Penyerangan Para Bandit

4 3 0
                                    

Xeian dan Luoin sudah bangkit dan bersiap menghadapi para bandit itu. Xeian yang lebih dulu menyerang, sedangkan Luoin dia menuntun para pengunjung lain untuk masuk ke kamarnya masing-masing dan menyerahkan penyerangan ini pada mereka berdua.

Setelah memastikan para pengunjung itu selamat, dia segera membantu Xeian. Sebenarnya, kemampuan bandit itu tidaklah hebat. Gerakan pedangnya pun terlihat asal-asalan tanpa adanya teknik berpedang. Sungguh mudah dihadapi. Hanya saja, jumlah mereka yang cukup banyak membuat Xeian kewalahan, karena pemuda itu tidak ahli dalam pertarungan keroyokan seperti ini.

Berbeda dengan Xeian yang kesulitan, Luoin justru sangat santai, dia bahkan tidak mengeluarkan pedangnya. Telapak tangannya dengan lihai menangkis pedang yang terarah padanya. Tanpa membuat dirinya terluka, Luoin mendorong para bandit dalam jangkauannya. Pukulannya mengandung tenaga dalam yang mampu menunbangkan lawan.

Merasa musuhnya habis, Luoin segera membantu Xeian. Dia menendang sebuah pedang didekatnya dan langsung mengenai seorang bandit yang menyerang Xeian dari belakang. Luoin meloncat dan berdiri di atas belakang Xeian.

"Menunduk."

Xeian menurut, begitu banyak pedang terarah pada lehernya, Xeian segera menunduk. Bersamaan dengan itu Luoin melempar pedangnya dan mengenai seorang bandit, dengan gerakat cepat dia berdiri di tengah lingkaran pedang itu dan menendangnya. Membuat kacau lingkaran itu dan menghempaskan para bandit. Gerakannya sangat cepat hampir tidak bisa diikuti oleh mata telanjang.

Luoin sekali lagi menendang sebuah pedang di dekatnya saat melihat seorang bandit berusaha berdiri. Setelah memastikan semuanya mati, barulah Luoin menghampiri Xeian yang memiliki luka gores di bahu.

"Duduklah, aku akan membantu mengalirkan tenaga dalammu."

Xeian yang ngos-ngosan, menegakkan tubuhnya saat duduk. Di belakangnya Luoin menempelkan telapak tangan di bawah luka itu menyalurkan tenaga dalamnya.

"Tenaga dalammu kacau, sarafmu pun banyak kerusakan. Sungguh menyedihkan."

Luoin membantu Xeian berdiri dan berjalan menuju kamarnya.

"Kau tahu mengapa ilmu keabadian itu dilarang?"

Luoin yang hendak keluar dari kamar Xeian mengurungkan niat. Tertarik dengan topik yang diucapkan Xeian. Akhirnya dia memilih mendudukan diri di sebuah alas duduk dan meminum arak yang ada di atas meja.

"Tak ada makhluk yang abadi, ingin menjadi abadi artinya ingin melawan ketentuan langit, tentu saja akan mendapatkan hukuman dari langit," jawab Luoin.

"Kau benar. Namun, sejak awal aku sudah melawan langit. Untuk menguasai ilmu keabadian salah satu syaratnya adalah kematian. Tidak benar-benar mati, sih, tetapi sekarat. Melawan takdir, jika beruntung kau akan selamat dan abadi, jika tidak kau akan mati," ucap Xeian memberitahu.

"Hanya itu saja?"

Xeian menggeleng. "Setiap orang yang memakai metode ini harus memberikan pengorbanan. Seperti ingatan, tenaga dalam, ilmu berpedang, kehilang penglihatan, pendengaran, kemampuan bicara, apa pun itu harus ada yang dikorbankan yang berasal dari diri sendiri."

Luoin masih sibuk menyimak.

"Aku tidak ingin mengorbankan ingatanku, karena harus ada orang yang aku bunuh, aku pun tidak ingin melupakan dendam dan orang-orang penting dalam ingatanku. Aku juga tidak bisa mengorbankan teknik berpedang, musuhku ini orang yang hebat dan kuat. Aku membutuhkan kekuatan untuk membunuhnya."

"Jadi apa yang kau korbankan? Kau masih bisa melihat dan mendengar, saat makan pun kau bisa membedakan rasa manis dan pedas."

Xeian menatap Luoin dari ranjangnya. "Aku mengorbankan meridianku. Selamanya aku tak bisa menguasai sihir lagi."

"Bodoh, bukankah sihir lebih penting dari pada teknik berpedang. Jika kau bisa sihir, kau bisa mengendalikan pedang." Luoin menghampiri Xeian. Tangannya terulur memeriksa nadi pria itu.

"Yang dikorbankan haruslah yang berharga, semakin berharga semakin besar peluang untuk berhasil menguasai ilmu keabadian ini. Saat itu, ilmu sihirku adalah yang terbaik."

Luoin mengangguk mengerti.

"Sebenarnya apa yang membuatmu begitu ingin keabadian? Bukankah kau bilang harus membunuh seseorang. Bagaimana jika orang itu sudah mati?"

Xeian menggeleng lemah. "Dulu, lima ratus tahun yang lalu, kerajaanku diserang oleh hantu ganas hanya untuk menjadikan dirinya raja hantu. Hantu itu benar-benar keji, dia benar-benar membunuh seisi negeri. Dia membunuh orang tuaku. Entah ini keberuntungan atau apa, aku diselamatkan oleh teman guru. Dia seorang ahli beladiri, dia yang mengajariku ilmu beladiri, tetapi dia tidak mengizinkanku untuk membalas dendam. Kau tahu saat itu guruku pernah berkata, "Raja hantu itu menghancurkan negerimu hanya dalam satu malam, kau tidak bisa melawan orang sekuat dia." Aku hanya tertawa, aku menjawab, "Aku tidak takut padanya! Aku pernah berhadapan dengannya dan saat ini aku masih hidup." Aku tak peduli meski tak ada yang mendukung, aku tetap ingin membalaskan dendam. Membunuh raja hantu itu ratusan kali, tidak! Aku akan membunuhnya ribuan kali!"

Luoin sibuk menyimak, tetapi matanya tidak berbohong dia menyorot Xeian dengan tatapan kagum, cemas, panik dan juga tertarik.

"Kau bilang pernah bertemu dengan raja hantu itu?"

Xeian mengangguk. Tangannya meremas cangkir dengan kuat. "Saat itu aku masih delapan tahun. Aku melihat ibu dan ayahku terkapar, aku berusaha membangunkannya tetapi itu sia-sia. Guru menghampiri dan memintaku pergi. Sembari menangis dia berkata, "Pangeran pergilah, kau harus hidup, kau harus membuat kerajaan dan negeri ini menjadi hidup makmur kembali. Hingga saat itu bersembunyilah." Padahal aku berkata ingin membunuh hantu itu." Xeian meringis, lalu melanjutkan ceritanya, "Aku berkata pada guru, "Meski balas dendam adalah hal yang dibenci langit dan Jika langit menghukumku karena menuntut keadilan kematian orang tua dan rakyatku, maka aku sendiri yang akan menuntut langit. Bagaimana pun nyawa harus dibayar nyawa." Saat mengatakan itu, aku melihat hantu itu datang. Aku bersiap membunuhnya, tapi, hanya dengan pukulannya yang bahkan tidak mengenaiku, aku terpental dan tak sadarkan diri."

Luoin hampir terkekeh di akhir cerita Xeian. Untung saja Xeian melototinya sehingga dia berhasil menahan tawanya.

"Jadi alasanmu ingin keabadian, karena lawanmu pun makhluk abadi?"

Xeian hanya diam. Beberapa saat kemudian barulah dia menjawab, "Aku berpikir, dengan abadi aku bisa lebih tenang untuk berlatih. Lagipula musuhku bukan orang yang mudah mati. Karena itulah, Luoin apa tawaranmu masih berlaku?"

Luoin menautkan alisnya. Mencoba berpikir, tawaran apa yang dia berikan pada pemuda itu.

"Tentu, kau mau menjadi muridku? Aku tidak begitu ahli dalam beladiri, tetapi aku bisa memastikan satu hal. Ingat baik-baik, jika kau bisa mengalahkanku maka kau bisa mengalahkan musuhmu itu." Luoin berkata serius dan penuh keyakinan.

"Benarkah?"

"Tentu! Jadi mulai sekarang, menurutlah padaku."

Kisah XeianTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang