11. Repeat!

45 7 2
                                    

Terulang!

"Percobaan bunuh diri".

Krist langsung tak bertenaga begitu mendengar penjelasan dari dokter. Ya, saat Krist menemukannya di kamar, Fiat sudah tak sadar dengan pergelangan tangan tergores.

"Jadi dokter bilang anak saya ingin menggugurkan kandungannya?".

Sang dokter mengiyakan pertanyaan itu. Krist yang sejak awal sudah menangis, tubuhnya langsung tertarik ke arah Singto. Pria itu menangis histeris di dalam pelukan suaminya. Hal yang sangat ia takuti akhirnya terjadi juga. Kisahnya seolah terulang kembali kepada remaja di bawah umur itu. Bahkan Fiat juga punya pemikiran yang sama, yaitu ingin menggugurkan kandungannya.

Krist semakin mempererat pelukannya pada Singto, mencari ketenangan di sana.

"Apa Fiat akan baik-baik saja, phi.....?".

Krist begitu mengkhawatirkan Fiat. Meskipun Krist tak bisa menerima kenyataan, tapi membunuh bayi yang tak berdosa adalah suatu kesalahan besar, kan?.

Setelah berbincang lama, Krist dan Singto pun keluar dari ruangan itu, dan langsung menuju kamar Fiat. Namun sayangnya mereka hanya bisa melihat sang anak dari balik jendela. Dokter belum mengijinkan siapapun untuk menjenguknya.

"Phi aku ingin melihat Fiat. Aku ingin menemaninya di dalam.....".

Singto merengkuh bahu pria itu, karena Krist seolah kehilangan kekuatan untuk berdiri.

"Dokter akan melakukan yang terbaik untuk anak kita".

Fiat memang merasa hidupnya sudah sangat hancur semenjak Ken menghilang. Saat di rumah sakit kemarin, Fiat juga sudah meminta Ken untuk bertanggung jawab. Namun pasalnya, pria itu mengatakan seolah dirinya belum siap.

"Ayolah Fiat. Bukankah kita masih begitu muda?. Aku masih ingin bermain-main". Ucap Ken sebelum akhirnya pergi dari rumah sakit itu.

Fiat tak tahu lagi harus berbuat apa. Apa ia bisa mengurus bayi ini sendirian, karena Ken tak akan menghiraukannya lagi.

Sebelumnya Fiat sudah mengambil keputusan, untuk memberitahu Krist dan Singto tentang masalah ini. Namun sebelum kakinya melangkah, telinganya lebih dulu menangkap suara teriakan di bawah. Fiat melebarkan pintu, untuk mendengar apa yang orang tuanya perdebatkan kali ini.

Fiat mungkin menyesal telah membuka pintu, hingga membuat dirinya mendengar semua itu. Ya, ia mendengar kata selingkuh yang keluar dari mulut Krist, dan ia juga mendengar kata cerai yang keluar dari mulut Singto. Masalahnya belum selesai, dan sekarang malah akan menambah satu masalah lagi?.

Fiat sudah kehilangan semangat. Rasanya akan semakin menyakitkan, jika bayi itu harus lahir.

Fiat yang sudah merasa putus asa, langsung mengambil obat dari dalam lemari. Benda itu sudah lama disimpannya, setelah mengetahui tentang kehamilan ini.

Merasa tak ada efek apapun pada obat itu, Fiat akhirnya mengeluarkan sebuah pisau kecil dari dalam tasnya. Lalu dengan tekad penuh remaja itu menggores pergelangan tangannya sendiri, hingga mengeluarkan banyak darah.

Naasnya, setelah keluar banyak darah dari tangannya, tiba-tiba perut Fiat mulai terasa sakit. Ia berusaha menahan, agar teriakan tak keluar. Fiat takut Krist dan Singto akan marah melihat kekacauan ini. Bahkan darah juga telah mengalir melalui pahanya.

"Arghhh... A...argghhh!!!".

Remaja itu sudah tak bisa menahannya lagi. Ada rasa perih dan sakit secara bersamaan dari tangan dan perutnya. Seketika tubuh Fiat ambruk, dan akhirnya jatuh pingsan.

Sore menjelang malam, akhirnya remaja malang itu mulai membuka matanya. Ia pandangi sekeliling ruangan, hingga nampak dua orang yang membuatnya ketakutan begitu menemukan dua sosok itu. Tak ada kata apapun yang keluar dari mulut Fiat, melainkan hanya suara tangis sesenggukannya. Kali ini ia yakin bahwa Krist dan Singto sudah mengetahui hal yang sudah lama dirinya rahasiakan.

Fiat hanya memandangi kedua manusia yang berdiri di sampingnya itu. Mereka seakan juga enggan mengatakan apapun. Fiat semakin merasa frustasi. Bahkan sang papa tak mau memandang wajahnya sekarang.

Krist dan Singto sama-sama memalingkan wajah dari anak itu.

"Papa...".

"Anak siapa itu Fiat?". Tanya Krist dengan nada datarnya.

Entah kenapa Fiat menjadi bungkam. Ia tahu suatu saat Krist akan bertanya seperti itu. Tapi kenapa harus sekarang, saat Fiat belum menyiapkan semuanya.

"Papa, Fiat minta maaf....., hiks!".

Krist semakin memalingkan wajah, tak ingin menatap wajah sendu sang anak.

"Apa selama ini aku belum memperingatkan mu untuk berhati-hati?".

Krist memang selalu menasehati Fiat supaya tidak melakukan hal lebih ketika ia menjalin hubungan. Meskipun dokter pernah mengatakan bahwa Fiat tidak mungkin bisa hamil, namun Krist tetap berjaga-jaga. Krist tidak mau Fiat mengalami hal yang sama seperti dirinya dulu.

Tak bisa berkata apapun lagi, akhirnya Krist memilih pergi untuk menenangkan dirinya di tempat lain. Sekecewa apapun Krist, Fiat tetaplah anaknya. Sedangkan tangis Fiat semakin menjadi melihat tanggapan sang papa. Untuk Singto, ia hanya berdiri mematung di tempat.

"Daddy, Fiat...".

"Istirahatlah Fiat. Daddy akan menyusul papa".

Singto akhirnya keluar mengejar pria manis yang tengah dirundung kesedihan itu. Sedangkan Fiat semakin tersedu-sedu. Ada rasa sakit di dalam dada, yang membuatnya seperti kesulitan bernafas. Ia tidak tahu lagi harus berbuat apa. Jika akhirnya seperti ini, kenapa ia selamat dari kematian, kemarin?. Harusnya dia mati saja kan?. Toh, Krist dan Singto sudah tidak menghiraukannya lagi.

Satu Minggu kemudian, akhirnya Fiat bisa kembali ke rumah. Namun selama di rawat, Krist dan Singto tak pernah sekalipun terlihat mengunjungi anak itu. Entah kesibukan apa yang membuat mereka melupakan Fiat yang tengah terkapar di rumah sakit. Bahkan hari ini pun, Fiat hanya di jemput oleh Mek, sang supir.

"Bisakah kita tidak langsung kembali ke rumah?".

Mek yang mendengar permintaan itu langsung terkejut.

"Tuan muda belum sembuh total, saya takut tuan besar akan marah".

Marah?. Bahkan Fiat matipun mereka mungkin tak akan lagi peduli.

"Sebentar saja om. Fiat ingin jalan-jalan".

Mek yang sudah bersama anak itu sejak kecil, tentu saja paham bagaimana perasaannya. Fiat pasti merasa kesepian. Ada rasa iba dalam diri Mek, karena Fiat bertingkah seolah tak memiliki apapun lagi.

Mobil itu berhenti di sebuah taman, yang terletak di tengah-tengah kota Bangkok. Melihat banyaknya orang, tiba-tiba Fiat merasa enggan untuk turun. Air matanya kembali mengalir deras. Entah apa yang harus di lakukannya setelah ini.

"Tuan tidak ingin turun?".

Fiat menjawab pertanyaan itu hanya dengan sebuah gelengan kecil.

"Bisakah kita mencari tempat yang sepi saja?".

Tanpa bertanya lagi, Mek langsung melajukan mobil, membelah keramaian jalanan kota Bangkok. Ia tahu harus membawa remaja ini kemana.

Sedangkan Fiat hanya bisa pasrah, membiarkan Mek menyetir kemanapun asal tempatnya tidak seramai taman tadi.

Beberapa saat kemudian, mobil berhenti di depan sebuah bangunan kosong. Tempat itu cukup besar, namun sudah terlihat sangat usang. Mungkin lebih mirip seperti bangunan yang belum jadi atau gagal. Hanya ada dinding berlumut, namun tanpa jendela maupun pintu. Mek mengajak pemuda itu masuk, lalu Fiat mengikuti dari belakang. Ia tak peduli tempat itu sekotor apa, asal perasaannya bisa tenang di tempat sunyi ini.

Not Magic 2 🔞Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang