Epilog

160 12 3
                                    

(Dua setengah tahun kemudian)

Hembusan nafas itu terlihat jelas mengepul kala sang pembuatnya mendengus kasar. Musim dingin di tahun ini lumayan dingin, mungkin naik beberapa derajat dari pada tahun-tahun sebelumnya.

Kala seorang pria berumur 27 tahun itu tiba-tiba terdiam dihalaman rumah sakit Land Of Dwan. Iris kebiruannya memerhatikan dengan seksama pada sekitaran taman disamping tempat ia berada. Menurutnya ada yang berbeda dari taman tersebut, sedikit berbeda dari tahun-tahun kemarin.

Cukup lama ia bergurau dalam hati, tubuhnya mematung dipertengahan jalan keluar-masuk rumah sakit. Namun, semua senandika itu berakhir saat ia tiba-tiba merasakan tangan kanannya di genggam erat dari samping, membuat pandangannya kini beralih tuju pada sosok orang yang memang sedari tadi berada disana.

"Ada apa Suamiku? Apa yang kau lamunkan?" Lesley, orang yang sedari tadi berada disamping suaminya-- Gusion, merasa heran akan tingkah suaminya saat ini yang tiba-tiba saja terhenti berjalan usai mereka  memeriksa rutin kandungannya yang baru menginjak 5 bulan tersebut.

Gusion menggeleng pelan sembari tersenyum. "Bukan apa-apa Istriku, hanya saja aku merasa kalau taman ini agak berbeda dari biasanya." Balasnya lantas kembali memandangi taman tersebut, diikuti dengan Lesley yang juga mengikuti arah pandangan Gusion.

"Kau benar, sepertinya tahun ini Bunga Bellis lebih mendominasi di taman ini."

Ya, memang benar jika sekarang bunga Bellis Parennis sedang mekar dengan sempurnanya di tahun ini. Bahkan bunga tersebut seakan sudah menjadi ciri khas bagi rumah sakit Land Of Dwan dibeberapa tahun terakhir. Semua orang tau siapa yang menanam dan merawat bunga-bunga tersebut di setiap tahunnya, sampai sekarang pun orang yang merawat bunga tersebut masihlah rutin mengunjungi rumah sakit ini, walau hanya sekadar menyirami atau membersikan tumpukan salju di bunga tersebut di setiap harinya hingga sampai musim dingin itu berakhir.

Lagi-lagi Gusion merekahkan senyumannya. Melihat taman ini membuatnya tanpa sadar bernostalgia pada kenangan lama.

"Hai, Gusion. Hai, Lesley!" Sapa seorang wanita bersurai Dark Turquoise yang kini tengah berjalan menghampiri mereka.

"Hai juga Kak Vexana. Kakak mau kemana?" Tanya Lesley setelah wanita itu sudah mendekat.

"Ah, biasa ngantar makan siang buat Faramis," Sahut Vexana.

"Fufufu rajin sekali," Goda Gusion dengan nada sedikit mengejek.

"Namanya juga pengantin baru, Suamiku," Lesley menimpali.

"Astaga kalian ini membuatku malu, seperti tidak pernah merasakannya saja."  Vexana membalas sembari menyembunyikan wajahnya yang bersemu. Hal itu membuat Lesley dan juga Gusion terkekeh kecil melihatnya.

"Ayah!"

Gusion tersentak kala mendadak seorang bocah laki-laki berusia 5 tahun menghambur memeluk betisnya.

"Edward, ada apa Sayang?" Ucap Gusion sambil mengangkat tubuh bocah yang merupakan anaknya dan Guinevere tersebut ke gendongannya.

"Ayah kata ibu, itu emmm apa ya eee." Edward nampak berpikir mengenai pesan apa yang disampaikan oleh ibunya tadi padanya. Bocah tersebut memegangi kepalanya harap-harap dapat mengingat perkataan ibunya, namun nihil ia sudah lupa.

"Maaf Ayah, Edward cudah lupa apa yang  dipecan ibu." Ucapnya lesu, sehingga mengundang rasa gemas bagi mereka yang melihatnya.

"Tak apa-apa Sayang. Nanti kamu bakal ingat juga, kok." Balas Gusion sembari mengelus pelan surai squasy itu.

"Sayang! Apa yang kalian lakukan. Ayo cepat kemari, disana dingin. Kasian Lesley!" Seru nyaring Guinevere dari arah parkiran mobil yang tidak jauh dari mereka berada.

Flowers In Winter ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang