03. Sudut Pandang

209 23 0
                                    

Setelah Asterea mendengar semua penjelasan dari jiwa bergetayangan Alenka, Asterea kini tahu apa yang sebenarnya terjadi.

Pertama, Alenka memberitahu tentang hubungan persahabatannya dengan Asterea, sampai dimana hubungan mereka merenggang karena kehadiran Brayn yang menyukai Alenka dan Asterea yang juga menyukai Brayn, jadilah kisah cinta segitiga.

Kedua, Alenka menjelaskan bagaimana bisa jiwa dan raga nya terpisah, sebab ada seseorang yang menggunakan sihir hitam di kerajaan Atlhantia, dimana konon katanya beberapa ribu tahun yang lalu, para penyihir hitam di musnahkan oleh para pendeta suci dari kuil agung Morunack. Sihir hitam sangat di larang di Athlantia, sampai Asterea berfikir bahwa sihir hitam yang di maksud oleh Alenka mungkin sama seperti ilmu perdukunan yang ada di dunia nya.

Alenka juga mengatakan, banyak yang mengincar dirinya serta Asterea untuk dijadikan tumbal oleh seseorang yang memiliki sihir hitam tersebut. Percaya tak percaya, Alenka menjelaskan bahwa darah mereka berbeda dari yang lainnya, sebab dari darah mereka terdapat darah suci yang dapat membuat orang abadi.

Dan, Asterea mengetahui dari Alenka bahwa kini sasaran utama mereka adalah Asterea yang sekarang karena memiliki aura yang sangat kuat setelah jiwa Inara mengisi raga Asterea.

Yang ketiga, ternyata jiwa asli Asterea di kurung di sesuatu tempat oleh seseorang yang tak rela jika Asterea hidup menyedihkan bersama Duke Brayn.

"Ah, aku jadi pusing."

Jadi, selama ini ia dalam bahaya karena di incar oleh orang - orang diluaran sana, yang sayang nya Asterea tak memiliki penjagaan sama sekali, sebab sang suami menganggapnya ada saja tidak.

Asterea juga tak tahu dimana keberadaan Erika sekarang, Erika selalu sibuk mengurus keperluannya karena hanya dia pelayan yang Asterea miliki.

"Apa aku harus mengatakan kepada Duke Bryan? Bahwa Alenka sebenarnya masih hidup dan butuh pertolongan?"

Asterea terus saja berjalan mondar - mandir di dalam kamarnya, ia jadi bingung sekarang, langkah apa yang selanjutnya akan ia gunakan.

"Mana mungkin dia percaya segampang itu padaku, bertemu saja dengan ku tidak mau." Asterea berdecak sebal mengingat Duke Bryan selaku suami nya itu sangat enggan bertemu dengannya.

Apa salahnya bertemu dengan istri cantik nya ini?

"Bisa - bisa dia berfikir aku gila. Pemikirannya kan selalu pendek jika berhadapan dengan ku." Asterea kembali bergerutu.

Gadis itu tak menyadari bahwa dia sendiri tengah berfikir yang tidak - tidak tentang Brayn karena kelewat kesal.

Namun, jika tidak berbicara kepada Bryan membahas masalah ini, maka hidupnya pun akan dalam bahaya.

Ingin mencari seseorang yang bisa menjaganya pun, rasanya mustahil mengingat reputasinya yang sangat buruk di kalangan bangsawan mau pun rakyat tak memungkinkan.

Memutuskan untuk pergi menuju taman belakang, Asterea terlebih dahulu memberitahu Erika agar gadis itu tak mencari dirinya seperti cacing kepanasan.

Asterea memiliki tujuan lain untuk ke taman belakang, karena sesuai petunjuk jiwa Alenka, disana ia bisa mendapatkan petunjuk untuk mencari tahu kebenaran.

"Tetapi disini tidak ada apa-apa," Asterea bersuara ketika ia sampai di taman belakang.

Alenka yang sedari tadi ikut menemani, pun langsung menunjukkan sesuatu untuk Asterea lihat.

Tepat nya di sebuah pohon besar yang ada di seberang perbatasan mension.

"Itu, apa?" Tanya Asterea pada Alenka.

Untung nya hanya mereka berdua yang ada disana, jika tidak pasti Asterea sudah di cap gila karena terlihat berbicara sendiri padahal kenyataannya ia tengah berbicara dengan jiwa Alenka.

"Kau harus berhati - hati dengan itu, para penyihir hitam menggunakan benda itu untuk terus mengawasi pergerakanmu." Jelas Alenka pada Asterea.

"Bahkan juga bisa melukaimu,"

Asterea kaget, bahwa disetiap sisi ia dalam bahaya kemana pun ia pergi. Apa darah yang mengalir dalam tubuh nya benar - benar sesuci itu?

Alenka lalu kembali bersuara, "yang setahu ku, Duke Bryan bisa menolong kita-,"

"Dan kau tahu, jika aku yang meminta dia pasti tidak percaya padaku dan akan menolak apapun yang aku katakan." Kata Asterea tak setuju dengan perkataan Alenka barusan.

Apa tidak ada orang lain yang bisa membantu mereka?

Kenapa hidupnya seribet ini semenjak ia bertransmigrasi?!

"Jika mau, kau yang harus bericara dengannya." Tambah Asterea menatap Alenka.

Merasa tidak ada yang penting disana, Asterea memilih beranjak pergi meninggalkan taman dan Alenka disana.

Biar dia yang memikirkan jalan keluarnya.

Jika perlu, ia akan meminta bantuan ke orang - orang untuk menyelamatkan raga Alenka agar ia cepat kembali kedunianya. Mungkin dengan itu, Asterea dapag kembali ke raga aslinya.

* * *

"Kau tidak bisa mengabaikannya lagi, Duke Bryan." Seru seorang lelaki yang mengenakan seragam kerajaan.

Bryan yang ada disana menyimak pun hanya bisa menghela napas kasar.

"Pangeran Lios, kau tahu benar bahwa mereka semua sudah lenyap. Itu hanya sebuah rumor tak mendasar yang terus berkembang tampa adanya fakta."

Saat ini Bryan tengah berkunjung ke istana karena undangan dari Lios Anderson, pangeran mahkota dari Athlantia. Mereka berdua sudah berteman lama sedari merek kecil, dan juga mungkin bisa dibilang Bryan dan Lios masih memiliki ikatan kekeluargaan sebab mereka masih bersaudara jauh, atau bisa dibilang sepupu jauh.

"Astaga! Kenapa pemikiran mu selalu seperti itu?! Kau seharusnya mencari tahu kebenarannya, pantas saja kau tak sedekat itu dengan penduduk Aunaragoz." Cibir Lios yang sudah merasa sangat jengkel dengan Bryan.

Tak terima dengan perkataan Lios barusan, Bryan langsung membalasnya. "Kenapa malah mengikut sertakan mereka? Menurut sudut pandang ku-,"

"Sudut pandang mu selalu tidak benar. Lebih baik kau usut tentang para bedebah sialan itu."

"Sialan! Lalu apa yang kau kerjakan?"

Dengan santainya, Lios langsung bangkit dari tempat duduknya dan membenahi jubah kerajaannya.

"Aku meminta cuti pada Ayah, jadi tugas itu kau yang tangani." Setelah mengucapkan itu, ia langsung pergi dari ruangannya meninggalkan Bryan yang sudah hampir meluapkan emosi.

"Lios brengsek!"

Mengikuti Lios yang keluar dari sana, Bryan langsung disambut oleh Gegiano yang sedari tadi berdiri disana bersama Javien yang sepertinya sudah pergi mengikuti Lios.

"Tandai si brengsek Lios itu, kalau dia mau ke mansion tutup aksesnya." Ujar Bryan kesal lalu meninggalkan Gegiano yang hanya mampu menggelengkan kepalanya.

Walau diperintahkan seperti itu, mana berani juga Gegiano memblokir akses Lios untuk datang ke mansion Duke kampretnya itu. Walau mereka bersahabat, tetap pangkat Lios yang lebih tinggi.

Padahal yang lebih menakutkan disini adalah Bryan, bahkan Lios beberapa kalia menciut ketika berhadapan dengan amukan Bryan.







BERSAMBUNG

>> NEXT BAB 04 <<

The Duchess Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang