8. Serumah

202 45 2
                                    

Dita mulai melepas aksesories dan lapisan gaun pengantinnya satu persatu, gaun yang sepanjang hari sukses membuat dia gerah dan kepanasan.

Seokjin memandang lekat Dita yang sedang berganti pakaian. Sorot matanya tajam. Dia tak merasakan apapun atau belum merasakan apapun, namun dia enggan berpaling dari gambaran sosok Dita di depannya yang sedang sibuk dengan gaun pengantinnya.

Dita merasakan tatapan Seokjin, tatapan yang dia tahu berbeda dengan tatapan yang lalu saat mereka masih berstatus Direktur dan asisten pribadi. Dita melirik Seokjin dari ujung matanya. "Seokjin ssi...apakah kau bisa membantuku melepas resleting gaun pengantin ini, tanganku tidak sampai."

"Seokjin ssi?????" Seokjin mengangkat alisnya satu.

"Wae..  " Dita menoleh, menghadap ke arah seokjin dan menatapnya bingung.

"Kita sudah menikah....kalau kau masih memanggilku dengan sebutan itu, orang orang akan curiga dan merasa aneh. Apa kau ingin orang orang menggunjingkan pernikahan kita" Seokjin menatap lekat Dita.

Jawaban Seokjin memang benar, namun Dita merasa sedikit kecewa mendengarnya. Dia menginginkan jawaban lain, jawaban mesra. "Ahhh....jawaban apa yang sebenarnya aku inginkan? Sepertinya aku terlalu berharap dia bersikap mesra dan merayu ku dengan kata kata manis."

"Aku harus memanggilmu apa?" Ucap Dita dengan mimik wajah menggoda

"Jin oppa...itu lebih bagus dan enak didengar." Ucap Seokjin datar

Dita tersenyum simpul dan mendekat ke arah Seokjin kemudian membelakanginya dan menyibak rambutnya, menunjukkan punggung mulusnya. "Jin oppa...bisakah kau membantuku." Tak bermaksud menggoda, karena wajah datar yang terus terpampang di wajah Seokjin, Dita merasa tidak ada ancaman yang berarti.

Seokjin memandang bahu telanjang Dita intens, jantungnya berdesir. Tidak biasanya dia seperti ini. Sudah banyak dia melihat tubuh seksi wanita wanita yang dijodohkan dengannya, wanita wanita yang sengaja menarik perhatiannya, mendekat, merayu, dan mencoba peruntungan, berharap Seokjin tergoda dan jatuh cinta, namun tak ada satupun yang bisa menggerakkan hatinya dan membuat hatinya berdebar.  "Aneh...kenapa jantungku berdebar...ada apa...."

Tak ingin membuang waktu dan segera menyudahi suasana tidak nyaman yang membuat jantungnya berdesir, Seokjin menarik nafas perlahan kemudian berdiri mendekat ke Dita. Tangannya menyentuh gaun pengantin dengan hati hati kemudian setelah menemukan ujung risleting, Seokjin menarik risleting gaun pengantin Dita pelan. Tak butuh waktu lama gaun itu sukses melorot dan tergeletak di lantai, menampakkan tubuh Dita yang polos, topless tanpa bra, dan hanya memakai celana dalam putih berenda. Dan itu sukses membuat mata Seokjin terbelalak. Secepat kilat Seokjin memalingkan wajahnya, sadar wajahnya mulai memanas, dan telinganya memerah karena malu. "Sial...dia tidak memakai bra..apakah dia sengaja?."

"Aku mandi duluan..." tanpa rasa bersalah dengan santai Dita melangkah menuju kamar mandi.

Sesampainya di kamar mandi, Dita menghela nafas, menutup wajahnya yang memerah dan memegang dadanya, merasakan jantungnya yang berdetak cepat karena rasa canggung dan malu. "Adegan apa tadi...sungguh memalukan..belum satu hari aku sudah bugil di depan suami."

Sedangkan Seokjin, keadaanya tak berbeda jauh dengan Dita. Rasa canggung menyelimutinya.

"Oppa...mandilah." seru Dita yang keluar kamar mandi dengan memakai bathrobe dan rambut yang tergelung handuk kecil. Seruan itu sukses membangunkan kesadaran Seokjin yang sedang melamun.

"Mmmm..baiklah..." jawab Seokjjn dengan mata yang melirik ke arah Dita. Memperhatikan Dita yang melepas gelungan handuknya, air yang menetes dari rambut basahnya, jatuh ke bahunya sedikit terbuka.

"Aku akan siapkan baju mu..." Dita membuka lemari dan mencari piyama tidur Seokjin. Tanpa Dita sadari tubuh dan otaknya terbiasa dengan kegiatan menyiapkan baju Seokjin.

"Nee...gomawo..." Seokjin melangkah masuk ke kamar mandi, mandi dibawah derasnya guyuran air shower dengan pemikiran yang terus melintas di otaknya. "Kami sudah terlalu terbiasa....sikapnya tidak punya arti apapun...jangan salah tanggap"

Seokjin keluar kamar mandi dengan wajah datar, mencoba bersikap biasa saja. Dia melihat Dita yang sudah siap tidur dengan selimut yang menutupi tubuhnya hingga ke dada.

"Oppa...mau tidur dimana?" Tanya Dita dengan wajah yang sedikit mengantuk.

"Kau tidurlah lebih dulu. Aku bisa tidur dimana saja."

"Ah...ya......selamat malam" Dita kemudian menutup matanya, namun pikirannya melayang, mengingat akan kesepakatan yang mereka buat sebelum menikah. Mereka akan tinggal satu rumah dan tidur dalam satu kamar. Hal itu untuk menghilangkan kecurigaan keluarga besar dan menunjukkan bahwa pernikahan mereka berjalan lancar. "Apa itu kesepakatan yang tepat" . Pemikiran itu terus timbul tenggelam dan tanpa sadar membuat Dita akhirnya tertidur lelap.

*****

Seokjin bangun dengan pikiran yang kalut. Semalaman dia tidak bisa tidur karena kejadian yang tak terduga. Kebiasaan tidur Dita berhasil menarik perhatiannya. Pemandangan piyama tidur yang tersingkap ke atas menampilkan perut rata Dita dan sesekali terlihat gundukan lemak yang tak memakai bra, celana yang sedikit melorot berhasil memunculkan celana dalam tipis berenda. Belum lagi gerakan tangan Dita yang sesekali mengelus perut dan pantatnya sendiri, geliatan geliatan halusnya mampu membuat mata Seokjin tak bisa berpaling, tidak ingin melewatkan pemandangan indah di depan matanya.  "Dia istriku...aku tak perlu menahan diri karena aku berhak melihatnya sampai puas"

"Oppa....sarapan sudah siap." Dita masuk ke dalam kamar dan memandang Seokjin yang masih bergekung dengan selimutnya, enggan untuk bangun. "Apa kau baik baik saja?"

Seokjin menoleh dan memandang Dita lekat, cukup terkejut dengan tampilannya pagi ini. Dita memakai baju terusan pendek di atas paha dan bertali tipis, rambut dicepol ke atas, bahu dan paha mulus terpampang nyata, betul betul seksi.

"Oppa...." Dita memperhatikan Seokjin yang seperti orang melamun.

Seokjin mengedipkan matanya berkali kali mencoba menghilanglan gambaran sosok istrinya yang seksi "Aku akan menyusul....." segera Seokjin turun dari ranjang dan masuk ke kamar mandi untuk cuci muka.

Tak berapa lama Seokjin turun dan duduk di ruang makan. Setelah duduk, Dita dengan cekatan menyiapkan sarapan pagi dan meletakkannya di depan Seokjin.

"Aku harap kau suka masakanku." Dita tersenyum simpul.

"Hmmmm...." Seokjin memasukkan irisan omelet ke dalam mulutnya

"Bagaimana????" Dita menatap Seokjin serius, menunggu komentarnya.

"Lumayan....." Seokjin terus memasukkan omelet dan kentang ke dalam mulutnya sampai habis tak bersisa.

Dita tersenyum puas melihat Seokjin makan dengan lahapnya.

"Apa agenda kita hari ini." Dita menaruh piring dan gelas kotor ke dalam kitchen zink dan mulai mencucinya.

"Apakah kita ada agenda?" Seokjin meraih gelas di atas meja dan meminum isinya sampai habis kemudian menatap heran Dita menunggu jawaban.

"Apa kita tidak ada agenda hari ini?" Dita balik menatap Seokjin heran

"Kenapa kau bertanya padaku"

Jawaban Seokjin seketika membuat Dita cemberut. Merasa kecewa dia melanjutkan acara mencucinya dan mengabaikan Seokjin. "Apa aku yang terlalu berharap...atau dia yang tidak peka??? Huftttt....perjuangan masih panjang"

Seokjin mengernyit bingung "kenapa dia cemberut? apa aku berbuat salah...?"

Merasa tidak ada keperluan lagi di ruang makan, tanpa rasa bersalah Seokjin melangkah pergi ke dalam ruang kerjanya, mengabaikan Dita yang masih sibuk dengan aktivitasnya di dapur.

Dita melirik Seokjin yang pergi meninggalkannya dan itu menambah kekesalan-nya. "Sabar...baru satu hari...."

*****
Cemungud mbak Dit....
Ingat pepatah
"cinta datang karena terbiasa" 💞

Im Sorry, I Love U [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang