Bab 30. Mencari pelarian

77 11 0
                                    

Haloooo, selamat pagiiiii!!!

Terima kasih yang masih nungguin cerita ini update. Happy reading .... :)

***

Adistia disibukkan dengan pemesanan kue yang terus bertambah setiap harinya. Hal yang membuat gadis itu mampu mengubur sejenak segala kekecewaan yang masih sering menganggu. Tuhan nyatanya memang selalu tepat memberikan sesuatu. Di saat dirinya memerlukan sesuatu untuk mengalihkan perhatian, Tuhan berikan waktu di mana Adistia tidak sempat lagi untuk memikirkan patah hatinya.

Rasa lelah yang dialaminya membuat Adistia langsung bisa memejamkan mata setiap kali malam menjelang. Meski sekujur badannya terasa remuk, tetapi setidaknya patah hati yang kini dialaminya tidak terlalu terasa. Karena mulai kewalahan untuk mengerjakan pesanan kuenya sendiri, maka gadis yang saat ini tengah berkutat dengan adonan, dan juga oven itu merekrut satu orang pegawai untuk membantu.

"Sementara waktu kamu timbang-timbang bahan aja dulu." Adistia mengarahkan pegawai barunya yang mulai bekerja hari ini.

Seorang gadis yang usinya terpaut 4 tahun di bawahnya. Tetangga yang kebetulan membutuhkan pekerjaan karena baru saja menikah dan resign dari tempat kerjanya. Meski memiliki basic sebagai anak tata boga saat kuliah dulu, tetapi tidak lantas membuat Adistia percaya begitu saja untuk langsung menyerahkan pekerjaan utama. Yang terpenting saat ini pekerjaannya bisa sedikit ringan. Pegawai barunya bisa belajar perlahan, mereka juga harus menyesuaikan ritme kerja masing-masing. Juga mengakrabkan diri agar tidak terlalu canggung.

Beruntung wanita bernama Dita itu sangat penurut juga gesit. Tahu apa yang harus dilakukan hanya dengan sekali perintah.

"Biasanya Dita suka bikin kue apa?" Saat wawancara kerja yang dilakukan singkat beberapa hari lalu, Adistia pernah menanyakan apakah Dita pernah menggunakan basic-nya sebagai anak tata boga untuk membuat sesuatu. Dan wanita itu menjawab sering mencoba beberapa resep kue baru.

"Saya palingan bikin bolu, Mbak. Macem-macem bolu." Dita menjawab sembari mengerjakan apa yang harus dikerjakannya.

Adistia tersenyum mendengar jawaban itu. Senang juga karena dapurnya tidak sepi kali ini. "Langsung berhasil?" tanyanya lagi sembari melirik sekilas lawan bicaranya, tetapi tangan Adistia masih cekatan memegang mixer. Dibantu menimbang bahan cukup membuat pekerjaannya ringan.

"Awal-awal sih pasti ada gagalnya, tapi semakin ke sini semakin tahu kesalahannya di mana."

Adistia kali ini hanya mengangguk, dan mengarahkan lagi apa yang harus Dita bantu. Komunikasi yang baik adalah kunci untuk membangun kerja sama. Dan sebisa mungkin Adistia tidak akan memperlakukan Dita sebagai bawahannya.

"Di seberang komplek ada ruko kosong kayaknya, Mbak. Nggak mau coba buka toko kecil-kecilan?" tanya Dita saat Adistia menceritakan memiliki keinginan untuk membuka toko fisik nantinya.

"Sekarang belum, masih banyak yang harus dipertimbangkan kalau mau buka toko kue."

Obrolan terus berlanjut dengan santai. Masing-masing tangan terus bekerja, dan Adistia senang mendapatkan patner yang bisa diandalkan seperti Dita. Setidaknya dengan adanya orang lain di sisinya, Adistia benar-benar tidak memiliki waktu untuk melamun. Dan semoga dengan kesibukannya ini, perlahan dia bisa melupakan rasa patah hati yang terkadang masih senang menemaninya di dalam mimpi.

Kira-kira, saat ini apakah Evans sudah berhasil melupakannya? Pertanyaan bodoh, Adistia tertawa getir. Untuk apa laki-laki itu mengingat sosok tidak penting yang hanya numpang lewat seperti dirinya ini?

*

Sementara kenyataan yang ada, Evans pun tengah melakukan hal sama untuk melupakan keberadaan Adistia yang bayangannya terus menganggu. Sosok gadis itu seperti muncul di setiap sudut kedai. Apalagi saat Evans tengah duduk seorang diri mengerjakan apa saja di ruangan pribadinya, gadis itu seperti terus saja terlihat duduk di sofa dan tengah tersenyum ke arahnya.

Mr. COFFEE and Miss COOKIETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang