07. Diary

112 108 42
                                    

-Dimana titik kebahagiaanku?-

Sangat lega setelah saling melempar maaf dengan Azzam di sekolah dan ia memberitahu jika dia pun ikut terpilih di sleksi seni budaya.

Aku melangkah dan duduk di kursi belajarku,

Berniat untuk belajar karena esok ujian harian pelajaran sains. Tak sengaja aku menemukan diary ku dilaci yang paling bawah dan sudah lama aku tak membukanya.

Aku membersihkan debu-debu yang menempel di sampul buku itu dengan tanganku.

Otomatis tanganku langsung membuka halaman yang menunjukkan 14 tahun yang lalu.

Ibu,, anakmu belum cukup dewasa menampung semua rasa sakit ini. Tak ada yang mau berteman denganku bu. Semenjijikan kah aku dimata semua orang termasuk ayah? Kenapa ayah tak mau menerima hadiah manusia lidi yang aku buat? Sesibuk apa ayah? Apa ibu merasakan yang aku rasakan? Aku menyerah bu, tak ada lagi bahu yang dijadikan sandaran buatku. Siapa?

Lembar demi lembaran ku buka dengan rasa takut dan tangan yang memegang buku itu terasa bergetar mengingat dulu.

Hey, apa ada orang yang tahu perasaanku sekarang? Siapa orang selanjutnya yang baik setelah ibu dan bu Lala? Hidupku berantakan tak bisa diutuhkan kembali, mungkin bisa namun masih tetap membekas rasa sakit ini. Suara itu menjadi makanan sehari-hariku. Apa tidak ada suara yang lembut untuk sehari saja?
Omg Griz! Kamu gak berguna, lemah, cengeng, lebay. Menarik apa kamu griz? Semua orang membenciku termasuk aku yang membenci diriku sendiri. Kulihat temanku pergi berlibur dengan keluarganya yang hangat penuh candaan dan senyuman yang digambarkan keluarganya. Ya, aku bodoh.

Lembaran yang kubaca itu seketika basah karena air yang jatuh dari mataku. Anak kecil yang malang, semenyedihkannya aku dimasa kecil? Aku mengambil pena dan mulai menulis dilembaran baru yang kosong.

Bagaimanakah kabar dirimu? Dan bagaimanakah kabar diriku?
Jawabanmu sudah terjawab Grizelle kecil, orang selanjutnya yang mengganti orang-orang baik adalah Azzam. Aku tak mau lagi kehilangannya. Dia ada satu.
Sekarang Grizelle sudah dewasa, mendapatkan keluarga yang sibuk masing-masing. Itupun tak apa. Sekarang aku punya teman dan tetap saja, aku merasa kesepian. Aku harus pulang kemana? Sejahat itu ya aku? Grizelle kecil, kamu hebat dan masih ada sampai saat ini. Kamu masih kecil kok kuat? Kenapa Grizelle gadis ini selalu rapuh tak bisa berdiri dan seolah hanya satu kaki yang menopang kehidupannya.

Aku menarik nafas dan melanjutkan menulis,

Aku sakit, entah fisik maupun batin. Selalu merasa pusing dan pandangan yang seperti semua benda disekelilingku bergetar bak gempa bumi disaat melamun dan selalu dengan fikiran yang kosong. Merasa capek dengan kehidupan, benci dengan semesta, tapi sekarang semesta baik mengirimkan Azzam untukku. Percuma, cerita sana sini tak ada yang mendengarkanku. Semangat buat Grizelle. Entah, Azzam lah yang mengajariku cara mecintai diri sendiri dan terus semangat.

Tak sanggup, aku menutup kasar buku yang bersampul biru itu dan menundukkan kepala sambil memukul kepalaku dengan buku itu beberapa kali.

Berapa kali aku tak dihargai oleh siapapun, dan hanya ibu yang baik!

Tuhan, boleh aku tidur disamping ibu? Jika boleh antar aku bertemu ibu. Aku rindu ibu.

Aku melihat lenganku yang dilingkari gelang biru muda dengan animasi Doraemon mini. Ini pemberian satu-satunya yang diberikan ayah meskipun disaat keadaan yang memberikanku luka yang tak bisa disembuhkan.

Aku menangis terisak, lagipula Tak ada yang bisa mendengarkan ku. Karena mereka-kelurga-sibuk masing-masing.

Setiap melihat gelang ini dengan sengaja, disanalah deru nafasku kembali berat dan terasa sesak dibagian dada kiri seraya mengingat kejadian yang lampau dan seharusnya segera di delete.

GRIZELLE (HIATUS)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang