Penantian 1

35 9 0
                                    

Satu notifikasi muncul dari grup chat yang selama itu tak pernah ditengok. Grup yang jika diibaratkan rumah mulai lapuk termakan debu dan rayap. Tidak pernah dibersihkan dengan sapa. Tidak pernah dihuni dengan obrolan. Terkatung-katung tidak jelas.

Meski enggan, aku tetap membukanya. Tatapanku membulat saat menemukan sapaan chat dari nomor yang justru paling tidak aktif sepanjang ingatanku sebagai penghuni grup. Tumben.

Teja Kusuma P.
Masih pada hidup enggak kalian, woi?

Aku menahan tawa. Caranya memulai interaksi masih tidak berubah. Masih seperti remaja belasan tahun. Masih mengandung kekonyolan.

Aku tidak langsung membalas. Menunggu anggota lain untuk muncul duluan. Rasanya segan saja kalau gercep menyambungi obrolannya. Ya, padahal sah-sah saja, sih.

Pemilik nomor yang kunamai Bunda Kamila sedang typing. Syukurlah dia juga online. Setidaknya, obrolan di sini akan lebih hidup kalau lebih dari satu orang yang membalas.

Bukan saja Bunda Kamila, muncul berikutnya nomor-nomor kawan yang pernah sekelas, juga melakukan typing. Aku masih belum menggerakkan jemari. Hanya men-scroll balasan mereka. Dari yang normal, sampai yang nyeleneh mengundang tawa. Sudah bukan tidak aneh. Pemilik nomor bernama Teja Kusuma P ini memang juragannya ngebanyol. Ceplas-ceplosnya sangat nyambung dengan sebagian besar penghuni kelas.

Teja Kusuma P.
Kayaknya, ada yang dari tadi cuma ngintip-ngintip aja, deh. Nongollah. Entar bintitan loh kalau suka ngintip 😌

Aku tersedak. Apakah yang dia sindir adalah aku? Sejak tadi, kerjaanku memang hanya mengintipi obrolan mereka. Bukan tanpa sebab. Satu tanganku masih bergerak menjalankan tetikus untuk memasang gambar ilustrasi di layout-an milik klien. Harus selesai malam nanti. Meski sudah tidak banyak yang dikerjakan. Paling-paling hanya butuh tiga jam untuk menyelesaikan. Toh, dokumen tidak begitu tebal.

Bunda Kamila
Tau, nih!
Ayo muncul yang lain.
Bu @Raya Andita kagak mau nongol?

Aku mendengkus. Kenapa pula harus nge-mention? Dasar emak-emak kurang kerjaan! Gercep juga dia saling balas chat dengan Teja. Beberes rumahnya sudah selesai apa?

Aku menyelesaikan lebih dulu dua pertiga pekerjaan, men-shut down layar komputer, lantas beranjak ke tempat tidur untuk merebahkan diri. Dari jendela kamar, langit tampak abu-abu. Mendung parah. Keputusan men-shut down pekerjaan agaknya tepat karena dua menit kemudian, listrik malah padam.

Sudah bukan hal aneh. Hidup di pelosok desa harus terbiasa dengan sistem pemadaman yang terkadang mendadak dilakukan.

Gerimis mulai turun saat aku akhirnya memutuskan bergabung dengan obrolan.

Anda
Berisik Bun @Bunda Kamila
Lagi cari cuan, nih!


Balasan dari emak-emak yang satu itu langsung nongol. Berbarengan dengan pemilik nama kontak Teja Kusuma P. dengan kalimat yang tidak beda jauh.

Bunda Kamila
Halah! Cari cuan mulu lu, Mak
Cari jodoh ngapa!

Teja Kusuma P.
Enggak inget cari jodoh apa, Ra?
Biar nanti ada yang ngasih cuan bulanan.

Anda
@Bunda Kamila @Teja Kusuma P.
Tolong bantu doa aja ya, kalian 😏
Btw, tumben Teja nongol di grup.
Bau-baunya ada yang mau sebar undangan nikah, nih.


Itu sudah hal lumrah. Grup chat biasanya ramai kalau ada teman yang menyebar undangan online. Selebihnya ya mati suri.

Teja Kusuma P.
Ha ha ha
Duh, jodohnya masih sibuk cari cuan, Ra.
Gimana mau bisa sebar undangan?
Betul enggak, Di @Bunda Kamila?

Bunda Kamila
Ajakin makanya, Mas @Teja Kusuma P.
Kalau enggak diajakin, mana dia tahu kalau mau diajak nyebar undangan bareng🤣

Aku mengernyit sebentar. Dentuman aneh muncul di dada. Kenapa balasan pria itu seolah-olah menyahuti jawabanku? Perempuan yang dulu duduk semeja denganku juga. Kenapa seolah-olah mendukung balasannya yang malah nyambung dengan jawabanku?

Aku menggeleng cepat-cepat. Hanya kebetulan. Hanya iseng. Tidak lebih. Mereka memang begitu, 'kan?

Anda
🤦‍♀️🤦‍♀️🤦‍♀️

Teja Kusuma P.
Sebenarnya, diriku bersalam sapa di grup karena mau ngajakin kalian reuni. Kalian enggak mau apa ketemu sama orang ganteng? Enggak kangen gitu dengan karismaku yang cetar badai?

Bunda Kamila
Njijiki o 😓
Karisma apaan?
Playboy iya lu mah, Mas.

Aku terkikik. Geli, tetapi apa yang dibalas kawanku itu benar. Pemilik nama kontak Teja Kusuma P. memang playboy pada zamannya. Sepanjang kami sekelas saja, mantan sudah banyak. Ada kali lima orang.

Balasan-balasan lain serupa kalimat Bunda Kamila muncul. Pemuda itu tersudut. Ya, bagaimana tidak diadili? Anak satu kelas atau bahkan anak satu sekolah sudah menjadikannya sebagai rahasia umum. Dia tak bisa menolak. Fakta terpampang nyata dan terukir erat di kepala masing-masing.

Teja Kusuma P.
Oke, oke.
Udahan ngenyeknya.
Kali ini, aku mau bahas serius.
Beneran. Pengen ngajakin kalian reuni. Ke manalah atau semisal enggak mau jauh-jauh, nyewa tempat makan di manalah. Yang penting ngumpul. Dah 11 tahun loh enggak ketemu.

Rini Susanti
Boleh, boleh.
Aku sih ikut aja, deh.

Cintya Damayanti
Gaskeun!
Di mana pun itu, aing ikut!

Balasan-balasan serupa pun bermunculan. Ramai. Hampir semuanya menyuarakan hal yang sama. Tumben. Dulu-dulu kalau diajakin ngumpul malah susah bener. Ada aja alasannya. Hm, mungkin karena sebagian dari mereka sekarang ini sudah tidak terlalu repot. Anak-anak mereka sudah besar. Sudah bisa ditinggal atau dititipkan ke bapaknya. Yang berjodohnya dengan teman sekelas, ya titipin anaknya ke eyangnya dulu.

Eh, baru sadar. Di kelas kami, tidak ada yang berjodoh dengan teman sekelas. Belum ada lebih tepatnya.

Aku mengetik balasan dengan kalimat yang sama. Tidak buruk juga kalau ikut. Sekalian refreshing. Toh, dengan mereka ini. Orang-orang yang dulu selalu sukses menciptakan kebersamaan yang hangat.

Maka mengalirlah obrolan perencanaan reuni: tempatnya di mana, biayanya berapa, kumpul jam berapa, siapa yang mau jadi bendahara.

Aku lagi-lagi tersenyum. Bendahara

Dulu, aku yang selalu mengisi jabatan itu. Kata mereka, aku galak dan cocok untuk dijadikan penagih utang. Hal yang juga mereka suarakan sekarang. Berawal dari usulan pemilik nama kontak Teja Kusuma P. agar menjadikanku bendahara reuni, yang lain langsung setuju.

Anda
Eh, eh, seenaknya nunjuk
Begini, ya, Bapak dan Ibu
Saya ini enggak bisa naik kendaraan sendiri. Mau pake apa emang selama nagihin duit kalian? Udahlah, transfer aja. Lebih simpel.

Teja Kusuma P.
Enggak seru kalau lewat transfer.
Udahlah, nagihin aja. Biar nanti aku yang ojekin. Udah enggak usah pakai nolak!

Lah, pemaksaan? Namun, begitulah. Keputusan sudah diambil. Mereka tetap maunya ditagih, no transfer-transfer. Katanya, biar atmosfer reuni terasa lebih seru.

Aduh, mereka ini tidak bermasalah. Akulah yang justru bermasalah. Bukan tidak mau menagih. Hanya saja ....

Duh, mereka ini!

Sebuah japrian masuk. Dari Bunda Kamila.

Cieeeeeeeee
Mau jalan berduaan nih, ye

Aku mendengkus. Sebal. Lihat, 'kan? Dia yang tahu kisah masa lalu itu langsung melancarkan serangan. Duh, lagi pula, kenapa pemilik nama kontak Teja Kusuma P. itu malah menunjukku, sih? Mana bersedia menjadi tukang ojek untuk menemaniku menagih biaya reuni pula. Kan, anu ....

Ah, menyebalkan sekali mereka!

***

MewujudTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang