"Jaga omongan lo Meysha ...," bentak Zevan tak terima dengan ucapan adiknya itu, amarah Zevan mengumpul di dada. Deru nafasnya tak beraturan bahkan tangannya sudah mengepal dengan kencang.
"Bangsat, jangan teriak teriak depan muka gue, mulut lo bau bangke tau nggak sih," hardik Meysha sambil menjepit hidungnya dan mengipas-ngipaskan tangannya di depan wajah, sok terganggu oleh bau mulut Zevan.
Aliran darah di tubuh Zevan langsung naik, amarahnya ingin meledak saat ini juga ketika melihat Meysha merendahkannya di depan banyak orang. Tiba tiba saja pria itu mencengkram erat dagu Meysha, ia tak sanggup membendung amarahnya lagi. Raka dan Robert yang melihat itu langsung terkejut. Raka mencoba menasehati Zevan lewat bisikan tapi tak mempan.
"Lo udah keterlaluan Meysha, lo udah buat adek lo sendiri terluka, mana perasaan lo hah!" Zevan sangat geram, cengkramannya di dagu Meysha semakin mengerat. Pemandangan itu di tonton oleh penghuni kantin bahkan para pedagang pun banyak yang mengintip untuk menyaksikan keributan itu.
Ketiga sahabatnya ingin menolong. Namun Meysha mengisyaratkan untuk diam dan perhatikan saja.
"Zevan lepasin!" titah Robert tapi tak di indahkan oleh Zevan.
Meysha menepis tangan Zevan hingga cengkramannya terlepas. "Jangan sentuh gue, tangan lo najisin."
Meysha menatap mata teduh kakaknya itu dengan wajah memerah, netranya yang semula biasa saja tiba tiba berubah warna namun hanya beberapa saat sebelum kembali seperti semula. Zevan tentu melihat perubahan warna itu.
"Lo nanya tentang perasaan eh?" Zevan memalingkan wajahnya ke arah lain ketika mendengar pertanyaan dari adiknya.
"Perasaan lo semua juga ke mana pas gue jatuh dari tangga? Kalian semua cuman ngeliatin gue tergeletak lemah di lantai dan gaada inisiatif sama sekali buat nolongin." Meysha mendengus kesal.
"Lo dan saudara lo itu bahkan lebih milih buat ngebela orang asing daripada adik lo sendiri. Lo semua mencaci maki gue, bertindak keras sama gue, bahkan kalian hampir bikin nyawa gue melayang. Gue tanya, di mana perasaan kalian?" gertak Meysha di depan wajah Zevan, dadanya naik turun, ini sangat sesak jikalau mengingat bagaimana Meysha asli diperlakukan oleh manusia menjijikan di depannya ini.
Detik itu juga tangan besar Zevan menampar Meysha sekuat tenaga. Sialnya Meysha kurang gesit menangkis. Tamparan itu begitu kuat hingga terdengar nyaring, bahkan wajah Meysha sampai berpaling ke kiri. Sudut bibirnya juga robek karena tamparan itu.
"ITU KARENA SALAH LO SENDIRI ANJING, LO SELALU NGEBULLY AZURA SAMPAI DIA JATUH SAKIT, LO ITU MANUSIA PALING GA PUNYA HATI MEYSHA, LO CEWE IBLIS," teriak Zevan menggema, mengagetkan orang orang yang menyaksikan pertengkaran mereka di kantin, sungguh ia sekarang sangat marah akibat gadis cantik di depannya ini.
Meysha tersenyum miring dengan darah yang masih menetes, auranya berubah menjadi sangat menyeramkan, wajahnya tiba tiba mengelap karena tindakan Zevan barusan. Jari lentiknya lalu mengusap darah di bibirnya. Ia menendang bangku serta meja disekitarnya hingga lantai menjadi longgar. Semua orang berteriak histeris, bahkan Naya maupun Lala. Mereka seperti melihat jiwa lain dari Meysha.
Tanpa diduga Meysha langsung mengambil bangku di sampingnya dan melemparkannya kepada Zevan. Zevan yang tak ada persiapan pun langsung terlempar jauh. Kepala pria itu rasanya ingin putus akibat lemparan Meysha yang tak main-main, hidung Zevan langsung mengeluarkan cairan merah kental.
Meysha terkekeh mengejek ketika melihat hidung dan pelipis Zevan yang mulai mengeluarkan darah. Ia berjalan ke arah Zevan lalu tanpa aba-aba langsung menendang wajah pria itu hingga kepalanya terbentur keras di tembok belakangnya. Ia tanpa ampun meninju wajah tampan Zevan yang sudah mengeluarkan banyak darah.
KAMU SEDANG MEMBACA
METANOIA
Teen FictionClarisa Gladys Alexandre, putri tunggal keluarga Alexandre. Gadis anggun, dingin dan tak tersentuh ini adalah aktris muda multitalenta yang memiliki popularitas tinggi, jangan lupakan jika keluarganya sangat berpengaruh di dunia bisnis dan dunia baw...