1997'b

61 9 0
                                    

ㅤㅤ

Solo, 1997

Setahun setelah pertunangan, Yasmin kini sudah menginjak kelas 3 SMA. Ia masih di antar jemput oleh Ayahnya, tidak sekalipun dia di izinkan untuk membawa kendaraan sendiri apalagi menggunakan transportasi umum.

Yasmin juga sudah putus dengan kekasihnya, setelah seminggu setelah acara. Laki-laki itu tidak marah atau mengamuk, walaupun dari sorot mata nya kecewa namun laki-laki itu dapat mengerti.

Mereka putus dengan baik-baik.

Kantin sekolah menengah atas swasta kini di penuhi siswa dan siswi yang ingin memanjakan perutnya. Yasmin serta teman bangku dan teman mainnya di rumah, sudah menyantap Somay dan es teh.

"Yas, akhir tahun nanti pada merencanakan liat kembang api di Jogja, kamu mau ikut ngga?"

"Boleh, sama siapa aja emang?"

"Rame-rame, nanti kita naik bus panjang kata Ridhwan."

Yasmin memandang Jessica, temannya itu dengan mata berbinar. "Mau banget kalo gituu!" Seru nya.

"Kamu bakalan ajak Tunangan kamu?"

"Hm, ngga tau deh. Soalnya sampe sekarang gue ngga pernah nyaman, orang tua dia juga aneh banget."

"Gue gue, aku kamu, Yas!" Yasmin hanya menyengir dan menyuapkan 1 somay ke mulutnya.

"Setidaknya coba izin dulu, nanti dia pasti inisiatif ikut."

"Ya ya ya, kalo ngga males"

"Ya uda ayo balik kelas, uda mau masuk."

Setelah obrolan singkat itu mereka kembali menuju kelasnya dan menuntut ilmu sampai jam pembelajaran berakhir.

Yasmin keluar gerbang sekolah bersama Jessica, mata nya menyusuri area depan mencoba menemukan Ayahnya.

Namun justru yang dia temukan pria berkulit putih bersih dengan celana jeans dan kemeja warna putih lengan pendek yang dimasukkan melambaikan tangan ke arah nya.

Yasmin menghela nafas perlahan, kemudian berjalan ke tempat Tunangannya itu berada.

"Kok kamu? Papa kemana?"

"Om balik ke Jakarta sekitar 2 harian sama tante, jadi kamu dirumah sama Bi Lastri dan aku yang tanggung jawab antar jemput kamu."

"Terus, yang ngurus pegawai dirumah siapa dong?"

"Aku juga"

"Y-ya lagian, tumbenan banget kesana!"

"Aku denger tadi lagi ada masalah di pusat, jadi Pak Suroso sangat menyarankan Om Abi cepet kesana. Uda ayo, naik."

Yasmin hanya mengangguk dan melangkah ke motor Bagas, tunangannya itu.

"Pegangan?"

Yasmin menggelengkan kepalanya cepat. "Ngga ah!"

Bagas hanya tersenyum tipis, mungkin dia harus mengeluarkan effort yang lebih banyak lagi untuk Gadis di belakangnya ini. Pikirinya.

"Mau jalan-jalan dulu?"

"Ngga, Mas. Langsung pulang aja, aku mengantuk."

Kemudian motor Bagas melaju menyusuri jalanan di Kota Solo itu menuju rumah Tunangannya ini. Tidak ada pembicaraan, mereka hanya diam dan hanyut dalam pikiran mereka sendiri-sendiri.

Bukan hanya sekali atau dua kali, setiap mereka hanya berdua dan setelah percakapan basa-basi maka setelahnya hanya pikiran masing-masing yang berbicara.

Sampai pada belokan terakhir dan motor terhenti tepat didepan rumah Yasmin, mereka masih terdiam.

Yasmin turun dari kendaraan tersebut, kemudian memgucapkan terima kasih kepada Bagas. Tidak ada inisiatif mengajak Bagas untuk mampir sebentar dan mengobrol, ada inisiatif pun Yasmin juga enggan untuk menawarkan.

Lagian, di Rumah cuma ada dirinya. Bi Lastri akan sibuk di dapur dan menyiapkan apa yang diri nya mau.

"Sama-sama" Bagas tersenyum. "Kalo begitu, aku langsung ke Gudang ya. Masih ada yang mesti aku urus"

Yasmin hanya mengangguk, kemudian melangkahkan kaki nya ke dalam rumah.

Setelah itu, ia menghentak-hentakkan kaki nya beberapa kali karena perasaan dongkol, menghempas-hempaskan tangannya dan badannya yang saat tidak sengaja bersentuhan dengan badan Bagas.

Iya, katakan saja dia sangat angkuh.

but, nah.

Dia tau ini sangat keterlaluan, tapi hati nya sangat ingin menjerit kemudian menangis. Dia tidak merasa Tunangannya itu menjijikan dan membuat dia bertingkah seperti terkena kotoran yang najis.

Tapi dia risih, dia tidak suka. Dan selalu seperti itu.

"Yasmin ono opoo, Ndok? Kok badanmu di lap-lapin koyo'o ngono" Bi Lastri datang dengan makan siang Yasmin dan es sirup di nampan yang telah dia letakkan di meja ruang keluarga. ( Yasmin kenapa, Nak? Kok badannya di lap-lapin begitu)

Bibir gadis itu tertekuk kemudian melangkah memeluk Bi Lastri. "Mbokk.."

Bi Lastri mengerti dengan sikap Yasmin yang seperti ini, karena ini bukan pertama kali nya Yasmin meminta pelukan dan menjadikannya dia tempat bercerita.

Sebab hanya Bi Lastri yang mengerti Yasmin, dan karena Ibu nya sudah sangat menyukai calon menantunya di banding mengerti isi hati anak perempuannya.

"Wes ora opo-opo cah ayu, Tuhan iku wes maringi kamu skenario paling apik. Mengkono pasti wes di paringi takdir seng paling uapik kanggo dirimu." ( Uda gapapa cantik, Tuhan itu uda kasih kamu skenario yang bagus. Dengan begitu pasti kamu uda dikasih takdir yang paling bagus. )

"Iya, Mbok gapapa. Aku cuma pengen peluk" Yasmin melepaskan pelukannya, kemudian duduk di sofa.

"Semangat cah ayu! wes di maem sek, aku arep ngerampungake gawean sek" ( uda dimakan dulu, aku mau beresin kerjaan dulu ).

Yasmin mengangguk sambil tersenyum. Setelah Bi Lastri pergi, dia beralih menatap cincin yang melingkar di jari manisnya. Kemudian mengelusnya perlahan sambil tersenyum penuh arti.

'Aku pasti bisa lepas cincin ini!' batinnya.

"Maaf dan makasih, Mas Bagas.. You deserve better then me. Lu nyadar ngga si kalo sebenernya kita itu jomplang banget? Kita ngga ada kecocokan sama sekali tapi gue harus nerima pertunangan itu cuma karena ketertarikan lu terhadap gue." Lirih Yasmin

--

Yessica, alias Jesika

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Yessica, alias Jesika. Ngga tau, kepengennya dipanggil Jesika atau Jessica itu.

Gondomanan, 1997Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang