Luoin membimbing Xeian dengan hati. Matanya melotot ke arah Shyan, memberi isyarat agar pria itu menyingkir dari kursinya. Luoin adalah pria baik yang tahu cara menjamu tamu, karena itu dengan hati-hati dia meminta Xeian untuk duduk di sana dan memperhatikan aksinya.
"Tuan ternyata kau sudah kembali," ucap Shyan basa basi hanya untuk menegaskan kehadirannya.
"Aku sudah berada di sini cukup lama. Apa tak ada yang ingin kau sampaikan guru?"
Entah perasaan Shyan saja atau memang benar, tak ada rasa hormat saat Luoin memanggilnya 'guru' melainkan hanya cemoohan saja.
"Sungguh terhormat mendapat panggilan 'guru' dari Tuan. Sungguh terhormat."
Xeian tidak tahu apa yang terjadi, dirinya bahkan belum berkedip, tetapi leher Shyan sudah berada di tangan Luoin.
"Jadi, apa saja yang sudah diceritakan guru ini tentangku? Ah, Xeian. Kau pasti merasa bosan saat mendengar ceritanya. Padahal kulihat kau sangat antusias."
Xeian memutar bola matanya malas. Lalu, mengambil cangkir anggur di sampingnya dan berniat untuk minum. Namun, tanpa persetujuannya sebuah tangan merebut cangkir itu. Setelahnya terdengar bunyi dentaman keras antara sesuatu dengan tembok.
Xeian membulatkan mata pada Luoin. Bukan karena cangkirnya yang direbut, melainkan pada tubuh Shyan yang dilemparnya begitu keras.
"Cangkir ini bekas dia. Jika kau haus akan kuambilkan cangkir yang lain."
Xeian membuang muka, dia meraih kendi arak itu dan siap menegaknya langsung. Menolak niat baik Luoin tanpa suara.
"Jika kau ingin tahu masa laluku, kau bisa menanyakannya. Akan kuceritakan segelanya padamu."
Xeian bangkit, "Tidak perlu. Aku tak berniat berbelas kasih pada musuhku. Kau sudah selesai dengan dia?"
Luoin mengangguk dua kali. "Sudah. Kau boleh membunuhku sekarang."
Xeian yang sebelumnya bersemangat tiba-tiba saja kehilangan semangatnya. Melihat Luoin merentangkan tangan dengan wajah tenang dan tersenyum, membuatnya sebagai orang jahat. Xeian benar-benar tidak nyaman dengan situasi seperti ini. Sebelumnya dia sudah membayangkan akan sehebat apa pertarungan antara dirinya dengan Luoin, bukan malah seperti ini.
"Setidaknya sebelum kau mati, aku ingin tahu alasanmu membunuh orang tuaku."
Luoin menurunkan tangannya. Dia tersenyum geli mendengar pertanyaan Xeian. Jelas sekali pemuda itu tidak bisa menghilangkan kebiasaan buruknya. Selalu ingin tahu dan penuh pertanyaan.
"Bukankah aku sudah mengatakan bagaimana caraku membalas dendam, 'Bukan hanya dirinya yang akan aku bunuh, keluarga, saudara, teman. Tidak! bahkan lebih luas lagi. Aku akan membunuh siapa pun yang mengenalnya' kau ingat?"
Xeian mengangguk tak berminat, "Siapa yang membunuh orang tuamu?"
Luoin tidak langsung menjawab. Hingga Xeian bertanya hal yang sama untuk kedua kalinya, barulah satu kata keluar dari mulut Luoin dan membuat Xeian tertegun. "Ayahmu."
Sebagai anak dia ingin membela ayahnya. Namun, bagaimana dia harus membelanya? Apa yang harus dia katakan? Satu-satunya yang dia pikirkan adalah, "Kau tak harus menghancurkan seisi negeri juga, 'kan?"
Luoin menghampiri Xeian dan terduduk di kursi yang lain. "Kau tak akan mengerti, sejak kecil aku hanya hidup dengan ayah dan ibuku di sebuah gubuk tua. Makan saat lapar, bermain saat siang dan tidur saat malam. Hidupku benar-benar bahagia bukan? Lalu dalam semalam semuanya berubah. Kau ingat cerita pertama yang kuceritakan padamu? Tentang seorang pemuda anak bangsawan? Dia adalah ayahku. Padahal saat itu ayahku sudah berhenti menggunakan ilmu gelap dan memilih bertani, kami tak pernah menyinggung siapa pun bahkan para tetangga pun tidak pernah."
Luoin menjeda ucapannya, mengambil sebuah apel dan menggigitnya, lalu melanjutkan cerita dengan mulut mengunyah.
"Malam itu, beberapa prajurit datang menjemput ayah, dia bilang raja memanggilnya dan memintanya untuk mengabdi pada kerajaan. Ayah tak bisa menolak dan aku justru senang, menyombongkan pada teman-temanku bahwa ayah tinggal di istana."
Apel di tangan Luoin habis, kali ini dia beralih pada jeruk, sambil bercerita.
"Satu bulan kemudian, ayah pulang, wajahnya sangat mengerikan, benar-benar mengerikan. Luka sayatan dan lembam memenuhi tubuhnya. Ibu bergetar dan menangis, aku tidak ingat mereka mengatakan apa yang pasti malam itu aku diusir pergi. Saat aku keluar dari rumah di sana sudah banyak prajurit. Aku ketakutan dan pergi ke ladang dan bermalam di sana. Pagi harinya saat aku kembali, kedua orang tuaku tinggal mayat. Wajah ibu yang cantik sangat menjijikan, jika saja aku tak mengenali pakaiannya, aku tak akan percaya itu ibu. Keadaan ayahku bahkan jauh lebih mengenaskan, kepalanya sudah berpisah dengan badan, tangannya entah di mana. Kakinya, aku ingat kakinya ada sebuah selokan."
Luoin mengatakan semuanya dengan wajah datar, seolah bukan kisah menyedihkan orang tuanya yang sedang dia ceritakan. "Hanya satu hal yang aku sesali saat itu. Aku tak bisa menangis, aku membawa mayat mereka berdua untuk menguburnya seorang diri." Luoin menekankan kata 'seorang diri' membuat Xeian sangat paham maksudnya.
"Namun lagi-lagi para bajingan itu menghentikanku. Dia berkata, "Tak perlu menguburkannya, raja bilang lenyapkan saja. Kau jika masih ingin hidup pergilah! Biarkan kamu yang membakar kedua mayat itu. Benar-benar tragis. Aku sangat marah dan menghajar mereka, dengan luka yang luar biasa sakit aku berlari menuju istana meminta keadilan atau setidaknya alasan, mengapa orang tuaku dibunuh? Kau tahu ayahmu mengatakan apa, dia bilang, "Orang yang tersesat selamanya akan tersesat. Terlahir sebagai keturunan orang sesat adalah kesialan dan aib." Lalu dia meminta prajurit membunuhku. Eksekusi kematianku di depan umum. Semua rakyat Xeilu menyaksikannya! Setelah berpidato tak penting aku dipenggal. Namun sebelum itu, dia menyelamatkanku." Luoin menunjuk ke arah Shyan. "Dia bilang akan membantuku balas dendam, hanya saja agar bisa melakukannya aku harus mati sekali dan menjadi hantu. Tentu saja aku setuju! Beberapa tahun kemudian aku menghancurkan kota tempat ayahku lahir dan diusir. Raja terdahulu sudah sangat tua, aku langsung membunuhnya waktu itu dan menjadi raja hantu, tetapi bukan itu tujuanku. Kau mengertikan?"
Xeian tak mengatakan apa pun lagi, kerongkongannya terasa kering. Melihat wajah Luoin yang tenang saja membuat Xeian merasa prihatin dan membayangkan betapa menyedihkannya hidup pria itu. Dia tidak bisa membayangkan, jika Luoin menunjukkan wajah melas, mungkin saat itu juga niatnya untuk balas dendam terkikis.
Luoin itu ... Xeian kembali menuangkan arak ke mulutnya. Hampir saja dia terlena dan melupakan balas dendamnya.
"Xeian, sejak kapan kau menyadarinya?"
Xeian menatap ke ubin, suaranya bergetar saat dia berucap, "Rumahmu, saat aku menantangmu. Caramu memegang pedang tidak asing bagiku, setelah kuingat kembali, orang yang membunuh orang tuaku memegang pedang persis seperti dirimu. Jadi mengapa waktu itu kau membebaskanku?"
"Tak ada alasan, anggap saja keberuntunganmu atau kau bisa menganggapnya sebagai takdir."
KAMU SEDANG MEMBACA
Kisah Xeian
FantasyPembantaian negeri Xeilu dalam satu malam, masih menjadi cerita yang mendunia meski sudah lima ratus tahun berlalu. Katanya, pelaku pembantaian itu adalah hantu ganas yang kini menjadi raja hantu. Tak ada yang mengetahui, bahkan dalam cerita yang te...