Hari ini adalah hari pengambilan rapor akhir semester semua kelas. Sebuah momen yang menentukan naik atau tidaknya para siswa. Hari ini mungkin, akan menjadi hari terakhir Rina bersama dengan pak Dafid. Yang telah menjadi wali kelas nya selama ini dan akan pergi karena pindah tempat mengajar.
Pagi ini disambut dengan cahaya mentari, memancar bersama gumpalan-gumpalan awan putih yang menenangkan. Menciptakan paduan yang sempurna dan menyatu dengan langit. Rina berangkat ke sekolah dengan senyuman, meskipun di balik senyumnya ada rasa takut yang menghantui. Ia tahu bahwa ayahnya akan datang ke sekolah hari ini untuk mengambil rapor miliknya, melihat tumpukan nilai-nilai nya yang terhimpun dalam satu dokumen bernama rapor.
Perjalanan menuju sekolah terasa begitu singkat. Kini Rina sudah sampai di sekolah. Tepat di depan gerbang, Rina turun dan bersalam pada ayahnya. Dengan perasaan takut yang sedari tadi menghantui, Rina berjalan dari gerbang menuju kelas.
Langkah kakinya tak terasa membawanya sampai di depan kelas. Pintu masih tertutup rapat dengan gembok yang masih melekat. Perlahan, Rina membukanya menggunakan kunci kelas yang ia bawa. Rina memasuki kelas yang masih sepi. Meja-meja dan kursi masih tertata rapi, sama seperti saat terakhir kali ia pulang tanpa berpindah atau berubah tempat. Rina kemudian berjalan menuju tempat duduknya, menunggu teman-teman yang lain yang belum datang.
Waktu terus berputar, dan yang lain mulai berdatangan. Raut wajah Rina semakin mengerut saat ia melihat jam dinding menunjukkan pukul 07.30. Pengambilan rapor yang dijadwalkan berlangsung pada pukul 08.00 WIB semakin dekat. Rina masih memiliki waktu untuk meredam rasa takutnya. Namun bayang-bayang akan bagaimana nilainya nanti dan kekhawatiran terus saja mengusik hati juga pikiran nya.
Rina meletakkan kepalanya di atas meja, memejamkan mata. Berusaha menenangkan hatinya yang sedang cemas.
Tiba-tiba, terdengar suara salam, "Assalamualaikum." yang membuat Rina terbangun dari posisi tidurnya dan melihat siapa yang baru saja datang.
"Waalaikumsalam." jawab Rina. Ternyata, itu suara Winda. Winda berjalan menuju ke tempat duduk Rina setelah meletakkan tasnya di tempat nya.
"Kenapa lo kelihatan lemes, belum makan?" tanya Winda.
"Terus itu wajah lo kok udah cemberut pagi-pagi gini?" tanya Winda, memperhatikan ekspresi Rina.
"Udah ah, diem. Pagi-pagi udah nyerang gue pake pertanyaan!" jawab Rina dengan wajah murung.
"Ya, abisnya gue heran dan penasaran. Apa sih yang udah bikin teman gue sedih satu ini?" Tanya Winda, yang masih ingin tahu.
"Gimana gue ga sedih sedangkan hari ini adalah hari pengambilan rapor. Gue takut lha sama nilai gue kalo jelek gimana, lo tau sendiri kan bapak gue kalo marah gimana?"
"Iya-iya gue tau, tapi lo tenang aja ga usah terlalu di pikirin, gue yakin nilai lo pasti aman-aman aja. Kan lo gak pernah bikin masalah di sekolah. Jadi guru-guru bakal berbaik hati ngasih nilai ke elo."
"Hmm iya thanks ya, udah nenangin gue." Jawab Rina dengan senyuman setelah mendengar penuturan dari Winda.
Waktu menunjukkan pukul 08.00 anak-anak sudah banyak yang datang. Formasi nya sudah lengkap dan semua orang tua murid mulai berdatangan. Semua yang ada di dalam kelas keluar untuk menemui orang tua mereka.
"Keluar yuk win, orang tua yang mau ambil rapor udah banyak yang datang." ajak Rina mengajak Winda keluar kelas sambil menyambar tas mereka. Rina keluar kelas bersama Winda dan teman-teman yang lain ketika wali murid bergantian masuk kelas.
"Hhuft.." Rina mengeluarkan nafas pelan ketika melihat sekolah nya sudah ramai. Ada sebuah rasa gelisah yang membuat nya tak tenang, ingatan nya berlayar pada pak Dafid. Beliau yang katanya akan pindah dari sini.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Teacher Is My Father
Genç KurguGadis berusia 15 tahun bernama Rina Attaki. Tinggal di dalam keluarga broken home. Selama Rina tumbuh menjadi seorang gadis remaja dia selalu mencari sosok figur yang dia impikan. Gadis yang memiliki keluarga utuh tetapi tidak mencerminkan keadaan...