Sesuai apa yang direncanakan, Aamon mengunjungi rumah sakit lebih awal seperti kemarin. Tidak perlu bertele-tele, Aamon cepat mendatangi taman tempat mereka bertemu. Harap-harap jika saja Floryn ada disana sambil menyirami bunganya. Dan seketika harapan itu pupus usai Aamon sampai ditempat itu. Floryn tidak ada disana, justru ada seseorang yang telah memetik bunga Bellis dan hanya menyisakan beberapa tangkai saja.
'Floryn pasti sedih jika melihat ini.' Gumam Aamon.
Tak putus semangat, Aamon memilih bertanya pada resepsionis rumah sakit buat menanyakan kamar inap Floryn. Setelahnya, salah satu dari mereka mengantarkan Aamon menuju kamar Floryn dirawat. Saat di perjalanan, Aamon sempat berbincang-bincang dengan perawat tersebut mengenai Floryn dan ketika Aamon ingin menanyakan tentang penyakit yang diderita Floryn sebuah seruan menghentikan niatannya serta memberhentikannya langkahnya.
"Aamon!" Seru Floryn yang tak sengaja berpapasan dengan Aamon.
"Floryn! Kebetulan sekali, aku ingin bertemu denganmu." Aamon menghampiri Floryn lalu mengikis jarak diantara mereka, membuat Floryn sedikit memundurkan langkahnya.
"Ada yang ingin ku bicarakan." Sambung Aamon lagi. Ia menatap sendu pada Floryn yang menundukkan kepalanya seolah tak mahu melihat kearahnya.
"Se-sebenarnya aku pun pula mencarimu, ada yang mau ku bicarakan juga denganmu." Floryn bersuara pelan, lantas menyembunyikan paper bag yang ia bawa kebelakang tubuhnya.
"Baiklah, mari kita mencari tempat yang nyaman untuk mengobrol."
°°°°
Mereka duduk disebuah bangku koridor rumah sakit yang jarang dilewati orang. Aamon membukakan tutup kaleng minuman teh yang ia beli saat sebelum pergi kesini. Kemudian menyerahkan minuman tersebut untuk Floryn yang langsung diterima gadis itu. Ia juga mengambil satu minuman kaleng tersebut untuknya minum.Sebelum memulai berbicara, Aamon terlebih dahulu menghembuskan nafasnya serta melirik pada Floryn yang duduk berjarak satu bangku darinya. Aamon akui jika gadis disampingnya ini sangat lah manis. Bola mata safir bersama rambut senada buah persik dipadukan wajah halus dengan bibir ranum itu membuat mata Aamon tak sedikitpun berkilah. Jaket kebesaran yang Floryn pakai pun menambah kesan imut pada dirinya.
Ah, sejak kapan Aamon menjadi seorang pemuja rahasia seperti ini, bahkan tanpa ia sadari, dirinya suka memperhatikan dari segi hal kecil dari Floryn. Contohnya, jari jemari gadis itu yang kecil, bulu matanya yang lentik, pipinya yang selalu bersemu, keningnya yang tipis pun pula bibirnya yang kecil namun berisi. Jika dilihat dari segi fisik, sepertinya Floryn masihlah muda mungkin seumuran Gusion, pikirnya.
Aamon berdehem menetralisir segala pikirannya yang mulai kesana-kemari. Sedangkan Floryn yang ditatap intens oleh Aamon hanya menunduk dengan wajah memerah. Sudah cukup ia rasa keheningan ini, saatnya Aamon memulai rencananya.
"Floryn, aku ingin meminta maaf padamu atas perkataan ku waktu itu. Aku sadar bahwa perkataan ku itu menyakiti hatimu, seharusnya aku tidak menyinggung apa yang kamu sukai. Maafkan aku!" Aamon berujar tulus seraya menatap langsung pada mata Floryn yang kini juga menatapnya.
"Aku pun juga meminta maaf padamu sebab mengatakan hal itu. Mulutku tanpa sadar mengucapkannya, padahal tidak seharusnya aku berkata seperti itu." Ucap Floryn penuh sesal. Lagi-lagi Aamon terpana, Aamon tak menyangka jika Floryn memikirkan apa yang ia ucapkan kemarin. Padahal Aamon sama sekali tidak marah mengenai hal itu, malahan ia yang sangat merasa bersalah pada Floryn.
Floryn memberikan paper bag yang ia bawa tadi kepada Aamon. Aamon yang heran pun lantas mengambil dan melihat isi dalam paper bag tersebut, yang isinya berupa susunan buket kecil bunga yang tertata cantik dan apik.
"Apa ini?" Tanya Aamon kebingungan.
"Ini tanda permintaan maaf dariku. Kuharap kau menyukainya." Ucap Floryn seraya tersenyum simpul.
"Terimakasih, aku akan menyimpannya dengan baik." Balas Aamon. Matanya kembali pada buket bunga tersebut lalu mengambil satu tangkai Bellis lantas ia berikan bunga itu kepada Floryn.
"Untukmu, sebagai tanda terimakasih ku karna mau berbicara lagi padaku."
"Ah, terimakasih!" Floryn mengambilnya sambil tersenyum. Manik biru itu memperhatikan dalam pada setangkai bunga Bellis tersebut. "Meskipun katamu merawat bunga ini tidaklah menguntungkan dan akan mati juga pada akhirnya, tetapi bagiku itu tidaklah benar. Merawat bunga-bunga seperti ini membuat hati kita merasa tenang bahkan aku tanpa sadar selalu bersenandung kala menyiraminya. Kau tau, bunga yang layu itu bukanlah mati melainkan hanya berisitirahat saja toh nantinya akan tumbuh dan mekar lagi. Selain itu, bukankah daun-daun ataupun ranting-ranting juga tidak lah buruk, mereka juga terlihat indah." Floryn berucap panjang sambil sesekali tersenyum dengan rona merah menghiasi wajahnya.
Aamon terdiam sembari mencerna semua yang diucapkan Floryn. Setelahnya ia pun ikut mengukir senyum. 'Floryn memang gadis yang unik' batinnya.
Kedua insan itu pun saling berbincang-bincang membahas hal-hal tentang masing-masing, mau itu yang disukai ataupun tidak. Mereka sama-sama saling mengenalkan diri sampai waktu sore mengakhiri pembicaraan mereka.
Aamon menyadari jika sesuatu seperti terbuka pada seseorang itu merupakan hal yang menyenangkan, mengenali seseorang yang baru itu pun pula menyenangkan. Aamon meyakini jika saran dari Natalia adalah benar, bahwa dunia ini tidaklah buruk walaupun kejadian dua tahun lalu berhasil merenggut semuanya darinya, tetapi ternyata dunia pun memberikan segala nya untuknya.
Aamon bersyukur untuk waktu menyenangkan yang ia habiskan Hari ini. Aamon harap jika hari esok ia juga mendapat kebahagiaan yang sama seperti hari ini, semoga saja.
Bersambung...
KAMU SEDANG MEMBACA
Flowers In Winter ✅
Teen FictionAamon Paxley, pria yang memiliki sejuta talenta serta kekayaan itu merasa hidupnya masihlah buram. Bak kelabu gelap yang memutari jalan hidupnya. Harinya suram, hartanya tak mampu membuatnya bahagia. Hal tak terduga terjadi menimpa adiknya Gusion ya...