Chapter 11 : Mahari Yusa

1.4K 109 9
                                    

 Sudah sekian lama aku di dalam game ini hanya untuk merebut kembali kehidupan normalku. Banyak hal sudah terjadi dan aku menikmati segalanya. Karena ada satu orang yang dapat mengerti dan peduli pada diriku. Aku tidak mengerti di game yang hanya untuk saling membunuh, aku menemukan seseorang yang membuatku mengerti akan diriku sendiri. Bahkan membuatku meluapkan isi hatiku. Dalam hatiku, aku sedikit bersyukur bisa datang ke dalam game ini karena memberiku kesempatan untuk mengenalnya lebih jauh.

          Aku hanya membaca dan berteduh di bawah pohon besar untuk menghindari sinar matahari yang akan membakar kulitku. Aku membaca dengan dengan cermat sehingga tidak ada kata yang tertinggal. Membalik setiap halaman terasa sangat mudah tapi isi sulit untuk dicerna. Ini sudah cukup umum terjadi dikalangan pelajar ataupun orang dewasa. Banyak dari mereka yang tidak mengerti apa isi dari buku tersebut. Apalagi buku berisi rumus-rumus yang membuat kepala seakan ingin meledak.

          "Membaca? Kau dapat buku itu dari mana?" Kano muncul dari balik pohon.

          "Dari dalam tasku. Buku ini terbawa ketika aku menuju game ini. Bukankah tasmu juga terbawa?"

          "Ahhh... tasku hanya berisi rokok. Jika kau mau bisa ambil di kamarku."

Badannya penuh dengan lumpur dan banyak dedaunan yang menempel pada rambut hitamnya. Setelah wilayah batas kami terbuka, Kano sering main ke dalam hutan dan bermain dengan babi hutan. Dia juga biasanya membawa ular ke dalam rumah dan menyuruhku untuk memasaknya, tapi aku tidak mau. Dia sering membawa hewan aneh ke dalam rumah. Dari semua heawan yang ia bawa pulang untuk dijadikan bahan menu kami hanya, ayam liar saja yanh menurutku masih normal. Kano biada yang menyembelih ayam tersebut. Aku hanya menjadi penonton saja.

          "Aku tidak pernah merokok. Kau suka merokok?"

          "Tidak. Jika benar-benar frustasi saja."

          Aku sering memergokinya di belakang rumah menghisap beberapa tapi tidak sering. Dia tidak pernah melakukannya di dalam rumah. Mungkin dia berpikir aku akan terganggu karena kehidupanku selalu memikirkan tentang kesehatan.

"Terpenting jangan bermain dengan babi-babi itu. Bisa saja mereka akan menyerangmu. Ingat kau baru saja sembuh."

          "Iya..." dia duduk disebelahku. "Yusa, apa aku menerima tawaran Joshi untuk berkunjung ke rumahnya? Dia mengundangku. Lagi pula dia tinggal sendiri."

          "Kenapa meminta pendapatku. Pikirkan saja apa yang terbaik."

          Kano sangat perhatian pada Joshi. Ketika kami mendapat sebuah konsol untuk mengirim pesan sebagi hadiah dari keberhasilan kami menuntaskan level 8, Kano dan Joshi sering sekali melakukan chat. Bahkan hingga tengah malam. Walaupun hanya membicarakan hal sederhana, aku sedikit merasakan hal aneh pada diriku. Kesepian karena Kano hanya sibuk pada konsol dan babi hutan.

          Aku menyuruhnya untuk mandi karena dia sangat kotor dan mengganggu. Dia hanya berdecak dan menuruti perkataanku. Aku hanya memasang wajah tidak peduli dengan ekspresinya itu. Tapi ada sedikit lengkungan pada bibirku.

          Aku melanjutkan membaca buku yang kupegang. Ini kenangan terakhir yang diberikan ayahku. Sudah 6 tahun lamanya aku harus dipisahkan oleh maut. Foto yang selalu aku selipkan di salah satu halaman, mengingatkanku kembali wajahnya yang selalu membalaku ketika aku harus bertengkar dengan Oka-san. Tangan besarnya selalu menghadang tangan halus Oka-san ketika ingin mendaratkan pada pipiku. Semenjak tangannya sudah tidak bisa melindungiku, ini kempatan bagus Oka-san untuk menyiksaku. Sebuah pisau buah di arahkan padaku karena aku tidak menurutinya, membuat luka di sekitar area leherku sehingga aku harus dilarikan ke rumah sakit. Ketika sudah waktunya pulang, aku tidak mau kembali pada Oka-san. Aku lari dari rumah dan diasuh oleh keluaga Takegawa.

Life GameTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang