MAAF

535 53 4
                                    

     Sudah terhitung tiga hari Shikamaru tidak pulang ke rumah.
Hari kedua ketika Shikamaru pergi, Sakura mencoba menghubunginya.
Ia mencoba berkali - kali menelpon suaminya tapi selalu tak terhubung.
Sepertinya Shikamaru sengaja mematikan ponselnya.

  Untuk makan pun ia tidak nafsu.
Ia sepertinya tidak merasa lapar.
Pikirannya di penuhi dengan Shikamaru.
Berbagai pertanyaan muncul di kepalanya. Dimana suaminya berada .
Apakah ia baik- baik saja.

Ia juga sudah menghubungi Kiba, dan laki-laki itu juga tidak tau keberadaan Shikamaru. Hari ini dia pergi ke rumah Shikamaru dan yang ia dapati nihil. Suaminya tidak ada di sana bahkan ibu mertua nya juga ikut kelimpungan.
Ibu Shikamaru juga menghubungi kolega mereka berharap mereka tahu keberadaan pria itu. Tapi semua sia-sia. Tak seorang pun tahu keberadaan suaminya.

Ibu Shikamaru terus membujuk Sakura untuk makan.
Ia tidak tega melihat menantunya dengan perut besar bingung mencari keberadaan anaknya. Bahkan ia tahu dari pagi Sakura belum mengisi perutnya.
" Sakura sayang isilah perutmu nak"
" Kasihan anakmu"

" Aku tidak lapar ibu"
" Di mana Shika bu?" cicit Sakura pelan.

" Awas saja bila anak itu pulang akan ku hajar dia".
" Apa dia tidak tahu istrinya mondar mandir ke sana kemari mencarinya" gerutu Yoshino.

" Ini semua bukan salah Shika bu"
" Aku juga punya andil salah di sini"
" Aku maklum bila ia marah padaku"

" Tapi tak seharusnya anak itu tidak pulang ke rumah". Kau sampai harus pontang panting mencarinya".
" Apa kau sudah menghubungi tempat kerjanya?"

" Aku tadi sudah menghubungi Kiba juga bu dan dia juga tidak tahu Shika di mana".
" Kiba juga memberitahuku bila Shika tidak ada di tempat kerjanya".

" Anak itu benar-benar merepotkan".
" Kau sabar ya sayang ".

Sakura mengangguk mendengar permintaan ibu mertuanya.
Sekarang ia tidak tahu lagi harus mencari ke mana.
Hari juga sudah menginjak sore hari.
Ia segera pamit kepada ibu mertuanya.

Di rumah Sakura duduk termenung di atas ranjangnya. Ia memikirkan kemana lagi harus mencari suaminya.
Ia tidak tahu lagi siapa-siapa saja teman Shikamaru kecuali hanya Kiba.
Tiba- tiba ia teringat pertengkaran mereka kemarin.

Baru pertama kali ia melihat Shikamaru yang marah . Dan baru pertama kalinya sejak mereka menikah ia mendengar segala perasaan yang di pendam pria itu.
Ternyata begitu besar rasa cinta pria itu padanya.
Dan dengan bodohnya ia  menghancurkan harapan pria itu.
Dengan sombongnya ia tidak mau mengakui perasaan sesungguhnya kepada suaminya.
Ia terlalu malu dan lebih mementingkan pandangan orang dari pada peduli pada perasaan Shikamaru pada dirinya.

Ia teringat bagaimana untuk pertama kalinya Shikamaru membentaknya.
Ia merasa ciut. Ia merasa takut.
Bentakan itu berasal dari luka hati nya yang terus menumpuk dan akhirnya meledak.

Ia tak menyalahkan Shikamaru yang merasa cemburu pada Naruto.
Ia memakluminya. Itu memang salahnya yang tidak pernah bisa melihat keberadaan Shikamaru.
Tidak pernah memberikannya senyuman sekedar untuk menyapanya. Ia malah tertawa lepas pada pria lain yang merupakan sahabat baiknya tidak lebih.
Tapi ia juga tidak menyalahkan Shikamaru akan kecemburuannya.

Yang ia tidak terima adalah tuduhan pria itu tentangnya. Tentang Sakura yang disentuh oleh orang lain.
Itu yang tidak bisa maklumi.
Sakura bukan wanita seperti itu.
Ia tidak pernah akan membiarkan pria lain menyentuhnya selain suaminya.
Ia membiarkan Naruto menyentuh perutnya karena ia menganggap pria itu hanya sebatas sahabatnya tidak lebih.
Pria itu periang dan bisa membuat orang di dekatnya merasa nyaman berteman dengannya.
Itu yang ia rasakan tidak lebih.

Tentang rasa dan kitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang