Xeian dan Luoin membeli sebuah kereta kuda untuk melanjutkan perjalanan. Bagaimana pun rumahnya berada jauh di utara, jika harus berjalan kaki membutuhkan waktu berbulan-bulan lamanya. Jadi, untuk menghemat tenaga dan waktu, akhirnya Xeian setuju saat harus memboros demi sebuah kereta kuda. Tidak bisa dikatakan memboros juga. Penjual kereta kuda itu, memberinya setengah harga sebagai ucapan terimakasih atas jasanya membunuh para pembunuh yang nenyerang warga. Pemilik penginapan bahkan menggratiskan biaya penginapan, juga para warga memberinya beberapa bekal untuk di perjalanan.
Luoin terduduk di dalam kereta, sedangkan Xeian bertugas sebagai kusir.
"Sudah lama aku ingin bertanya tentang hal ini, tetapi aku ragu mengatakannya. Jadi, kau boleh menjawab jika ingin dan tidak menjawab jika tidak mau, tetapi aku berharap kau tak berbohong." Xeian kembali membuka suara memecah keheningan.
"Katakanlah, aku akan menjawab semua pertanyaanmu."
"Apa margamu?"
Luoin terkekeh, dia menyingkap kain yang menjadi penghalang antara dirinya dan Xeian.
"Mengapa tidak kau duluan yang memberitahu margamu?"
Xeian masih fokus menatap jalanan, meski tahu saat ini wajah Luoin menyembul di sampingnya.
"Aku pernah menceritakan masa laluku. Apa kau sungguh tidak tahu margaku, tuan serba tahu?" Xeian kembali menyindir karena merasa kesal, pertanyaannya dijawab oleh sebuah pertanyaan lagi, padahal dia sudah berkata, pria itu boleh tidak menjawab jika tidak ingin.
"Aku lupa, maaf-maaf. Margamu Qyu, 'kan?"
Xeian berdehem, "Kau sungguh tuan serba tahu."
"Kedua orang tuaku hanya warga desa biasa. Tidak memiliki marga, hanya saja namaku terdiri dari dua kata Luo Inka. Semenjak memutuskan berkelana aku menggabung kedua namaku, Luoinka, tetapi kurasa terlalu panjang dan sulit disebutkan, jadi aku menggantinya menjadi Luoin. Mengapa kau ingin tahu?" tanya Luoin.
"Hanya penasaran. Guruku sebelumnya pernah bilang, orang hebat pasti akan melahirkan orang hebat juga. Jadi, aku berpikir orang tuamu adalah orang yang hebat." Xeian menoleh, ingin tahu reaksi seperti apa yang ditunjukan oleh Luoin. Diluar dugaannya, Luoin justru tersenyum.
"Orang tuaku sungguh hebat. Mereka yang terbaik. Ucapan gurumu itu benar."
Xeian merasa jengah. "Aku tidak tahu, kau sedang memuji orang tuamu atau dirimu sendiri."
Luoin terkekeh, dia keluar dari kereta dan mendudukkan diri di samping Xeian.
"Menurutmu yang mana?"
"Entahlah, Luoin, sebagai guruku apa pendapatmu tentang keinginanku membalas dendam?" Xeian mengalihkan topik pembicaraan.
"Harusnya kau memanggilku guru, jika ingin memintaku berperan sebagai gurumu, bocah."
Xeian mendengus. Dirinya hanya merasa nyaman memanggil nama pria itu, lagi pula sejak awal dia tidak mempermasalahkan caranya memanggil.
"Sebagai guru yang baik, aku berharap kau melupakan dendam. Jangan pernah melawan langit, jika langit sudah marah, kau tidak tahu hal buruk apa yang akan terjadi padamu. Lagipula langit itu sangatlah adil, dia pasti akan membalaskan dendammu itu."
"Lalu, pendapatmu sebagai temanku?" tanya Xeian lagi.
"Lakukanlah, aku mendukungmu. Bukankah kau sendiri yang mengatakan jika nyawa harus dibayar dengan nyawa? Jika kau adalah aku, maka aku pun akan melakukan hal yang sama," ucap Luoin jujur ada nada marah yang tertahan dari ucapannya.
"Sungguh? Kau akan melakukan hal yang sama?"
Luoin mengangguk, "Tentu saja, bagaimana bisa aku melihat orang yang membunuh orang tuaku hidup dengan tenang. Bukan hanya dirinya yang akan aku bunuh, keluarga, saudara, teman. Tidak! bahkan lebih luas lagi. Aku akan membunuh siapa pun yang mengenalnya."
Xeian menatap tangan Luoin yang sudah mengepal erat, memperlihatkan urat-uratnya. Lalu beralih menatap wajah pria itu yang terlihat tenang. Jika saja, Xeian tidak melihat tangan Luoin yang mengepal, mungkin tidak tahu jika pria itu sedang kesal.
"Apa orang tuamu masih hidup?" Xeian bertanya hati-hati.
Luoin melepas kepalannya. Wajahnya yang tenang itu tersenyum, matanya terlihat sayu. Dengan suara berat dia berucap, "Sayangnya mereka sudah meninggal. Aku tidak suka pembicaraan yang menyedihkan seperti ini, mari ganti topiknya."
Xeian tak lagi bersuara. Dia masih sibuk merutuki dirinya yang bodoh atas pertanyaannya barusan. Harusnya sejak awal dia sadar, jika kedua orang tua Luoin sudah tiada.
"Tak perlu merasa bersalah, aku bukan anak kecil lagi. Lagi pula aku sudah membalas dendam mereka. Oh, ya, kau ingin mendengar sebuah cerita tentang musuhmu itu?"
Xeian terlihat tidak berminat, tetapi tetap mengangguk. "Selama bukan cerita pembantaian negeriku, ceritakanlah."
Luoin terkekeh. "Bukan. Katanya, semasa hidupnya raja hantu itu adalah orang yang baik. Memiliki orang tua yang penyayang dan penuh perhatian. Namun suatu hari, saat dia pulang dari bermain. Disaksikannya kedua orang tuanya disiksa oleh orang-orang penguasa dengan sangat menyedihkan, hingga mereka tidak kuat dan meminta untuk dibunuh saja. Lalu—"
"Tunggu, mengapa kau menceritakan hal yang menyedihkan seperti ini?" Potong Xeian cepat.
"Kehidupan seperti apa yang kau harapkan dari manusia yang memilih menjadi hantu? Jika dia hidup dengan layak dan bahagia, pasti akan langsung memilih masuk surga dari pada menjadi hantu dan masuk neraka lebih lama."
Xeian mengerti. "Jadi dia menjadi hantu untuk membalaskan dendam."
"Benar, persis sepertimu. Oh, ya, aku pernah mendengar sebuah cerita, jika sebelum membantai negerimu, raja hantu itu pernah membantai habis satu kota dalam satu malam." Luoin menambahkan.
"Mengapa?"
"Cerita mengatakan, hanya untuk menambah kekuatan, kau tahu para hantu, semakin banyak membunuh maka akan semakin kuat. Menurutmu, mengapa dia membantai kota itu sebelum membantai negerimu?"
Xeian berpikir sejenak, seketika matanya membola. "Apa dia menghancurkan kota itu untuk mendapatkan kekuatan agar bisa menghancurkan negeriku?"
Luoin mengangguk, "Aku pun berpikir begitu."
"Apa dengan membantai kota itu belum cukup menjadikannya raja hantu? Sebenarnya sekuat apa raja hantu itu?"
Luoin terlihat lebih ceria, dia terkekeh membuat Xeian meliriknya.
"Akan kuberitahu kau sesuatu, bahkan tanpa harus membantai negerimu dia sudah terpilih menjadi raja hantu, apa kau percaya? Juga jika dengan membantai setengah kota saja dia sudah bisa membunuh raja terdahulu dan mengambil tahtanya, apa kau percaya?"
Xeian menatap Luoin tak percaya, "Bagaimana mungkin? Kau tahu dari mana?"
Luoin berniat masuk kembali ke dalam kereta. "Sebuah cerita."
KAMU SEDANG MEMBACA
Kisah Xeian
FantasíaPembantaian negeri Xeilu dalam satu malam, masih menjadi cerita yang mendunia meski sudah lima ratus tahun berlalu. Katanya, pelaku pembantaian itu adalah hantu ganas yang kini menjadi raja hantu. Tak ada yang mengetahui, bahkan dalam cerita yang te...