7. Care?

60 7 0
                                        

Peduli?

     Singto memilih untuk menenangkan Krist lebih dulu, sebelum bertanya lebih lanjut. Namun pikirannya sudah mulai berkelana. Bagaimana mungkin ada Mike, sedangkan ia melihat dengan mata kepala sendiri bahwa pria itu sudah di tembak mati.

Namun sesaat ingatan Singto kembali mencuat. Singto mungkin sudah melihat mayat, namun ia langsung pergi setelahnya. Singto meninggalkan mayat Mike bersama orang-orang itu. Apa ada kesalahan?. Apa benar Krist melihat pria itu seperti dalam ceritanya tadi?. Singto membawa Krist ke ranjang, dan menyuruhnya untuk beristirahat. Ia menyelimuti tubuh pria itu, dan ikut merebahkan diri di sana.

     Pagi hari menyapa. Seorang pria baru saja selesai membersihkan diri, dan baru keluar dari kamar mandinya.

"Kit, sudah bangun?".

Singto berjalan ke arah pria yang baru saja membuka matanya itu. Krist merubah posisinya, dan duduk menghadap Singto.

"Phi akan bekerja?".

"Ya. Kau tidak perlu kemanapun sekarang. Aku akan meminta sekretaris mu mengurus segalanya".

"Terimakasih!".

Singto mengecup kening pria manis itu sebelum pergi. Setelah kepergian Singto, seketika Krist teringat remaja yang baru ia bawa semalam. Dengan cepat Krist menuju kamar mandi untuk membersihkan diri, lalu berjalan ke kamar Fiat setelahnya.

"Fiat, kau belum siap?".

Fiat memang sudah bangun sejak lama, namun dirinya masih enggan pergi ke sekolah.

"Papa hari ini libur, nak. Jadi papa yang akan mengantarmu ke sekolah, ya?".

Fiat mengangguk, lalu berjalan ke kamar mandi. Setelah siap, Krist benar-benar mengantarkan anaknya ke sekolah, namun kali ini ia mengajak Mek.

"Kenapa papa tidak menyetir sendiri?".

Memang Krist tidak terlalu suka pergi membawa supir. Namun kali ini, ia melakukan itu hanya untuk berjaga-jaga.

"Karena papa ingin mengobrol denganmu sebelum ke sekolah". Jawabnya berbohong.

Sesampainya di sekolah, Krist menciumi kening dan pipi gembul Fiat. Padahal hanya ke sekolah, tapi rasanya berat meninggalkan anak itu tanpa pengawasannya.

Fiat berjalan dengan wajah ketakutan menuju ruang kelasnya. Ia seolah memasang kuda-kuda, jikalau ada yang datang tiba-tiba menyerang.

Kali ini remaja itu selamat, setidaknya hingga selesai pelajaran pertama. Bahkan seusai jam terakhir, Fiat yang biasanya mampir ke toilet sebelum pulang rasanya tak ingin menginjakkan kaki di ruangan itu lagi. Ia takut Ken akan melakukan hal yang tak senonoh lagi pada dirinya.

Bruak!.
Fiat terjatuh di depan kerumunan, namun kali ini bukan lagi ulah orang yang sama. Bukan Ken, melainkan teman yang sering bersama pria itu. Ken hanya diam memperhatikan temannya mengerjai remaja itu. Pandangan sinis mulai tertuju pada raut wajah Fiat, yang sudah siap untuk menangis.

"Kau bolos berapa hari?". Ken.

"Dia orang kaya, jadi tidak akan berpengaruh pada nilainya. Dia bahkan tidak mendapat peringatan dari guru". Jawab salah satu temannya.

Not Magic 2 🔞Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang