Maafkan atas typo dan antek-anteknya.
Enjoy it.
---OutofSight---
Clay bangun lebih pagi hari ini, menyiapkan sarapan seadanya dengan kemampuan minim yang ia bisa. Ia tersenyum kecil atas apa yang ia lakukan. Ia terlalu sibuk dengan kegiatannya hingga tak menyadari bahwa Aisley sedari tadi memperhatikannya dari balik meja makan.
"Membuat sarapan?"
Hampir saja Clay melempar wajan yang ada di tangannya karena terkejut akan suara Aisley yang tiba-tiba. "Oh please, aku hampir jantungan."
Aisley tertawa, tawa yang ntah tulus atau hanya sedang di paksakan ketika melihat wajah kaget Clay. "Sorry," ucapnya. "Memangnya sedang masak apa?"
"Sarapan," Clay kembali melanjutkan masakannya.
"No, i mean, apa yang kamu masak?"
"Oh, beberapa sandwich dan waffle."
Aisley mengangguk mengerti, lalu memilih pergi untuk mandi.
Sedangkan Clay, ia terlihat baik-baik saja di luar, tapi hati dan logikanya tengah berdebat tentang banyak hal. Ia tak bisa terus menggantungkan banyak orang, tak tegas dengan hatinya. Sudah seminggu dia berada disini bersama Aisley, berusaha menyakinkan dirinya dengan keputusan yang sudah bulat dalam hati. Ia tak bisa bersama Aisley lagi, memang cinta itu tak bisa di paksakan. Jika saja ia bisa memutar waktu, ia tak akan menjalin hubungan tanpa cinta ini. Menyakiti Aisley adalah salah satu hal terjahat yang pernah ia lakukan dalam hidupnya. Gadis itu begitu baik bahkan tak akan ada celah untuk tak menyukai gadis itu, hanya saja Clay tak bisa menyukai gadis itu lebih dari itu.
Clay menyajikan makanan yang ia buat di atas meja, duduk di kursi sembari memainkan kakinya. Menunggu Aisley selesai mandi untuk sarapan bersama. Tak lama Aisley keluar dari kamar, melangkah ringan ke meja makan, senyumnya cerah. Lukanya sudah samar, gadis itu sudah membaik. Clay tersenyum menyaksikan bagaimana lucunya Aisley saat makan, lalu perasaan lain mulai menyusup. Ia menjadi tak tega jika mengatakan apa yang ada dalam pikirannya sekarang.
"Katakan saja, Clay." Seperti membaca pikirannya. tiba-tiba saja kata itu keluar dari mulut Aisley, ia bahkan tak melihat Clay sama sekali. Tapi Aisley sudah tau apa yang ada di dalam pikiran Clay tanpa harus repot menebak. Ia sudah menahan Clay selama beberapa hari, ia tak akan menahannya lagi.
"Jika itu membuat mu bahagia, aku akan baik-baik saja dengan keputusan itu." Lagi, kata itu lolos begitu saja. Begitu ringan di ucapkan seolah tak bermakna apa-apa. Tapi selama beberapa hari ini pula ia sudah menyiapkan hatinya. Menyiapkan hatinya untuk saat ini. Ia ikhlas? Tentu saja tidak. Tapi ia tak akan lagi menahan kebahagiaannya bersama Clay disini sedangkan kebahagian Clay ada di tempat lain. Ia meletakkan garpu juga pisau kecil di tangannya, lalu menatap Clay. Sorot mata Clay menampakkan banyak rasa bersalah. Clay bahkan tak menyentuh sarapannya sedikit pun. Aisley sedikit tertawa, "Sungguh, aku akan baik-baik saja."
"Ai..." seperti kehilangan kata-kata, ia tak tahu harus mengatakan apa pada gadis di hadapannya. Padahal ia sudah menyusun kata-kata itu dari jauh-jauh hari. Melihat keteguhan hati gadis di depannya, hatinya tiba-tiba saja mencelos. Sedikit rasa sakit disana. "Sorry,' akhirnya hanya kata itu yang bisa ia ucapkan. Ia menunduk, menggigit bibirnya sendiri. Rasa bersalah menyeruak, memenuhi dadanya. Sesak. Itu juga yang tengah di rasakan Aisley saat ini.
"Aku akan baik-baik saja," seperti merapal mantra untuk dirinya sendiri. Ia sekuat tenaga menahan tangisnya.
"Terima kasih sudah berada disisiku selama ini Ai," Clay mengangkat kepalanya lagi, "Demi apapun aku senang ada kamu disisiku." Clay berdiri dari duduknya, berjalan kehadapan Aisley, dan berlutut. Menghapus air mata yang menetes di pipi Aisley. "Aku tidak akan meminta, tapi aku sangat senang jika kamu masih mau berada disisiku, Ai." Clay bergerak, memeluk gadis yang lebih muda itu. "Maaf ya, tidak pernah membahagiakan kamu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Out of Sight 2 (GxG)
Fiksi PenggemarCOMPLETED. ----------------------------------------------------------- Sebatas mana cinta mampu bertahan dalam penantian yang tak pasti ? Sedangkan kenangan hilir mudik mungusik renungan. Lalu, mampukah bertahan dalam kerumitan cinta yang semakin...