03. Obatku Azzam

126 112 50
                                    

-Sudah sekian lamaku tak bisa membuka hati untuk siapapun karena memikirkan penyakit yang tak bisa pulih dan tak tau apa obatnya-

.
.

Yeahh...

Hari ini sangat senang karena hidupku terwarnai kembali dengan kedatangan Azzam yang kembali bersekolah. Meskipun sudah tidak sekelas dan kelasku belum mempunyai ketua kelas yang baru.

Berjalannya musyawarah untuk ketua kelas, semua murid menunjuk padaku termasuk walikelasku. Sungguh, aku menolak untuk menjadi ketua kelas.

Setelah akhir dari musyawarah ini, yang menjadi ketua kelas adalah Clara si cewe caper yang terkenal seangkatan.
Bisa dibilang kita enemy, karena kita mempunyai masalah di masa lalu yang sangat menyakitkan.

Lupakan saja, dan bel istirahat berbunyi. Tandanya, aku harus berlari dengan kecepatan yang tinggi untuk menemui sang kekasih. Ehh, salahh. Maksudnya menemui calon imam.

Salah lagi ya??

Aku pergi ke kelas Azzam yang lumayan jauh dari kelas ku dengan membawa bekal makanan untuk aku dan Azzam makan bersama.

Sesampainya tiba dikelas, suasana kelasnya sepi terkecuali mataku tersorot ke dua makhluk hidup berjenis kelamin berbeda. Dia Azzam dan,,, siapa?

Aku hanya bisa mengintip dan menguping. Perlakuan sicewe ke Azzam sangatlah seperti jalang yang sedang menggoda di club malam. Dia duduk di meja Azzam dan Azzam yang duduk di kursinya serta mengelus rambut Azzam.
Dari raut wajah Azzam pun seperti tertekan.

"Ada apa nich?!"

Dengan keberanian setipis tisu, aku masuk dan menghampiri mereka berdua.

Mereka terkejut..

Azzam berdiri dan menggandeng tanganku lalu pergi dari kelasnya menuju taman lab belakang yang dulu terjadinya rumor.
Pipiku sedikit merah karena mendapatkan perlakuan dari Azzam secara tiba-tiba. Wanita itu pasti cemburu padaku, hahaha.

Kita duduk di bawah pohon yang dulu disaat Azzam masa masa cuek padaku.
"Maaf." satu kata lirih keluar dari mulut Azzam.

Aku memasang wajah bingung, kenapa?
Dia hanya diam tak menjawab. Tidak ambil pusing, aku memberikan bekal yang isinya roti untuk kita makan berdua.

Orang-orang sekitar melihat kita dengan pandangan yang menjijikkan layaknya melihat sampah yang bau dan kotor.
Pantas saja Azzam bilang maaf dan wajahnya yang menunduk sendu.

"Udah, jangan pedulikan mereka. Atau kita pindah saja ke rooftap yuk?" ajakku dan mencoba menenangkannya.

Dia pun mengangguk dan mengikuti dibelakangku. Sesekali aku menegurnya untuk berjalan berdampingan.

Akhirnya dengan anak tangga yang cukup banyak, kita sampai di tempat tujuan. Pemandangan diatas sangatlah indah.

Azzam langsung duduk meringkuk di permukaan rooftap dan melihat ke langit yang terlihat cantik diatas sana.

"Eh kotor atuh Zam!"

Sang pemilik nama pun menoleh sembari tersenyum. Tak lama, aku duduk bersila disampingnya melakukan hal yang sama.

"Indah banget ya Zam, sekarang langitnya cerah, cantik, perfect." ujarku membuka pembicaraan.

Dia hanya tersenyum, dan berkata, "Iya Griz, kayanya seru deh kalo aku tinggal di sana." balasnya masih tetap melihat langit.

Sekarang bahasa kita berbeda, yang dulu selalu kasar dan selalu berantem. Sekarang rasanya sedikit canggung dan kita berdua memilih bahasa yang halus.

Aku tersenyum setelah mendengar jawaban fantasi dari seorang Azzam.

GRIZELLE (HIATUS)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang