[ PART 9 : DESTINY, MAYBE ]
PUKUL delapan malam, Minji berjalan menuju abang-abang nasi goreng langganan sembari rapatkan jaket untuk melindungi tubuh dari angin malam yang terasa lebih dingin dari biasanya. Mungkin ini efek hujan berkepanjangan selama tiga hari berturut-turut, pikir Minji.
Sampai di sana, dirinya segera menyebutkan pesanan sebanyak dua bungkus. Sembari menunggu nasi goreng dimasak, Minji memilih duduk sejenak, mengistirahatkan kakinya yang cukup pegal berjalan jauh dari rumah ke sini—awalnya Minji ingin membawa sepeda, tapi lagi dan lagi, ban sepedanya kempes, beralih ingin membawa motor, tapi ternyata kendaraan roda dua tersebut dibawa Beomgyu ke tongkrongannya, jadi mau tak mau Minji berakhir berjalan kaki.
"Bang, tiga bungkus. Pedes semua, ya."
Minji yang semula asik memerhatikan kendaraan yang hilir-mudik di jalanan, jadi menoleh saat suara seseorang yang dikenali masuk ke pendengaran. Gadis itu mengerjab, melihat Haerin yang balas menatap seraya menaikkan sebelah alis.
"Lo kenapa?" tanya si gadis bermata kucing, dia ikut duduk dengan posisi berhadapan dengan Minji.
"Jangan ajak gue ngobrol. Gue masih ngambek sama lo." ucapnya sembari memalingkan muka. Kedua tangannya lantas bersedekap dada, membuat Haerin memutar mata dengan sikap kekanak-kanakan Minji yang menurutnya terlalu berlebihan.
"Gue udah minta maaf?"
"Tetep aja, gara-gara sikap gegabah lo waktu itu, gue jadi nggak punya muka buat berhadapan sama Hanni." ujarnya sengit, namun dengan intonasi pelan agar orang-orang di sekitar tak mendengar percakapan keduanya. "Ini kalo Hanni ilfil sama gue, pokoknya itu semua gara-gara lo!"
"Enggak bakal. Gue jamin." balas Haerin santai. Gadis itu mendengus geli terhadap raut kebingungan Minji. "Lagian, kalo dia ilfil sama lo, nggak mungkin kemaren dia ngajak lo ngobrol 'kan?"
Minji jadi teringat saat Hanni yang kemarin menghampirinya dengan payung kuning cerah, tersenyum manis, dan mengajaknya mengobrol singkat. Gadis itu bahkan sebelumnya sempatkan berbasa-basi untuk menawarkan tumpangan pada Minji agar ikut berlindung di balik payung kuning miliknya, namun langsung Minji tolak, ia masih canggung setelah kejadian hari itu, pun jantungnya yang berdetak kencang tidak membuatnya semakin aman. Membayangkan berjalan di bawah hujan dengan payung yang sama, tubuh saling berdempetan agar tak terkena hujan, tangan tak sengaja bersentuhan saat memegang pegangan payung, saling menatap, lantas mereka akan tertawa atas sikap konyol yang diperbuat—lalu, otak Minji yang penuh skenario akan berhalusinasi dan menyetel lagu romantis ala-ala sembari tersenyum idiot membayangkan keduanya adalah tokoh utama dalam drama.
Heck, tidak. Minji tidak ingin semakin mempermalukan diri di depan gadis pujaan hati.
"Tetep aja," sahut Minji cepat. "Gue masih canggung kalo ada dia di radar gue."
Haerin menumpu satu pipinya dengan tangan kanan, menatap lamat pada Minji seraya geleng-gelengkan kepala tidak habis pikir.
"Lo sering bilang soal keluarga lo yang selalu bersikap lebay, tanpa sadar kalo lo nggak ada bedanya." ucap Haerin, sedikit miris. "Darah lebay yang diturunin keluarga lo itu ... bener-bener mengalir kental sampai ke tulang-tulang lo, Nji."
***
Danielle menata cookies yang dibuat ibunya ke wadah kaca berukuran sedang. Rencananya, cookies ini akan ia bawa ke rumah Minji sebagai bentuk permintaan maaf lainnya, karena jujur saja, Danielle ingin hubungan pertemanan mereka seperti dulu. Danielle ingin berbagi cerita pada Minji, ingin menyeret gadis itu kemanapun untuk menemaninya, dan Minji hanya akan pasrah mengintili kemanapun Danielle melangkah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Skinny Love | Bbangsaz
Fanfiction[ Romance, Drama, Soulmate AU ] Sama-sama suka, tapi malu untuk mengakui. • • • warn! gxg content pair; minji x hanni © moyster