|EFA-10| Detik-detik kehilangan

2.9K 121 1
                                    

Rudy membaringkan tubuh lemas Ana pada salah satu kasur UKS. Ia sangat panik sekaligus cemas.

"Dokter... Tolong dokter! Ada yang pingsan!" teriak Rudy dengan panik.

Rudy menyeret kursi plastik lalu duduk di samping Ana. "Hey! Ana bangun. Ann, hey! Ayo bangun!" Rudy menepuk-nepuk pipi Ana dengan cemas. Hanya terdengar rintihan kecil dari bibir pucat Ana.

"Ya Allah. Lo panas banget, Ann! Hey! Ayo bangun!" Rudy masih mencoba membangunkan Ana.

"Dokter-"

Belum sempat Rudy menyelesaikan ucapannya. Seorang wanita paruh baya dengan jilbab lebar masuk ke dalam bilik itu sambil tersenyum.

"Saya akan periksa dulu, mas!" Dokter itu mendekati Ana. Rudy agak menjauh memberikan akses untuk dokter itu memeriksa Ana.

Rudy memandang Ana dengan pandangan cemas. Dokter Indah, nama sang dokter masih sibuk mengecek kondisi Rudy. Setelah membereskan alat-alatnya, Rudy bergerak mendekati Dokter Indah.

"Gimana dok? Ana gak sakit apa-apa kan dok?" Tanya Rudy cemas.

"Sejauh yang saya periksa Ana memang tidak mempunyai penyakit apa-apa" Dokter UKS itu menjawab datar.

"Alhamdulillah" ucap Ana menghela nafas. Ia sudah mulai sadar.

"Lo gak papa?" Ana mengangguk lemah.

Rudy merasa belum puas. Pasalnya ia merasa ada sesuatu yang berbeda pada Ana. Gak mungkin setiap hari Ana mual-mual tanpa alasan yang jelas. Akhirnya, Rudy melontarkan pertanyaan yang menganjal pikirannya. "Tapi dok. Ana sering mual-mual dan sering pingsan, mukanya juga pucat dok. Apa itu bukan gejala penyakit?"

Ana mengangguk. "Iya dok. Saya sering mual di pagi hari and then, pusing juga. Apa itu gak papa?"

"Nah itu yang mau saya bicarakan, saya takut menduganya. Dari gejala-gejala yang terjadi pada Ana saya ragu jika itu memang benar," Dokter Indah menghela nafas. "Boleh saya tanya sesuatu?"

Ana mengangguk. "Kapan terakhir kali kamu menstruasi?"

Ana terlihat binggung. Ia lupa. Bahwa bulan ini ia belum mendapatkan tamunya. Ah iya.

"Sekitar satu bulan yang lalu. Itupun telat beberapa hari. Tapi, bulan ini saya belum dok. Padahal biasanya awal bulan, tapi sampai akhir bulan belum."
jelas Ana panjang lebar. Sang dokter hanya mengangguk. Namun raut wajahnya terlihat takut dan khawatir.

"Kamu hamil," ucap dokter itu pelan dan hati-hati.

Ana dan Rudy terdiam. Mencerna ucapan sang dokter dalam-dalam. Ana melebarkan matanya.

"Apa dok? S-saya hamil? Bagaimana bisa?"

"Saya juga tidak tahu Ana. Tapi, ada kehidupan di dalam perut kamu." Sang dokter terlihat prihatin dengan kondisi Ana.

"Gak mungkin dok. Itu gak mungkin," Ana mengacak rambutnya. Wajahnya pucat dalam ketakutan.

"Untuk hasil yang lebih akurat, coba ini," Dokter Indah menyodorkan testpack pada Ana. Ana diam memandang testpack dan Rudy bergantian. Ia memandang Rudy, meminta pendapat melalui kontak mata. Dan Rudy pun mengangguk.

Ana berjalan pelan. Menuju kamar mandi dengan langkah lunglai.

.

Ana keluar dari kamar mandi dengan wajah yang lebih masam. Matanya mulai berair. Tak percaya musibah apa lagi yang menimpanya. Dua garis merah pada alat itu membuat Ana mau tak mau percaya pada takdirnya.

"Gimana Ana?" tanya sang dokter.

"Positif. S-saya hamil," ujar Ana lemah. Ia kembali berbaring di kasurnya.

Ending for Alone On Editing (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang