|Part-15| Kehilangan,

3K 127 2
                                    

Berpasang-pasang mata menatap lurus ke depan. Bahkan mata itu enggan berkedip saking seriusnya. Dosen yang mengajar di situ menjelaskan dengan sangat jelas hingga kumis lebatnya bergerak naik turun. Dosen yang berwatak keras, berwajah datar dan yang terkenal paling killer itu berbicara hingga berbusa. Mau tak mau, semua mahasiswa yang masuk ke dalam kelas itu harus mendengarkan serius jikalau tak ingin nilainya jelek.

"Yah, jadi kalian semua mengerti?"

Semua mahasiswa reflek mengangguk-angguk. Tak ingin mendapat pelototan, mereka terpaksa mengaku paham daripada di bully oleh dosen mereka sendiri. Padahal, sebenarnya mereka semua tidak terlalu paham. Kata demi kata bergemuruh dalam kepala satu kelas itu. Mereka mencaci, memaki dan merutuki makhluk hidup yang sedang menerangkan di depan kelas.

Sementara itu, pemuda jangkung duduk di barisan depan dengan gelisah. Matanya memang benar menatap sang dosen. Tapi, pikirannya berkelana ke mana-mana.

Ada sesuatu yang mengganggu pikirannya. Tapi ia tak tau itu apa. Semacam perasaan cemas atau apa.

Tiba-tiba sang dosen mendekati meja Rudy dengan jakun yang naik turun. Ia menatap murid yang satu itu heran. "Rudy?" panggil sang dosen agak keras.

Pandangan Rudy masih menatap kosong papan tulis berisi ratusan huruf rapi. "RUDYYY!" Mata Rudy mengerjap-ngerjap. Ia kaget dengan suara dosennya itu.

"Kamu memperhatikan saya?" tanya dosen itu galak. Kumisnya melengkung ke sana ke mari dengan pelan. Matanya melotot.

Rudy membereskan alat tulisnya. Tanpa pikir panjang ia membawa tasnya dalam gendongannya. "Maaf pak, ada hal penting yang harus saya selesaikan," ujar Rudy langsung melenggang pergi meninggalkan kelas.

Semua mahasiswa melongo. Sedangkan sang dosen menatap anak didiknya geram. "MURID SIALAN!" bentaknya sambil menunjuk punggung Rudy yang mulai menjauh dari pintu dengan penggaris kayunya.

.

Rudy mendecak kesal ketika lampu lalu lintas berwarna merah menyala terang. Ia terpaksa mengerem motornya. "Arg... Sial," desisnya.

Ia menyapu pandangannya ke sekitarnya. Jalanan lebih macet dari biasanya. Ia mengalihkan pandangannya ke tepi jalan. Nampak sebuah restaurant cepat saji yang cukup mewah. Mata Rudy menyipit saat melihat dua orang gadis yang duduk di sana. Kacanya memang berwarna hitam, tapi Rudy yakin jika ia mengenal dua gadis yang terlihat sedang berbincang itu. "Mia dan Ana, eh?" Rudy menggeleng-geleng. Seingatnya rambut Ana panjang lurus, tidak bergelombang. "Bukan- Audrey!" Rudy mengoreksi.

Bipp... Bipp...

Rudy terkaget dengan bunyi klakson di belakangnya. Beberapa mobil membunyikan klakson. Rudy misuh-misuh, tapi ketika dilihatnya lampu lalu lintas berwarna hijau, ia seakan tersadar.

Ia segera memaju motornya dengan kecepatan tinggi. Yang ada di pikirannya hanya Ana. Ia tak tahu kenapa saat ini ia khawatir dengan gadis itu. Yang pasti ia harus cepat-cepat ke rumah Ana.

Rudy membelalakan matanya. Ia hampir menabrak kucing yang tiba-tiba melintas di depan motornya. Buru-buru ia menginjak dan menarik rem dengan sekuat tenaga hingga tubuhnya maju beberapa senti. Hampir saja. Dada Rudy memburu kencang, dan untungnya kucing itu tidak tertabrak. Jantungnya berdebar-debar, perasaan tak enak pun mulai menelisik hatinya.

Setelah menenangkan diri, Rudy melaju lagi dengan kencang. Jarak ke rumah Ana masih jauh, tapi perasaanya semakin tak tentu. Ada firasat aneh yang memasuki hatinya.

Rudy harus mengerem lagi dengan kesal. Perjalanan macet panjang. Ada sebuah mobil yang menabrak pohon besar. Sedangkan jenazahnya baru di evakuasi sehingga daerah situ terjadi macet. Di tambah lagi jam menunjukan jam pulang kerja. Bukan main kesalnya Rudy waktu itu.

Ending for Alone On Editing (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang