8

290 47 9
                                        

Malam itu Tami menjelaskan semuanya ke Yura, sejelas-jelasnya. Bahkan hal yang selama ini dia simpan sendiri, hari itu dia bener-bener menceritakannya. Mungkin juga karena efek alkohol, dia gak bisa kontrol perasaannya.. Faktor ketemu Haechan juga bikin Tami tambah tertekan dan akhirnya meluap juga.

Ada satu cerita yang belum pernah dia ceritain ke Jisung. Menurutnya hal ini juga bukan hal yang harus Jisung tau. Tapi karena butuh bantuan Yura, mau gak mau Tami membuka rahasia itu. Alasan kuat  yang bikin Tami balik lagi ke Korea. Hutang.

Kepergian papa Tami gak cuma menyisakan luka mendalam, tapi juga hutang yang menumpuk. Perusahaan bangkrut, tabungan habis, ditambah hutang denda bayar segala macam yang gak pernah Tami pahami. Intinya dia kabur dari semua itu. Mama Tami pun kabur ke kampung, tempat neneknya tinggal. 

"Separah itu?" Tanya Yura sampai tak percaya.

"Parah teh. Bulan depan gue harus bayar sisanya. Makanya gue kesini mau tanyain soal apart gue"

"Aaaahhhhh i see. Mau ambil depositnya gitu?" Yura langsung paham.

Jadi dari waktu sebelum Tami pergi, dia sempet nitipin apartnya ke Yura. Tami gak punya waktu buat ngurusin itu, makanya dia nyerahin kuncinya ke Yura. Rencananya emang bakal dia urusin setelah pernikahannya. Tapi semua jadi gak sesuai dengan harapan.

"Iya teh, setau gue papa udah bayar banyak buat itu. Tapi gue gatau persis karena yang ngurus asistennya. Sampe saat ini belum dapat kabar dari asisten papa. Gue mau minta tolong sama teteh, mungkin teteh lebih ngerti soal ini"

"Hmmm gue bisa bantu tapi tetep butuh info semuanya dari asisten papa lo. Biar gue ngerti juga waktu itu teknisnya gimana, apalagi lo kan WNI pasti lebih rumit ngurusnya"

"Tapi maaf nih... emang butuh berapa?" Lanjut Yura.

Tami diam sejenak, "Kurang lebih 700 lagi"

"WHATTTTTTT!!! Ehh sorry" Yura kaget denger nominalnya sedangkan Tami udah bisa ngira respon Yura bakal kayak gitu.

"Gue gak yakin deposit lo sampe segitu. Itu nominal sama aja kayak lo beli rumah disini anjir"

"Gapapa, yang penting gue pegang berapa pun itu buat ngurangin hutangnya"

"Kalo gue punya duit segitu, gue pinjemin. Tapi tabungan gue juga gak nyampe segitu"

"Teteh gilak yah mau pinjemin orang duit ratusan juta"

"Yakan orangnya elu"

"Teteh gak takut gue kabur lagi? Bener-bener udah gilak" Tami tertawa geli sambil meminum alkoholnya.

Disisi lain Yura mengasihani hidup Tami. Ternyata ini bukan tentang cinta aja. Haechan harus tau, kalo yang lebih menderita dari perpisahannya itu bukan dia tapi Tami.

Setelah obrolan seriusnya selesai, Tami terus meneguk minumannya sambil cerita hal-hal kecil ke Yura. Soal bisnisnya bahkan soal Ryan. Hubungannya yang bisa dibilang tak ada tujuan. Tami bertahan karena Ryan yang udah bantu banyak soal hutangnya. 

"Gue harus lunasin semuanya, baru gue lepasin cincin ini" Tami mulai meracau.

"Lo bener-bener gak punya perasaan apapun ke dia? Dia udah bantu segala macam apa lo gak tergerak hatinya?" Tanya Yura mulai penasaran.

"Hmmm perasaan? Kadang gue ngerasain itu kalo dia lakuin sesuatu tapi gue gak bisa bedain itu karena apa. Entah karena gue mulai suka atau karena dia kadang seperti Haechan"

"Gue kira lo segampang itu pergi ninggalin Haechan karena bisa lupain dia"

Tami senyum tipis, "Lupa? Gimana bisa teh? Bahkan cara buat lupainnya aja gue gatau. Tiap bangun pagi liat matahari aja gue inget dia teh. Seberat itu untuk menutup segala hal tentang dia, kalo gak gitu gue gak bisa berenti nangis. Sedangkan hidup tetap harus berjalan, bahkan gue masih bisa nafas disaat gue udah gamau hidup lagi"

"Gue udah ditahap benci sama hidup gue sendiri. Gue bikin Haechan terluka. Gue bikin papa pergi. Gue bikin mamah kecewa. Gue kehilangan semuanya teh. Semuanya salah gue" Tami udah mulai gak ke kontrol.

Perlahan dia menundukan kepalanya ke meja dan perlahan hilang kesadarannya. Yura cuma bisa menghela nafas yang panjang. Mendengarkan ceritanya bikin Yura juga ikutan nyesek.

🌻🌻🌻

Tami selalu minum alkohol saat sedang memikirkan Haechan. Minum sampai bener-bener gak sadar karena setelah itu dia selalu bertemu Haechan di mimpinya.

Mimpinya saat itu,  Tami dan Haechan duduk di sebuah Taman. Tami menyandakan kepalanya ke bahu Haechan. Tangan mereka pun saling bertaut sambil berbincang.

"Pengen deh ngedatenya siang-siang" Kata Tami sambil mainin jari Haechan.

"Pengen dikerubunin hah?" Jawab Haechan bercanda.

"Ya kamu yang dikerubunin, aku ditimpukin"

"Hahahah bener juga. Kalo aku yang timpuk kamu boleh ga?" Kata Haechan sambil berbalik menghadap Tami.

"Kok gitu?"

"Aku gak suka kamu mabok"

"Apa hubungannya ih?! Tau ahh" Tami melepaskan tangan Haechan.

"Ckkk dengerin aku..." Haechan meraih kedua pipi Tami.

"Gak baik sayanggggggg" Lanjutnya pelan.

Denger kata itu bukan bikin Tami seneng tapi bikin dia sedih sampe berkaca-kaca. Pernah ngalamin mimpi dimana kamu tahu itu cuma mimpi tapi kamu gamau bangun?

"Udah lama banget aku ga denger itu"

"Kok nangis"

"Maafin aku chan...." Tami pun menangis sejadi-jadinya. 

Haechan yang masih memegang pipi Tami pun beralih mengusap air matanya. Meskipun cuma mimpi, tapi yang Tami rasain beneran nyesek. Ngerti kan mimpi nangis tapi nangisnya beneran?

"Gak ada yang harus dimaafin. Kamu gak salah mi. Udah yuk masuk, dinginnnn" Haechan hendak melepas tangannya untuk membawa Tami masuk ke apart.

"Bentar" Tami menahan tangan Haechan yang masih dipipi.

"Cuacanya dingin, tapi kenapa tangan kamu anget?" Tanya Tami tiba-tiba.

Haechan tersenyum manis sambil kembali mengelus pipi Tami.

Tami pun ikut membalas senyuman manisnya. Perlahan memejamkan mata dan mengakhiri mimpinya itu.



Love(ing) | sequel TDWM - HaechanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang