mama Nie

44 5 1
                                    



Sudah beberapa minggu ini, Nie Mingjue rajin mendekati Meng Yao meski hanya sekedar WAnan atau telpon. Nie Mingjue juga pengen ketemu sih. Nge-date tipis-tipis. Tapi apa daya.
Mereka berdua sama-sama sibuk. Dan alasan utamanya sih, jarak Qinghe dan Gusu itu jauh
bos. Nie Mingjue harus meluangkan waktu jika ingin ke Gusu.

Mama juga udah pesan, agar sekali waktu dipertemukan dengan Meng Yao. Sang mama ingin menilai sendiri, seperti apa Meng Yao itu. Tentu saja tidak bertemu di Bu Jing Shi ataupun apartemen beliau. Kan belum bisa dikenalin sebagai calon istri. Mau kasih alasan apa coba, biar dapat mengajak Meng Yao ke Bu Jing Shi?

Kesempatan itu datang saat Lan Xichen dan Nie Mingjue sama-sama diundang ke pesta
pernikahan Wen Cao, putra kedua keluarga utama Wen di Bu Ye Tian.

Saat undangan merah mencolok itu datang, Nie Mingjue langsung menggerutu. Dasar
keluarga angkuh yang hobi hedon. Bukan pernikahan pertama saja dibuatkan pesta besarbesaran begini. Si Wen muda kedua itu kan sudah punya dua istri. Yang ini pernikahan ketiga. Bikin jomblowan dan jomblowati mengiri saja.

Nie Huaisang menolak datang. Huaisang dulu pernah dipepet si nggragas Wen Cao. Mana
model pdkt-nya agresif tapi norak. Wen Cao suka flexing harta pada Huaisang. Dikira Nie
Huaisang bakal kepelet kalau Wen Cao datang memakai aneka branded item ataupun
mengendarai rubicon. Puih! Semahal apapun itu, kalau Wen Cao yang pakai jatuhnya norak.

Nie Huaisang bukannya tertarik malah ilfeel.
Karena tidak ingin datang sendiri, biar tidak kelihatan jomblo ngenes, Nie Mingjue pun
menggandeng sang mama. Tadinya ingin mengajak Lan Xichen datang bareng. Tapi ternyata, Lan Xichen mengajak Meng Yao. Ya sudah kan. Sekalian kesempatan memperkenalkan Meng Yao pada mama.

"Ampun deh! Kamu belum mandi?" seru nyonya Nie saat melihat Nie Mingjue masih pakai singlet dan kolor. Sepertinya baru selesai olahraga karena handuk kecil masih melingkar di leher Nie Mingjue. Padahal, nyonya Nie sudah dandan syantik dari jam 8. Nunggu dijemput kok Nie Mingjue enggak datang juga. Terpaksa, Nyonya Nie datang ke Bu Jing Shi.

"Baru jam 9 lebih, ma. Undangannya kan jam 11," sahut Nie Mingjue santai, sambil main hape. Kayaknya lagi WA-nan.

"Lalu kamu pikir, dari sini sampai Bu Ye Tian itu cuman sedetik, hah? Enggak perlu naik mobil hampir sejam? Belum lagi kalau macet di tengah kota Qishan. Dikira pakai pintu doraemon yang langsung sampai?" omel Nyonya Nie kesal.  Qishan itu lebih gede dan lebih padat dari Qinghe. Weekend begini, orang-orang pada pergi keluar rumah semua. Apalagi dekat Bu Ye Tian, ada satu jalan yang penuh dengan toko dan tempat makan. Beuh! Jangan dibayangkan betapa ramainya deh. Berjubel!

"Buruan mandi. Udah tua juga masih harus disuruh mandi," kata nyonya Nie. Balik jaman bocil deh. Kalau mandi mesti pada dikejar pakai kemoceng. "Jangan lupa cukuran yang rapi. Jangan kayak om-om gitu".

"Iyaaaa," ujar Nie Mingjue. Huh. Kalau tidak demi ketemu hunny bunny Yao baby, Nie Mingjue tidak akan sudi pakai baju rapi. Pakai polo shirt aja cukup. Dikira asisten mama juga tidak masalah.

Nyonya Nie tambah jengkel saat melihat Huaisang masih pakai piyama dan rebahan di depan tv. Kelihatan belum cuci muka juga. Masih rembes. Tapi udah ngunyah cookies. Anak ini yak! Udah gede tapi masih serampangan banget hidupnya. Kayaknya, memang Xiao Mingming harus segera punya istri. Biar dua jejaka di rumah ini ada yang memperhatikan. -rembes: kondisi macam tampang kucing yang belum mandi. Baca huruf e nya seperti pada kata nenek-

"Ni lagi anak prawan. Belum mandi, belum gosok gigi, udah ngemil. Mandi! Jorok banget sih!" nyonya Nie lanjut konser.

"Mageeerrr," sahut Nie Huaisang malas seraya menggeliat. Hari libur ya waktunya nyantai.
Mandi? Apa itu? Nie Huaisang masih tetap keren kok walau tanpa mandi.

Plak! Nyonya Nie memukul pantat Huaisang sekuatnya. Posisi tidur Huaisang memang agak miring, pantatnya jadi terlihat menggoda untuk ditendang.

"Maaaa!" rengek Nie Huaisang seraya mengelus pantatnya. Buset! Mama rajin angkat barbel ya, kok tenaga pukulannya masih maksimal. Pedes nih.

"Perlu mama sabet? Mandi!" seruan cetar legendaris nyoya Nie pun keluar. Sambil cemberut, Nie Huaisang pun terpaksa menurut. Mama kalau ngancam pasti
dilaksanakan. Mending mandi deh daripada disabet pakai spatula.

Mereka berangkat segera setelah Nie Mingjue selesai bersiap. Nie Huaisang benar-benar
tidak mau ikut meski dibujuk oleh sang mama. Pokoknya Huaisang enggak sudi ketemu Wennorak-Cao itu. Bikin iritasi mata.

Perjalanan, sesuai dugaan nyonya Nie, beneran kena macet di tengah kota Qishan. Jadi mereka sampai di Bu Ye Tian hampir jam 11. Masih mending tidak telat. Karena Nie Mingjue bisa baca peta, jadi Nie Mingjue berani menggunakan gps untuk mencari jalur alternatif. Coba Nie Huaisang yang buta peta itu. Mobil mereka bakal tetap lewat jalan utama yang padat merayap. Nie Huaisang disuruh nyari jalan lewat gps? Bukannya sampai Bu Ye Tian malah keluar kota jadinya. -itu adalah sayaaa. Pernah ke suatu tempat, jalan utama sedang ditutup, lewat jalur lain yang kira-kira arahnya benar, tapi malah muter dan kembali ke jalan yang ditutup tadi-

Nie Mingjue celingukan mencari tempat parkir. Sudah penuh begini parkir dimana nih? Ya kali mesti parkir rada jauh terus jalan kaki masuk lokasi. Kasian kakinya mama yang pakai heels 10 cm lah. Setelah mencari beberapa saat, akhirnya ada juga tempat kosong. Tapi kok?

Kampret! Kiri ada tesla, kanan ada bentley. Wuling Nie Mingjue jadi terlihat macam brankas besi beroda. Huh! Orang-orang ini sama saja. Demen banget pamer. Dengan hati-hati, Nie Mingjue memarkir kereta perangnya. Jangan sampai menggores salah
satu mobil itu. Nie Mingjue enggak mau tombok.

Mereka pun segera menuju aula pesta. Setelah menunjukkan undangan pada penerima tamu dan memasukkan amplop merah, mereka pun masuk. Weh. Kirain bakal kayak biasa. Para tamu duduk mengelilingi meja yang sudah ditandai menurut nama undangan. Ternyata, pestanya memakai konsep standing party. Pantas, tidak ada petugas yang mengarahkan mereka ke tempat duduk.

Setelah memberi ucapan selamat pada kedua pengantin, Nie Mingjue langsung menyerbu
makanan. Harus dimanfaatkan dong. Kan udah kasih angpao. Anggap aja jajan di all you can eat. Nyonya Nie hanya bisa menggelengkan kepala melihat kelakuan Nie Mingjue. Jelas saja, kenapa banyak cewek atau shou pada kabur saat didekati Xiao Mingming. Lihat saja tingkahnya. Malu-maluin gitu.

Nie Mingjue lagi asik nyantap potongan daging di sop iga-nya saat bahunya ditepuk
seseorang. Nie Mingjue menoleh dengan potongan daging masih di mulutnya plus tulang iga yang mencuat dari sudut mulut.

Bruubb! Nie Mingjue nyaris menembakkan peluru tulang ke muka Lan Xichen. Tapi bisa
ditahan. Dan diludahin ke piring kosong.

"Iyuh!" Lan Xichen mengernyit. Lan Xichen tahu sih kala Nie Mingjue itu orangnya sangat cuek dan masa bodoh. Tapi kan dia sekarang adalah kepala keluarga Nie. Jaim dikit enggak ada salahnya kan?

Nie Mingjue mengusap mulutnya dengan tisu. Asem! Hampir saja terlihat super konyol di
depan sang pujaan hati. Meng Yao ada di depannya cuy. Semoga saja enggak lihat
tampangku yang lagi menggerogoti iga, batin Nie Mingjue.

"Hei, A-Yao," Nie Mingjue menyapa Meng Yao. Tidak mempedulikan Lan Xichen.

"Aku enggak disapa?" Lan Xichen memasang tampang sakit hati.

Nie Mingjue melirik. "Situ siapa? Penting?"

Lan Xichen ingin ngedrama sebagai kekakih yang tidak dianggap, tapi ingat kalau dia lagi di acara keluarga Wen. Enggak boleh malu-maluin nama keluarga Lan dong. Coba lagi di Bu Jing Shi. Pasti Lan Xichen langsung mewek lebay. Jadi, Lan Xichen hanya bisa mencibir melihat Nie Mingjue langsung ngobrol seru dengan Meng Yao. Terpaksa, Lan Xichen jadi nyamuk di dekat mereka.

Grep! Sepasang tangan putih mulus berkuku indah memeluk lengan Nie Mingjue. Diikuti
wajah cantik yang langsung bersandar di lengan kekar itu. Nie Mingjue dan Meng Yao samasama terkejut. Lan Xichen menahan tawa. Asik! Nonton drama nih.

"Aku kok ditinggalin sih sayang," sebelum Nie Mingjue sempat bicara, pemilik tangan sudah
bersuara terlebih dahulu.

"Apaan sih ma. Lepasin. Jangan buat orang lain salah paham," desis Nie Mingjue seraya
memperhatikan ekspresi Meng Yao. Senyum Meng Yao jadi agak kaku.

"Selamat siang nyonya Nie," sapa Lan Xichen. Sengaja dong menyapa dengan sebutan nyonya Nie biar dage makin gugup. Biasanya sih manggil bibi Nie. Pembalasan karena dicuekin tadi.

"Selamat siang tuan Lan. Datang bersama calon istri?" Mama Nie juga sengaja mancing.

"Ingin sih. Tapi sayang belum pernah bertemu," Lan Xichen ingin mengakui Meng Yao sebagai calon istri biar Nie Mingjue umeb, tapi kok banyak kuping yang mendengar. Jangan sampai besok namanya dimuat di tabloid gosip ya. Lan Xichen malas menghadapi para wartawan.- umeb= mendidih-

"Lalu si cantik ini siapa?" Nyonya Nie menunjuk Meng Yao,"kukira calonmu. Karena seleramu kan yang mungil menggemaskan seperti ini".

"Errr. Ma. Kenalin. Ini Meng Yao. A-Yao, perkenalkan ini mamaku," Nie Mingjue buru-buru memotong pembicaraan sang mama dengan Lan Xichen sebelum melantur kemana-mana.

"Selamat siang nyonya Nie. Senang bertemu anda," Meng Yao membungkuk sopan sembari berusaha mempertahankan ketenangan. Padahal jantung Meng Yao rasanya koprol jempalitan tidak karuan. Duuuh. Grogi nih.











Haloooo.
Saya datang dengan chapter baru. Entah kenapa rasanya akhir-akhir ini saya enggak ada ide menulis kalimat. Jadi, maaf untuk kalian yang masih mau meluangkan waktu untuk membaca, kalau kisahnya terasa aneh karena kalimatnya janggal. Ide lain pun. Rasanya susah sekali merangkai kata hingga enak dibaca.
Terimakasih semua. Semoga kalian tetap bisa menikmati cerita ini. Dan sampai bertemu chapter selanjutnya.

A-Yao, sang SekretarisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang