Luoin Demam?

0 0 0
                                    

Luoin dan Xeian kembali melanjutkan perjalanan, kini dua minggu berlalu, kota demi kota sudah dilaluinya dan setiap kali mereka singgah di kota yang cukup ramai, Xeian dan Luoin akan melakukan penampilan jalanan demi mendapatkan uang, dan kini merka sedang menuju kota terakhir sebelum ke Lembah Pengobatan.

Namun, ada yang berbeda dengan Luoin. Sejak tadi pagi, pria itu seolah menjaga jarak dengan Xeian, bahkan enggan meski sekedar bertatapan. Terlebih sekarang penampilannya cukup aneh. Musim dingin sudah tiba sejak tiga tahu yang lalu, jalanan ditutupi oleh salju, sehingga perjalanan mereka menjadi lebih panjang dan lama. Namun, tetap saja, menutupi hampir seluruh wajahnya dengan pakaian tebal, terlihat cukup berlebihan.

Luoin kembali menepis tangan Xeian yang hendak menurunkan kain yang menutupi hidung dan mulutnya. Disertai dengan tatapan galak, membuat Xeian semakin penasaran apa yang terjadi pada pria itu.

Jika diingat kembali, setiap memasuki awal musim dingin hingga pertengahan bulan, Luoin selalu saja pergi entah ke mana. Bisa dibilang ini untuk pertama kalinya, Xeian menjalani awal musim dingin bersama Luoin.

"Ayolah, ada apa denganmu?"

Sama seperti saat pagi hari, Luoin tak menjawab apa pun pertanyaan yang diajukan oleh Xeian.

Xeian berpindah ke samping Luoin, membuat kereta yang dinaikinya bergerak tak seimbang. Buru-buru Luoin berpindah ke tempat Xeian sebelumnya.

"Berhenti menjauhimu. Lihatlah, matamu sudah memerah karena melototiku sejak tadi."

Gara-gara ucapan Xeian, kini Luoin tak lagi menoleh atau sekedar melirik Xeian. Bahkan saat Xeian mengatakan tentang Louxi, kelincinya itu. Luoin masih enggan menoleh. Mendapat perlakuan seperti itu, membuat Xeian semakin kesal karena diabaikan, tetapi dia juga merasa bersalah, karena terus mengganggu pria itu.

"Heii, Luoin. Kau sungguh sedang marah padaku? Mengapa sejak pagi, kau terus mendiamiku seperti ini. Apa aku melakukan kesalahan semalam? Beritahu aku, apa terjadi sesuatu?"

Xeian mencoba mengingat-ngingat. Semalam dirinya sempat bermain kata dengan Luoin dan berbincang mengenai banyak hal. Namun, Xeian tidak merasa melakukan kesalahan. Terlebih semalam, Luoin terlihat antusias menjawab pertanyaan darinya, bahkan mau membacakan cerita untuknya. Apa mungkin karen akhir-akhir ini, Xeian selalu meminta Luoin untuk bercerita, membuat kesal pria itu?

Xeian mendengus saat memikirkannya. "Jika kau tak ingin bercerita untukku lagi, aku tak akan memaksamu mulai sekarang. Aku minta maaf. Luoin, lihatlah diriku."

"Luoin." Tanpa sadar Xeian merengek, perlakuannya itu justru membuat Luoin menoleh.

"Akhirnya kau mau menatapku. Paman berapa lama lagi kita sampai di kota?"

Xeian tersenyum. Kusir yang mengendarai kereta segera menjawab, "Kita sudah dekat. Gapura kota sudah terlihat, Tuan."

"Dengar itu Luoin, sebagai permintaan maaf, aku akan mentraktirmu di kota nanti."

Kali ini Luoin merespon dengan anggukan lemah. Tak lama mereka sampai di depan kota. Xeian turun lebih dulu dan menunggu Luoin, tetapi tak ada tanda-tanda pria itu akan turun.

"Xeian, bantu aku turun."

Xeian terkesiap mendengar nada suara Luoin yang serak, setelah mendapatkan kesadarannya kembali, dia mengulurkan tangan dan membantu pria itu turun. Matanya membola, begitu Luoin sudah turun, Xeian segera meletakkan tangannya di dahi Luoin.

"Luoin, kau demam?" Entah mengapa pertanyaan itu terdengar seperti pertanyaan.

Luoin menjauhkan wajahnya dari jangkauan Xeian, dia menggeleng dan berjalan memasuki kota setelah membayar jasa kusir itu.

Xeian memegang sebelah tangan Luoin dan menaikannya ke atas punggung. Luoin yang terkejut, memukul kepala pemuda yang menggendongnya itu.

"Menjauh dariku, kau akan tertular."

Luoin masih meronta, tetapi tubuhnya terlalu lemah, sehingga tidak memberi efek apa pun pada Xeian.

"Diamlah, tubuhku tak selemah itu untuk sakit. Lagi pula apa kau tak melihat warga penduduk kota ini sedikit aneh?"

Setelah capek meronta, Luoin menyimpan dagunya di pundak Xeian. Bukan untuk bermanja, tetapi tubuhnya memang sangat lemah saat ini. Mata Luoin hanya melirik beberapa warga desa.

"Aneh bagaimana?" tanya Luoin pelan. Sangat pelan, sehingga terdengar seperti bisikan.

"Sebagian dari mereka terlihat aneh, seolah menatap takut ke arah kita, bahkan banyak yang menunduk saat kita lewat."

Luoin hanya mengangguk, dia mencari posisi nyaman untuk menyimpan kepalanya dan terlelap.

Begitu membuka mata, Luoin sudah terbaring di sebuah kasur, tak jauh darinya ada Xeian yang sedang membaca, tak menyadarinya yang sudah bangun.

Luoin menatap ke arah jendela, hembusan angin membuat kain itu terangkat, hingga Luoin tahu, jika hari sudah malam. Entah berapa lama dirinya terlelap.

Luoin awalnya berniat bangun, tetapi saat merasakan Xeian mendekat, dia kembali menutup mata. Ingin tahu apa yang akan dilakukan pemuda itu.

Xeian yang melihat Luoin masih terlelap, kembali memeriksa suhu tubuhnya yang masih sepanas siang hari. Setelah memeriksa suhu tubuhnya, Xeian beralih memeriksa nadi Luoin. Lalu menepuk pelan pipi pria itu.

"Luoin, bangun. Kau harus makan."

Luoin membuka matanya perlahan tanpa melakukan atau mengatakan apa pun. Tatapannya langsung bertemu dengan Xeian yang terlihat khawatir.

Dengan bantuan Xeian, Luoin mendudukkan diri. Pemuda itu mengambil mangkuk berisi sup di atas meja.

"Kau bisa makan sendiri?"

Luoin mengangguk dan menerima mangkuk itu dan mulai memakannya. Dahinya berkerut saat merasakan makanan itu, tetapi setelahnya dia tersenyum.

"Apa pemilik penginapan yang memberikan sup ini?"

Xeian mengangguk, "Tadi dia mengatakan, jika kau akan segera membaik setelah memakan ini. Sepertinya dia tahu kau sakit."

Luoin tidak terkejut, dia menghabiskan makanan itu hingga tandas dan menyerahkan mangkuk kosong itu pada Xeian.

"Kau merasa lebih baik sekarang."

Luoin mengangguk. "Sangat baik, kurasa besok sudah sembuh."

"Semanjur itukah sup ini?"

Luoin terkekeh, "Sangat manjur. Kota ini sangat dekat dengan Lembah Pengobatan, wajar jika mereka memiliki makanan atau minuman yang berkhasiat bagus, 'kan?"

"Kau memang serba tahu. Istirahatlah, aku akan kembali ke kamarku."

"Xeian, berjanjilah kau tak akan pergi dari penginapan ini tanpaku. Bangunkan aku, jika ingin berlatih besok pagi." Luoin mengatakan hal itu dengan serius.

"Ada apa denganmu? Kau yang sakit, mengapa aku yang harus berhati-hati."

Luoin menggigit bibir bawahnya terlihat ragu saat mengatakan, "Kota ini di huni oleh beberapa hantu, tetapi tenang saja, mereka hantu baik dan tak berbahaya. Namun, karena kau termasuk orang asing, berhati-hatilah."

Xeian mengangguk. "Aku percaya jika menurutmu mereka hantu yang tak berbahaya. Kau pun berhati-hatilah."

Luoin mengangguk dan mempersilahkan Xeian untuk kembali ke kamarnya. Bersamaan dengan perginya Xeian, pintu kamarnya diketuk. Begitu terbuka menampilan seorang wanita cantik yang sedang terduduk anggun.

"Masuklah."

Wanita itu menurut, "Bagaimana keadaan Raja? Apa sup itu enak."

Luoin tersenyum. "Cukup enak, kau membuatnya sendiri? Terimakasih Hantu Cantik Penggoda."

Wanita itu mengucapkan terimakasih atas pujian dari Luoin.

"Pemuda itu, jangan biarkan bawahanmu menemuinya. Pergilah."

Kisah XeianTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang