Aku masih ingat hari dimana kamu menelepon ku dan mengatakan bahwa aku lebih dari segalanya.
Kamu bilang jika aku orangnya, karena aku tetap menjadi prioritasku, jika kamu masih tetap mengutamakan ku dibanding mereka.
Tapi nyatanya tidak.
Bukan aku orangnya, ya kamu bilang memang hanya aku orang yang menjadi tempat cerita terbaikmu.
Tapi ternyata menjadi tempat cerita saja tidak cukup, karena aku hanya menjadi tempat ceritamu, bukan orang yang kamu harapkan untuk tetap bisa menetap bersama.
Atau memang aku yang salah karena tidak mengiyakan saat kamu mengucapkan kalimat yang paling aku tunggu.
Tapi jika waktu itu aku mengiyakannya, aku akan semakin terluka karena memulai sesuatu dari hasil merebut.
Kamu pikir kamu tidak selingkuh dari dia karena kita tidak ada hubungan apa apa, tapi kamu salah nyatanya kamu sudah selingkuh.
Semua pesan dengan penuh kata kata manis yang kamu dan aku kirimkan sudah menjelaskan semuanya.
Kamu jahat karena mengetuk pintu dan akupun sama jahatnya karena mempersilahkan kamu untuk masuk.
Kita sama jahatnya karena telah melukainya.
Tapi kamu lebih jahat padaku, kamu diam diam memulai cerita baru dengan dia yang bahkan aku sendiri tidak tau apapun tentangnya.
Kamu tau, hari dimana aku melihat dia memposting tentang dirimu.
Semua obrolan manis kita semalam tiba tiba saja menjadi hambar.
Aku tidak tau harus berbuat apa, tangan ku gemetar tanpa henti pada saat itu, kamu seolah menganggap semua perasaanku hanya candaan.
Saat aku bertanya siapa dia hanya untuk sekedar memastikan apa posisiku tetap sama.
Dan jawabannya iya.
Aku masih sama, masih menjadi bayang bayang di balik layarmu.
Akhirnya aku memilih pergi, aku tidak berpamitan tapi aku hanya menghilang secara perlahan.
Aku mulai mengerti apa posisiku selama ini.
Dan aku mulai membiasakan diri tanpamu.
Tahun kedua
KAMU SEDANG MEMBACA
Semua Tentang Kamu
RastgeleKarena dia adalah prosa paling sempurna yang aku cipatakan dalam setiap tokoh yang aku buat