3. Evaluasi

10 3 0
                                    

Matahari mulai beranjak meninggalkan peraduannya. Memberikan ruang bagi bulan dan bintang menghiasi gelapnya malam. Di sebuah ruangan yang tidak segelap malam, sekumpulan muda-mudi tengah fokus pada layar. Cemilan ringan dan minuman menemani aktivitas menonton mereka.

Singasari's Squad memutuskan menonton hasil film pendek mereka dengan tujuan mengevaluasi apa-apa saja yang mungkin tidak seharusnya ada dalam film tersebut. Serta yang lainnya. Sedikit berlebihan memang, karena Singasari's Squad menonton film pendek mereka di bioskop mini milik Anusapati. Padahal, film itu hanya berdurasi beberapa menit saja.

"Ya elah, bentaran amat. Popcorn gue belum habis, nih," cetus Wisnuwardhana sedikit kesal. Ia tengah menikmati makanannya, tetapi film pendek itu sudah lebih dulu selesai sebelum makanannya habis.

"Mau lama? Nonton sana di bioskop langsung," sahut Arok dengan nada mengejek.

Wisnuwardhana mengambil satu butir popcorn dan melemparkannya pada Arok. "Sialan, lu!" umpatnya.

"Wisnu, nyampah amat lu, ha elah.", Sang pemilik bioskop mini itu mulai bersuara. Tidak cukup menghabiskan makanan dan minuman yang ada di rumahnya, Wisnuwardhana malah menambah sampah di ruangan itu.

"Protes gue. Filmnya pendek amat," kata Wisnuwardhana lagi.

"Namanya juga film pendek, Nu, pasti durasinya cuma sebentar," ucap Dedes.

"Lah, iya, bener juga. Tapi mumpung kita semua ada di sini, sekalian ajalah, nonton film. Butuh hiburan juga gue."

"Tujuan kita berkumpul bukan untuk bersenang-senang, melainkan untuk berdiskusi. Kita menonton film untuk mengevaluasi ulang apa saja yang ada dalam film kita." Tohjaya membalas. Saat ini, bukan waktunya bagi mereka untuk bermain.

"Iya, deh. Kalah gue sama kalian." Wisnuwardhana berucap malas sambil menyandarkan diri pada bantalan sofa.

"Jadi, apa yang mau kita perbaiki dari film kita ini?" Anusapati menanyakan pendapat teman-temannya.

"Kalau menurutmu sendiri gimana, Pati? Di antara kita, kamu yang paling berpengalaman soal film dan seluk-beluknya." Dedes balik bertanya pada cowok itu.

"Aku ingin tahu pendapat kalian, sebelum aku memberikan tanggapan atas film kita. Tentunya pendapat ini berbeda dengan sebelumnya, karena film ini akan kita ikut sertakan dalam kompetisi. Akan dilihat oleh juri-juri yang profesional," jawabnya.

Wisnuwardhana berdehem singkat. "Kalau menurut gue, yang kurang, ya, adegan bertarungnya. Kurang banyak dan kurang greget gitu."

"Si maniak gelut mulai lagi," komentar Arok tersenyum miring.

"Lah, daripada lo, Rok, si maniak senyum. Mending gue ke mana-mana lah," balas Wisnuwardhana.

"Cukup sampai di sana saja. Jangan lagi kalian saling ejek." Kertanegara berucap yang langsung membuat kedua temannya itu bungkam.

"Menurutku, warna film itu terlalu cerah untuk ukuran film sejarah. Mungkin bisa direduksi sedikit lagi, agar nuansa sejarah dan kerajaannya dapat," kata Dedes.

"Ha, iya, aku setuju dengan Dedes. Memang, warna film kita sudah bagus jika ditampilkan di depan orang-orang awam, tetapi tidak jika target penontonnya ialah para profesional." Tohjaya setuju dengan pendapat Dedes.

"Sementara aku, durasi filmnya terlalu pendek," ucap Arok ikut memberikan pendapatnya.

"Kita memang akan mengikuti kompetisi film pendek, Rok," balas Anusapati mengingatkan temannya itu. Tampaknya, Arok sudah mulai ketularan Wisnuwardhana.

"Aku tahu, tapi rasanya terlampau pendek, gitu. Mungkin bisa ditambah dikit lagi."

Kening Tohjaya mengkerut. "Apa yang mau ditambahkan? Menurutku, porsinya sudah pas."

Arok meletakkan jari telunjuk dan ibu jarinya di dagu. "Hm, apa, ya? Rasanya ada yang kurang, tapi aku gak tahu pastinya apa."

"Apakah bagian Kertanegara?"

Semua orang yang ada di ruangan itu, kecuali Kertanegara menoleh pada Dedes. "Eh, aku salah ngomong, ya?" Gadis itu bertanya ragu kala semua orang menatapnya.

"Kurasa kau benar, Des," sahut Tohjaya.

Kertanegara menyunggingkan senyum. "Sejak tadi, aku menunggu jawaban yang paling logis. Jawaban yang membantu film kita menjadi pemenang," katanya.

"Maksud lo, memang bagian Kertanegara kurang tersorot di film kita ini?" tanya Wisnuwardhana memastikan ucapan sang kawan agar tidak salah paham.

"Jika film kita hanya diputar di depan bu Lena dan teman-teman sekolah, maka porsinya sudah pas. Akan tetapi, arah perbincangan kita berbeda, maka harus ada beberapa bagian yang ditambahkan. Raja Kertanegara jawaban yang paling tepat," jelas Kertanegara serius.

Arok manggut-manggut di tempatnya. "Setelah dipikir-pikir lagi, memang bagian si Kerta yang paling enak. Gak ada tragedi berdarah dan ceritanya hanya sampai Kertanegara naik takhta saja. Tidak lebih dari itu."

"Menambahkan bagian Raja Kertanegara itu artinya menambahkan masa pemerintahannya. Misalnya, bagaimana dia membuat kebijakan guna memajukan kerajaan Singasari," tukas Anusapati.

"Tidak mungkin bagi kita menceritakan secara lengkap mengenai masa pemerintahan Raja Kertanegara, mengingat durasi film kita yang pendek," sambung Dedes.

"Ceritakan secara singkat saja. Jadi, film kita menceritakan lahirnya kerajaan Singasari sampai runtuhan kerajaan itu di masa pemerintahan Raja Kertanegara. Cerita kita akan menjadi cerita yang utuh." Kertanegara memberikan penjelasan.

"Aku juga ingin menyampaikan ini sebelumnya. Jika kita menceritakan utuh mengenai kerajaan Singasari, maka film kita akan melahirkan poin lebih dibandingkan film-film lainnya. Mengingat tema yang diusung dalam kompetisi ini bebas, maka film bertema sejarah selalu memiliki daya tarik tersendiri. Aku yakin, kita bisa menyempurnakan film kita dan memenangkan kompetisi itu," cetus Anusapati optimis.

Singasari's Squad telah memenangkan satu penghargaan, yaitu menjadi film terbaik pada tugas film pendek yang diberikan bu Lena. Sekarang, saatnya bagi mereka untuk merengkuh penghargaan lainnya.

"Jadi, cuma Kerta aja, kan, yang syuting? Sisanya enggak." Wisnuwardhana menyela ucapan Anusapati tanpa membalasnya terlebih dahulu.

"Kerta yang syuting, tapi kita semua tetap berkontribusi dalam pembuatan film ini. Kita akan bekerja di balik layar untuk Kerta," jawab Anusapati yang seketika membuat Wisnuwardhana mendesah panjang.

"Kita semua akan saling membantu, kok, Wisnu. Kamu tidak perlu merasa terbebani begitu." Dedes tahu jika Wisnuwardhana hanya ingin santai-santai saja, tetapi hal tersebut tidak mungkin dilakukan.

"Iya, Des. Seenggaknya, gue bisa nonton si Kerta sambil makan-makan cemilan," balasnya.

Anusapati menoleh pada Tohjaya yang lebih banyak menjadi pendengar. "Ada masalah, Jay? Atau lo gak setuju dengan usul kita?"

"Aku setuju. Hanya memikirkan mengenai warna film kita saja, karena aku yakin Kerta dapat melakukan bagiannya dengan baik."

"Tetapi, aku belum mengatakan ingin terlibat dan syuting seorang diri."

Satu kalimat dari Kertanegara sukses membuat penghuni ruangan itu bergeming. Keheningan hinggap selama beberapa detik.

"Kerta, kamu jangan bercanda begitu. Kamu tidak mungkin membiarkan film kita begini saja, kan?" Dedes menuntut penjelasan dari cowok itu.

"Cukup sampai aku memberikan saran saja, karena aku sudah tidak ingin terlibat dalam film ini. Saranku, salah satu dari kalian gantikan peranku sebagai raja Kertanegara dan melakukan syuting. Atau, kalian bisa cari orang lain."

Bersambung...

Eka Prasetia Amerta 2: Kartika Candra [End]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang