Sudah satu bulan Ana menghilang bagai ditelan bumi. Di sekolah, di rumah, di cafe dan tempat lainpun, Rudy tak pernah menemukannya. Terakhir kali Rudy melihat Ana ketika di UKS. Ya, saat Rudy mengetahui keadaan Ana.
"Rudy, antarkan pesanan ke meja nomor 15. Setelah itu kamu boleh istirahat siang!"
Rudy membersihkan pakainya yang sedikit kotor. "Baik bu." Rudy mengambil nampan yang sudah berisi pesanan lalu mengantarkannya ke meja no 15.
"Selamat menikmati," ujar Rudy sopan. Tanganya sibuk menata beberapa pesanan dan meletakan jus di meja berangka 15 itu.
Tiba-tiba Rudy merasa tepukan di pundaknya. "Loh, lo Rudy 'kan?"
Rudy mengangkat kepalanya. Menatap siapa kira-kira yang menyapanya. Telinganya tak asing lagi menangkap suara bass itu, namun entah kenapa sulit sekali untuk mengingatnya.
"Ya ampun, Rudy!" kini suaranya berbeda. Bukan lagi suara bass, namun suara cempreng yang sangat dikenalnya. "Giselle, lo sama Boby?"
Rudy dapat melihat ekspresi bahagia yang terpancar di wajah sepupunya. Giselle nampak riang sekaligus malu-malu.
"Kalian pacaran?" Giselle menyembunyikan wajahnya yang memerah karna malu.
Boby lebih memilih mengalihkan topik pembicaraan. "Gimana kabar lo? Baik?"
Rudy menyampirkan lap yang di pegangnya diatas nampan. "Ya, seperti yang lo liat."
"Duduk disini aja," tawar Giselle.
"Tapi gue-"
"Lagian lo kan waktu istirahat siang. Ayolah, sekalian ngobrol."
Rudy hanya bisa mengangguk pasrah. Ia duduk di antara Boby dan Giselle. Sesungguhnya ia merasa malu. Dengan pakaian karyawannya, ia lancang duduk di samping pelangannya.
"Lo masih sering ngumpul bareng anak band?" Boby memulai pembicaraan. Sedangakan Giselle sibuk memainkan ponselnya. Terlihat sangat serius.
"Udah jarang sih Bob. Gue 'kan harus kerja. Lo sendiri?"
Boby membuka bungkus rokok. Mengambilnya satu lalu menyalakannya dengan koreknya. "Sibuk sama bisnis bokap. Banyak skripsi juga," ujar Boby. Asap rokok mulai menguar di sela-sela bibir Boby. "Mau?"
Rudy segera menggeleng ketika Boby menyodorkan kotak rokok padanya. Boby hanya tersenyum. "Kuliah di mana?"
"Rencananya sih daftar di teknik industri."
"Semoga lolos."
"Amin Bob."
Rudy memandang Boby. Lelaki itu terlihat lebih gagah. Dengan kemeja putih, jas hitam dan dasi abu-abu yang sudah tertarik longgar. Sangat menawan. Ngomong-ngomong soal Boby, Rudy jadi ingat kejadian waktu Boby menembak Ana di kelas. Diam-diam Rudy menahan tawanya mengingat ucapan Boby yang terdengar konyol. Pernyataan cinta.
Rudy jadi heran sendiri. Sebenarnya bagaimana sih kriteria cowok Ana? Seperti Roni yang mapan, ganteng dan romantis juga tidak. Seperti Boby juga di tolak. Padahal pria di hadapannya ini mayoritas digilai para wanita. Namun Ana tak tertarik. Sehingga Rudy berpikir lain. Mungkin Ana masih belum membuka hatinya.
"Gimana kabar Ana? Gue denger lo deket sama dia?"
Rudy hanya tersenyum tipis. "Hilang, kayak ditelan bumi. Dia gak pernah keliatan di sekolah. Cuma satu kali waktu Ujian Nasional, itupun gue gak sempet ketemu dia. Cuma cerita temen." Rudy mendesah.
Boby membuang puntung rokoknya. Sedikit heran karena sudah lama sekali ia tak menjumpai mantan gebetanya itu. Ah, kenapa Boby harus mengingat masalalu? Sedangkan di sampingnya ada masa depannnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ending for Alone On Editing (Completed)
RomansaTak selamanya seseorang itu sendiri. Tak selamanya seseorang itu terkena musibah. Sesuatu pasti indah pada waktunya. Tapi apakah itu benar? Mengapa gadis ini selalu dipermainkan keadaan. Seolah olah tak ada kebahagian yang tersisa untuknya. Kesalah...