Otewe Gusu

44 4 0
                                    

                      




Meng Yao tidak kepo sama sekali mengenai hasil pertemuan antara Nie Mingjue dengan para tetua. Bukan urusannya kan? Tapi, mama Nie yang pengen segera punya cucu, menarik Meng Yao untuk bicara sesaat setelah sarapan, sebelum Meng Yao diantar ke Gusu.

Mereka berbicara di gazebo belakang. Nie Mingjue tidak boleh mendekat, apalagi Huaisang. Kata mama Nie, ini khusus pembicaraan antara mertua dan menantu.

Nie Mingjue sih tidak keberatan kalau itu sang mama. Wong pastinya mama akan mencoba meyakinkan Meng Yao agar bersedia mencoba lebih dekat dengan Nie Mingjue. Lain halnya kalau itu Huaisang. Bukannya berhasil diyakinkan, malah Meng Yao pasti akan ketakutan dan kabur karena perkataan Huaisang. Adiknya kan memang sejenis adik kampret yang paling bahagia kalau melihat Nie Mingjue sengsara.

Nie Mingjue sedang memanaskan mobilnya yang akan dipakai untuk mengantar Meng Yao, saat mereka selesai bicara. Meng Yao langsung pamitan pada mama Nie dan Huaisang. Tidak ada barang yang harus dibawa. Kan kemarin dari tempat pesta. Orang pakaian Meng Yao yang sekarang saja pinjam punya Huaisang. Baju kemarin disuruh ditinggal saja karena kotor.

Nie Mingjue tersenyum kecil melihat Meng Yao makin imut memakai pakaian kasual gitu. Beberapa kali bertemu kan selalu pakai baju untuk ngantor. Kemarin ke pesta saja hanya pakai hem putih biasa dan setelan warna navy. Sama saja kalau lagi kerja.

Sekarang lihat. Didandani Huaisang jadi nampak lain kan. Apalagi Huaisang mengaplikasikan make up tipis-tipis biar nampak segar. Beuh. Jantung moengil Nie Mingjue langsung berdetak lebih kencang seperti genderang mau perang, eaaa.

Diiringi senyum penuh arti dari mama Nie, dan cengiran meledek dari Huaisang, mereka pun berangkat. Nie Mingjue mencoba berkonsentrasi sepenuhnya pada kemudi dan jalanan. Namun, aroma lembut parfum Meng Yao nyaris membuyarkan pikirannya. A-Yao pake parfum siapa ya? Mirip punya Huaisang tapi kok lebih enak. Lebih nyaman di hidung. Kalau Huaisang yang pakai itu jadi mirip aroma kemenyan. Nyegrak di hidung. Duh. Kok mendadak tenggorokan jadi kering ya? Apa nyium aroma parfum bisa bikin panas dalam? Nie Mingjue bermonolog dalam hatinya sambil sesekali melirik Meng Yao yang duduk anteng di sebelah. -nyegrak = menyengat-

"Tampang saya kelihatan aneh ya dage," tanya Meng Yao setelah berkali-kali dilirik Nie Mingjue.

"Eh? Enggak tuh. Kenapa memangnya?" Nie Mingjue saja terpesona kok. Aneh darimana.

"Habisnya, dari tadi dage ngelirik terus. Saya kan jadi semakin tidak pede. Tadi saya sudah tidak mau lho, waktu di make up. Tapi Huaisang maksa. Mana didukung nyonya Nie lagi. Belum bajunya. Ini terlalu kekanak-kanakan tidak sih?" Meng Yao mengamati pakaiannya. Skinny jeans hitam, t-shirt putih, lalu dilapis sweater babyterry warna biru bergambar logo boyband (lagi-lagi, Huaisang dan hobi nge-fanboy-nya). T-shirtnya lebih panjang dari sweater jadi tercipta layer.

"Lah. Cantik kok. Tidak aneh sama sekali. Cocok banget. Serius. Daripada style kaku macam setelan kantoran begitu, lebih bagus yang begini. Kelihatan kayak ABG," Nie Mingjue memuji.

"Saya kan sudah bukan remaja lagi. Rasanya aneh memakai skinny jeans begini. Seperti tidak pakai celana," ucap Meng Yao. Untung lobaknya tidak berukuran wow, jadi tidak kelihatan tronjal-tronjol,

Otak Nie Mingjue langsung berkelana liar mendengar kata tidak pakai celana. Mau lihat juga dong kaki Meng Yao versi tidak pakai celana itu tadi. Pasti mulus banget tanpa bulu tuh. Nyaman dielus. Lembut dan halus. Nie Mingjue merasa tenggorokannya semakin kering. Weh! Mikir gitu saja sudah bikin dehidrasi.

Dengan gugup, Nie Mingjue meraih botol minum di sampingnya. Mencoba membukanya sambil nyetir. Karena grogi, Nie Mingjue salah memutar. Alhasil, botol itu bukannya terbuka malah makin erat.

"Dage mau minum? Sini, kubantu," Meng Yao meraih botol minum dan membukanya, lalu mengembalikannya pada Nie Mingjue.

"Ehm. Terimakasih, A-Yao," Nie Mingjue menenggak air putih dingin hingga setengah. Tapi masih terasa sangat kering, jadi langsung dihabiskan saja air sebotol ukuran 500ml itu. Kok sama saja?

Mereka sudah hampir sampai Caiyi setelah sekitar dua jam berkendara. Tinggal sejam lagi untuk sampai Gusu. Sebenarnya bisa lebih singkat asal Nie Mingjue mau lewat tol dan menaikkan kecepatan kendaraannya. Nie Mingjue kan milih lewat rute normal dengan kecepatan di bawah normal alias lambat banget. Makanya, Nie Mingjue sengaja membawa mobil tuanya yang kalau diajak ngebut dikit bisa ngambek. Semakin lama nyampai Gusu semakin bagus, eheeee. -betewe, mobil tua itu kuat nanjak tidak? Ingat, Gusu itu pegunungan-

"Dage, saya turun di dekat stasiun saja," Meng Yao masih ingat kalau ingin mampir ke book fair dekat stasiun Caiyi.

"Ya jangan. Aku kan janji ngantar sampai tempat tinggalmu. Kenapa? Ada janji dengan seseorang ya di stasiun Caiyi?" selidik Nie Mingjue. Ketemu sama siapa nih? Temannya? Atau malah rivalku?

"Bukan seperti itu. Dekat stasiun Caiyi sedang ada book fair. Saya mau mampir. Mau berburu buku. Siapa tahu dapat harta karun," ujar Meng Yao.

'Book fair? Ya sudah kuantar. Di sebelah mana lokasinya?" tanya Nie Mingjue.

"Eh? Saya kalau di book fair betah lho. Bisa sampai sore. Dage nanti kemalaman di jalan," kata Meng Yao. Bukan sok jual mahal. Tapi besok itu Senin. Harus masuk kerja kan. Biarpun perusahaan sendiri juga tidak bisa seenaknya kan.

"Halah. Santai. Kalau kemalaman ya nginep saja di kamarmu eh, ehm, anu, maksudnya di Hanshi," Nie Mingjue nyengir kikuk saat kesleo lidah. Dia sih maunya nginep di kamar Meng Yao.

"Memangnya besok dage tidak kerja?" tanya Meng Yao.

"Biar di-handle Huaisang lah. Biar bocah itu berguna sedikit. Tidak hanya makan, tidur, dan ngising," celetuk Nie Mingjue yang kadang kesal dengan adiknya yang pengangguran elit itu. Apaan. Tidak mau ikut ngurus usaha keluarga, ngebolang terus dengan alasan nge-vlog. Heleh. Kayak banyak aja followersnya. Memang kadang ada endorsement masuk sih. Tapi ya itu. Barang-barang aneh macam obat pelangsing, peninggi badan bahkan lingerie.

Karena tekad bulat Nie Mingjue, Meng Yao pun mengalah. Alhasil, mereka berdua jalan-jalan di book fair. Melihat Meng Yao yang serius dan lempeng begitu, Nie Mingjue mengira buku-buku yang dicari Meng Yao pasti tidak jauh dari buku motivasi ataupun buku pengembangan diri. Jadi Nie Mingjue terheran saat melihat Meng Yao mengaduk-aduk obralan novel dan komik. Weh. Kirain ketularan Xichen, yang bacaannya sastra klasik ataupun buku filsafat, batin Nie Mingjue.

Mereka berputar-putar di seluruh stand yang ada. Nie Mingjue baru menyadari kalau mereka benar-benar berburu. Mendatangi setiap stand dan memeriksa satu per satu rak obralan yang kadang hanya asal ditumpuk. Itu pun yang diinginkan Meng Yao tidak semua diperoleh. Jam 7 malam mereka baru keluar dari area book fair.

"Makan dulu ya, sebelum kuantar ke asrama. Sudah malam ini. Eits. Dilarang bilang tidak. Ayo," tangan kiri Nie Mingjue meraih tangan Meng Yao dan menggegamnya. Tangan kanan Nie Mingjue membawakan seluruh belanjaan Meng Yao.

Mereka bergandengan tangan menuju tempat parkir. Meng Yao menatap tangannya yang berada dalam genggaman tangan Nie Mingjue. Tangan itu kasar telapaknya. Tipe tangan pekerja. Tapi rasanya hangat dan lembut. Memberi rasa aman dan nyaman di hati Meng Yao. Seolah, kalau dia berada dalam genggaman tangan kuat itu, semua akan baik-baik saja.










Hai semua. Terimakasih sudah membaca hingga chapter ini.

Ada yang mulai baper. Uhukk!
Mau juga dong gandengan dengan kanda Xichen fufufu.

Baiklah. Sampai bertemu chapter selanjutnya.

A-Yao, sang SekretarisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang