Pertempuran Yang Membelah Langit

2 1 0
                                    

Luoin selesai berbasa basi, sedangkan Xeian masih terkunci dengan pikirannya sendiri tidak menyadari Luoin yang menatapnya dengan tatapan aneh. Tak ada tanda-tanda Xeian akan menyerangnya, jadi Luoin berinisiatif menyerang lebih dulu.

"Kau tahu, menghancurkan seisi negerimu bahkan tidak membuatku merasa puas."

Begitu tersadar, Xeian segera menangkis pedang Luoin dengan pedangnya. Kilatan marah terlihat jelas di mata Xeian. Entah marah karena pernyataan atau sikapnya yang pasti saat ini Xeian sangat marah pada pria itu.

"Mati saja kau!"

Luoin nenyembunyikan rasa senangnya di balik wajah datar. Emosi Xeian meluap seketika, gerakannya menjadi lebih agresif dan tak terduga. Tidak seperti sebelumnya, kali ini Luoin mengerahkan seluruh kemampuannya. Aura pekat dari keduanya saling bertemu membuat situasi yang sangat menegangkan. Bahkan langit di luar pun ikut menjadi gelap.

Para hantu yang awalnya berlarian memasuki tempat raja, kini mulai pergi menjauh. Hanya dalam waktu lima menit, ruangan itu hancur. Merasa medan perang terlalu kecil, Xeiannya menebas atas ruangan. Hanya dalam dua tebasan berhasil memberi retakan dan guncangan. Atap ruangan itu ambruk.

Luoin yang melihat Xeian terbang ke luar segera mengikuti. Aura membunuh mereka hampir menyelubungi seluruh lembah. Sebenarnya, Lembah hantu adalah bagian yang terpisah dari dunia manusia, keberadaannya tidak diketahui dan tak pernah diketahui. Namun, peperangan ke dua orang ini berhasil membuat para pendekar dan ksatria di alam manusia merasakan keberadaannya.

Para hantu menjatuhkan diri ke tanah, entah aura milik siapa yang berhasil membuat mereka bertekuk lutut, bahkan pingsan.

Sejak awal Luoin hanya fokus pada Xeian, dia tidak memperhatikan sekitar. Dia pun terlihat tidak peduli jika serangannya mengenai hantu yang lain dan Xeian dia tidak sebaik hati itu untuk mempedulikan para hantu.

Dalam pertarungannya mereka selalu seimbang sehingga mereka terus memaksakan diri dan bergerak lebih cepat. Berjuang-juang mati-matian agar lebih unggul dari lawan. Xeian mengumpulkan semua tenaga sihirnya dalam pedang, mempertaruhkan segalanya dengan keinginan membuat kalah pihak lawan. Namun nyatanya, Luoin pun melakukan hal serupa.

Wajahnya masih setenang biasa, tetapi siapa pun yang melihat akan merasa takut karena menyadari kemarahan yang luar biasa di matanya. Xeian maju lebih dulu, jarak mereka hanya terhalang sepuluh meter, karena keduanya saling berlari menghampiri mereka bertemu di jarak lima meter.

Pedang mereka beradu, membentuk tanda silang dengan bunyi seperti sebuah bom yang meledak. Bersamaan dengan bertemunya kedua pedang itu, langit seolah terbelah. Awan hitam yang menutupi langit terpisah menjadi dua. Hingga menunjukan langit yang berwarna jingga.

Xeian terbatuk darah dan mundur sepuluh langkah, sedangkan Luoin dia menancapkan pedang ke tanah, berusaha menopang tubuhnya agar tetap berdiri. Keadaan mereka berdua tidak jauh lebih buruk satu sama lain.

Melihat Luoin yang melemah, Xeian berniat menyerang, mengabaikan rasa sakitnya dia kembali menerjang. Luoin dengan gerakan cepat meloncat, menumpu seluruh tubuhnya pada pegangan pedang. Sebelum serangan Xeian sampai dia sudah mencabut pedang itu dan menghindar.

Pertempuran mereka masih berlanjut, tak peduli seberapa buruknya penampilan mereka. Tak ada yang berniat untuk menyatakan kalah.

Luoin masih dengan wajah tenangnya menyerang lebih dulu. Meski pun Xeian tidak menghindar dia tahu, serangan Luoin tak akan mengenainya dan benar. Pria itu mengarahkan pedangnya tidak terlalu kuat, hanya membuat Xeian mundur dua langkah saat menerimanya dengan pedang.

"Membunuh ayahmu seribu kali tidak membuatku memaafkannya, sayang sekali kau tidak mirip dengannya."

Xeian semakin keras menekan pedangnya. Kilatan kemarahan kembali dia layangkan. Luoin yang menyadarinya memperkuat pertahanan tangan dan kaki.

Di sisi lain, para manusia terkejut saat melihat penomena langit terbelah. Ada yang memandangnya takjub, ada juga yang menatapnya takut sembari berdoa pada dewa meminta perlindungan, yang uniknya ada yang pensaran dan mencoba mencari tahu, siapa orang hebat yang berhasil melakukannya.

Shika di tempatnya sibuk menikmati langit senja dengan secarik kertas di tangannya. Dia tidak tahu bagaimana keadaan langit, tetapi hatinya dilanda kegelisahan. Dia bukan hanya takut akan seperti apa peperangan itu, bukan juga takut jumlah korban yang mati karena peperangan itu, hal yang paling ditakutkannya adalah hasil dari pertarungan itu. Saat suasana kembali tenang seperti biasa, itu artinya salah satu di antara mereka sudah tewas.

Shika berharap Luoin—temannya selamat, tetapi merasa tak enak hati jika doanya justru untuk kematian orang lain. Karena itu, Shika lebih memilih diam dan membuang jauh-jauh harapannya.

Kembali ke pertempuran. Xeian berdiri sempoyongan butuh waktu sekitar dua menit untuk menyeimbangkan tubuhnya. Delapan meter di hapadan Xeian, Luoin berdiri dengan tubuh dibanjiri darah. Namun, masih berdiri kokoh dengan wajah tenang. Membuat orang-orang yang melihatnya—meski pun keadaan Luoin lebih buruk dan mengerikan dari Xeian—berani bertaruh jika Luoin akan menang.

Dalam hidupnya, Luoin sudah melewati banyak pertempuran. Dia bahkan sudah pernah mati sekali, jadi dia tidak takut untuk mati lagi. Hanya saja, sakitnya kematian itu sangat menyakitkan. Dia tahu, nyawanya sudah sekarat. Dalam beberapa serangan lagi, dia akan mati. Tak ada yang dia takutkan, kecuali Xeian mati lebih dulu.

Setelah sekian lama hidup, akhirnya dia menemukan orang yang layak untuk menjadi pembunuhnya. Bagaimana mungkin Luoin menyia-nyiakan hal itu. Dulu dia selalu berpikir, mati kebosanan, mati kelaparan, mati karena penyakit, tak ada bedanya. Hingga dia bertemu Xeian dan berpikir, mati di tangan korbannya mungkin lebih baik. Setidaknya itu mengurangi dosa masa lalunya.

Luoin menyerang lebih dulu. Dengan tenaga dan kekuatannya sekarang, menyerang lebih dulu sama saja bunuh diri. Benar saja belum sampai serangannya pada Xeian, tubuh Luoin menegang. Auranya berlahan memudar, tubuhnya kaku dan lemas. Dia muntah darah cukup banyak. Pedangnya terjatuh bersamaan dengan tubuhnya, tetapi harga diri Luoin tidaklah rendah. Meski menguras tenaganya, Luoin tetap berusaha berdiri, dia berbalik. Menatap galak pria yang bersembunyi di balik batu.

"Enyah kau!"

Luoin ambruk, Xeian mematung. Dia tidak melakukan apa pun, dia pun yakin jika Luoin masih memiliki banyak tenaga untuk menyerangnya, jadi, mengapa pria itu tiba-tiba tumbang?

Xeian mengikuti arah pandang Luoin. Matanya memberang melihat sesosok manusia menjijikan. Akhirnya Xeian mengerti. Pria itu—Shyan—telah melakukan sesuatu pada Luoin.

"Mati kau Shyan!" Sisa kekuatannya dia gunakan untuk mengutuk pria itu. Entah mengapa rasanya seimbang. Hatinya lega.

Kisah XeianTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang