06. Aku apa?

111 107 34
                                    

-Seakan-akan semesta tak mengizinkanku untuk bahagia hanya untuk sehari saja-

Kedua mataku melihat manik legam miliknya. Terlihat raut wajah yang sangat cemas diperlihatkan olehnya.
“Mana bapakmu!” pekik salah satu dari mereka yang mungkin ketuanya.

Apa yang sebenarnya terjadi?

Lelaki memakai hoodie kotak-kotak itu menyuruhku pulang atau menjauh dari tempat itu. Aku yang tak bisa berbuat apa-apa dan bingung apa yang terjadi, aku hanya diam mematung tak mengubris.

“Grizelle.” panggilnya membuat lamunanku buyar karenanya. Aku menatap azzam penuh tanda tanya. “aku bilang, kamu pergi!” kalimat itu penuh penekanan yang membuatku tercengang, karena azzam yang notabene belum pernah melontarkan kalimat apapun dengan nada yang penuh penekanan.

Sebisa mungkinku menahan air mata tapi telah terkumpul di pelupuk mata. Aku pergi tanpa ada kata perpisahan diantara kita,

Kenapa dia?

Aku tak langsung pulang, kini aku terjongkok didepan sebuah ruko yang sudah tutup yang berada di ujung belokan rumah azzam.

Dari kejauhan terdengar suara-suara dari orang-orang itu dengannada bicara yang tinggi satu sama lain tapiku tak mendengar balasan Azzam.

Bughk!

Buaghk!

Pecah, air mataku tak bisa terbendung lagi. Aku tak menyaksikan perkelahian yang terdengar samar-samar itu. Aku tak bisa berbuat apa-apa aku bukan ahli beladiri yang bisa melawan orang-orang brengsek itu.

Ada ya orang selemah aku yang membiarkan orang lain terluka. Ada ya orang yang sejahat aku. Gunaku apa sih sebagai manusia hidup?

Mengapa dia tidak menceritakan apapun padaku? Dianggap apa aku? Siapa aku? Apa aku? Apa dia meragukan ku? Aku siap menjadi pendengar mekipun masalahku saja tak pernah didengar oleh siapapun.

//

Mataku bengkak, setelah melihat cermin kamar yang memperlihatkan wajah yang bukan aku. Sangat berbeda.

Seberapa kencangnya kumenangis malam tadi?

Sanggup untuk sekolah, aku siap-siap pergi ke sekolah dan memakai kacamata bening bulat agar tidak terlalu terlihat seberapa bengkak mataku.

Berapa kali kak monata menanyakan apa yang terjadi? Aku tak menjawab dan melanjutkan kegiatan meangisku dimobil menuju pulang, waktu itu.

Ia memahamiku yang belum bisa bercerita. Orangtuaku telah tidur nyenyak dan tak bisa melihatku pulang dengan keadaan bengkak seerti ini.

Bergegas, aku mengambil ranselku dan menuruni tangga untuk makan bersama kak monata, papa, dan juga mama yang sudah siap makan menungguku.

Mereka bertanya kenapaku memakai kacamata?
Salahku, kenapa tidak disiapkan jawaban dari awal?

“ah, itu mah. Kemarin pulang, dia sakit mata terus bengkak. Makannya pake kacamata biar gak nular. Yakan Griz?” kata kak monata dengan membulatkan mata dan aku paham kode itu.
“iya pah, mah. Udahlah gak pa-pa kok.” Jawabku.

Mang supran yang menjadi supir pribadiku menanyakan keadaanku setelah membuka kacamata dan ia melihat mataku yang seperti disengat lebah

“Sakit gak non?"

“Gak kok, gak sakit.”
yang sakit mentalku, lanjutku dalam batin.

Dipertengahan jalan, tersadar bahwa jika dari kemarin malam, aku tak membuka ponsel sama sekali.

GRIZELLE (HIATUS)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang