[PART 13 : LANGIT MENDUNG ]
DUA hari kemudian, Minji mendapat laporan dari Haerin jika Hanni tidak masuk sekolah sejak kemarin. Padahal biasanya Hanni selalu menitip pesan pada teman-temannya jika gadis itu tidak masuk sekolah, tapi entah kenapa kali ini gadis itu tak mengatakan apapun. Bahkan saat Haerin bertanya pada Liz maupun Rei, keduanya kompak menggeleng tanda tak tahu-menahu pasal ketidak hadiran Hanni.
"Bahkan chat dari gue nggak ada satupun yang dibaca sampai sekarang." Begitu kata Rei dengan mimik khawatir. "Dia tiba-tiba ngilang gitu aja setelah kita nganterin dia pulang pas beres main bareng. Semua sosmednya offline, nomornya juga mendadak nggak aktif." tambah gadis itu.
"Gue takut Hanni kenapa-napa."
Minji terus gelisah di tempat duduknya. Dia sepenuhnya tak fokus pada materi yang tengah dijelaskan oleh guru di depan sana. Jika kemarin ia masih berusaha berpikir positif saat Hanni tak masuk, maka hari ini ia tidak bisa berpikir jernih lagi. Pikirannya berkecamuk, kalimat-kalimat 'what if' berkonotasi negatif memenuhi isi kepalanya.
Entah karena apa, perasaan gelisahnya semakin naik saat ia diam-diam mengeluarkan ponselnya hanya untuk mengintip room chat dengan Hanni yang sampai sekarang tak kunjung dibalas. Jangankan dibalas, dibaca saja tidak. Melihatnya membuat Minji tanpa sadar membuang napas kasar.
Hanni, lo kemana?
***
Mundur diwaktu lima hari yang lalu, pada sudut pandang Hanni.
Sudah kesekian kalinya Hanni membuang napas lelah. Sejak hari di mana kedua orang tuanya sepakat untuk mengakhiri pernikahan mereka, nyawa Hanni seakan ikut lenyap bersamaan dengan ditandatanganinya surat perceraian antara Jisoo dan Jennie. Terhitung sejak hari itu juga, wajah muram senantiasa awet menghiasi wajahnya. Tak ada tanda-tanda kehidupan berhias di sana barang sedetik pun. Meski begitu, sebisa mungkin Hanni tetap mencoba mengulas senyum saat orang-orang di sekitarnya bertanya perihal kondisinya yang tak biasa.
Dia sudah bercerita pada dua kawannya, yang langsung memberikan tatapan iba dan pelukan penenang secara cuma-cuma saat itu juga. Saat itu pertahanan Hanni runtuh lagi, dia menangis sejadi-jadinya di bahu Rei. Terus meracau tentang bagaimana egoisnya kedua orang tuanya.
"Mereka udah nggak sayang gue, ya?"
"Kenapa mereka mutusin buat nikah kalau ujung-ujungnya bakal pisah? Terus buat apa mereka buang-buang waktu bertahun-tahun buat hidup bareng kalau ujung-ujungnya nggak bisa pertahanin sumpah pernikahan mereka sendiri? Mereka ... Soulmate, kan?"
"Soulmate harusnya punya cinta yang kuat, kan? Iya, kan, Liz? Rei? Iya, kan?"
"Hanni..." Liz tidak mampu membendung air matanya, dia ikut sakit melihat keadaan temannya.
Entah Hanni yang buta atau kedua orang tuanya yang memang pandai bermain peran. Tidak pernah sekalipun dia lihat keduanya bertengkar kecuali hari di mana Jennie pergi dari rumah. Keduanya selalu bersikap mesra di hadapannya, saling melempar senyum dan tatapan penuh cinta, membuat Hanni pernah berpikir bahwa dia mempunyai keluarga paling hangat sedunia.
Namun, pemikiran itu segera terkikis habis setelah pernyataan Jennie hari itu. Dia dan Jisoo akan bercerai.
Apa alasannya? Hanni terus bertanya-tanya. Tak saling cinta lagi? Ayolah, Hanni sudah cukup mengerti bahwa itu hanya alibi belaka. Ia tidak percaya, karena tatapan Jisoo masih terasa hangat meski terselip tatapan kecewa saat wanita itu menatap Jennie.
KAMU SEDANG MEMBACA
Skinny Love | Bbangsaz
Fanfiction[ Romance, Drama, Soulmate AU ] Sama-sama suka, tapi malu untuk mengakui. • • • warn! gxg content pair; minji x hanni © moyster