6. Gagal

8 3 0
                                    

Optimis. Satu kata itulah yang ada di benak Singasari's Squad. Mereka yakin dan percaya pada kemampuan diri sendiri. Itu sebabnya, mereka dapat mengikuti ujian dengan tenang dan penuh konsentrasi. Tanpa perlu memikirkan hal lain, termasuk film mereka yang telah selesai.

Beruntungnya, Singasari's Squad berhasil melakukan verifikasi pendaftaran tepat setelah mereka mendapatkan persetujuan dari Lena selaku guru pembimbing. Wisnuwardhana mendapatkan kepercayaan mendaftarkan film Singasari's Squad ke kompetisi film pendek remaja. Meskipun pada awalnya, ia tidak yakin pada dirinya sendiri.

"Jadi, yang kita lakukan hanyalah menunggu sampai pemenang kompetisi diumumkan," cetus Arok memulai pembicaraan setelah lelah bergelut dengan soal-soal ujian.

"Pokonya, fokus aja sama ujian. Masalah film, kita serahkan pada yang berpengalaman," sahut Anusapati.

Ucapan Anusapati sontak membuat semua yang ada di tempat itu mengangguk tanda setuju. Mereka kemudian beranjak meninggalkan lingkungan sekolah, sebab, ujian semester pada hari ini telah selesai.

***

Waktu terus berlalu. Ujian semester  telah berakhir. Kini, pengumuman kompetisi film pendek remaja akan segera diumumkan. Singasari's Squad tidak dapat mengontrol jantung mereka yang berdetak lebih keras dari biasanya. Mereka begitu penasaran dengan hasil kompetisi. Apakah film mereka berhasil menarik perhatian para juri atau tidak.

Notifikasi email mengalihkan perhatian semuanya. Memicu jantung berdetak semakin kencang. Menarik napas dalam, Anusapati meng-klik pesan masuk. Dengan perlahan dan hati-hati, ia bersama teman-teman lain membaca pesan masuk itu. Senyum yang sebelumnya sempat menghiasi entah mengapa memudar dan hilang begitu saja.

"Kita gagal?" Dedes berucap dengan bibir sedikit bergetar.

Hening. Tidak ada satu orang pun yang membalas ucapan gadis itu. Mereka sama-sama syok sekaligus bingung memberikan tanggapan seperti apa, sebab, mereka sudah sangat optimis dengan karya yang mereka hasilkan.

Wisnuwardhana mengepalkan tangan erat lalu memukul meja yang ada di depannya. "Gimana bisa kita gagal? Jelas ini curang. Gue yakin film kita bagus dan minimal, mendapatkan juara favorit. Tapi apa? Malah gagal total kaya gini!" cetusnya emosi.

"Kita sudah berusaha semampu kita, Wisnu," sahut Kertanegara menepuk pelan pundak sang kawan.

Wisnuwardhana menepis tangan Kertanegara yang bertengger di pundaknya. "Tapi kita sama-sama optimis memenangkan kompetisi itu. Kenapa malah gagal kaya gini coba?"

"Aku tahu kamu sedih, Wisnu, tapi tidak cuma kamu yang sedih di sini. Kita semua juga sedih," sahut Dedes.

Notifikasi pesan elektronik kembali berbunyi dan mengalihkan perhatian semua orang yang diliputi keheningan. Tanpa mengatakan apa-apa, Anusapati membuka pesan baru itu dan membaca setiap kata dan kalimat yang tertulis.

"Sebaiknya kalian baca sendiri pesan ini. Tertulis jelas mengapa film kita gagal," ucap Anusapati seraya menggeser laptopnya.

Arok dan yang lain mendekatkan wajah mereka ke layar. Membaca dengan saksama isi pesan tersebut. Pandangan mereka kemudian beralih pada Wisnuwardhana yang tepat berada di tengah-tengah Arok, Dedes, Tohjaya dan Kertanegara.

Wisnuwardhana tertawa hambar. "Gimana bisa kita dibilang gak niat ikut kompetisi film itu. Tahu apa juri itu tentang kita, hah?" Ia berucap dengan nada tinggi.

"Tenang sedikit, Wisnu. Sebaiknya lo cerna setiap kalimat yang tertulis. Kita dibilang mempermainkan mereka karena mengirimkan film anak-anak. Bagus jika kita mengirimkan film original hasil karya kita, tapi film itu punya orang lain. Gue gak tahu kenapa hal ini bisa terjadi. Jawabannya ada sama lo, Wisnu. Coba lo jelaskan apa yang terjadi pada kita semua," pinta Anusapati di akhir penuturannya.

"Maksud lo salah gue gitu?" Wisnuwardhana balik bertanya dengan jari telunjuk yang diarahkan pada diri sendiri.

"Gue gak bilang itu salah lo, Wisnu. Lo jangan sensianlah. Kita cuma mau tahu apa yang sebenarnya terjadi. Tahu sendiri, kan, kalau kita itu sangat optimis. Gak tahu juga akhirnya jauh dari harapan kaya gini," tukas Anusapati memberikan sedikit ketenangan pada Wisnuwardhana.

Cowok itu berdecak sebal. "Gak tahu gue. Apa yang gue lakukan, ya, udah sesuai. Gue mendaftarkan film kita. Selebihnya, gak ada lagi yang gue lakukan."

"Tapi kok bisa kita mendaftarkan film yang salah? Kita cuma memproduksi satu film aja," sahut Arok heran. 

Wisnuwardhana mengedikkan bahu. "Gue gak tahu kenapa bisa mendaftarkan film yang salah."

"Mungkin kamu salah memberikan CD, Wisnu," cetus Dedes tiba-tiba.

"Gak mungkinlah, Des. Gue memberikan CD yang telah kita siapkan kepada panitia pendaftaran. Gue yakin, memberikan CD yang benar. Lagipula, gue gak bawa CD lain di tas gue." Wisnuwardhana berucap tidak percaya. Bagaimana bisa ia mendaftarkan film yang salah ke kompetisi film pendek remaja itu.

Tohjaya menepuk-nepuk pelan pundak sang kawan. "Sebaiknya kau duduk dan minum terlebih dahulu. Setelah itu, ingat-ingat kembali apa yang terjadi pada hari itu. Mungkin ada yang kau lupakan," katanya tenang seraya menuntun Wisnuwardhana duduk di sofa.

Menenangkan diri sejenak, Wisnuwardhana menenggak teh manis sambil sesekali memakan camilan. Teman-temannya yang lain hanya bisa menonton, tanpa bekomentar apa-apa. Jawaban yang mereka butuhkan ada pada Wisnuwardhana. Selain menunggu, tidak ada yang bisa mereka lakukan.

"Kayanya kesalahan besar memberikan kepercayaan pada Wisnu," cetus Arok disertai embusan napas berat.

"Jangan bicara seperti itu, Rok. Kita tunggu saja apa jawaban Wisnu. Aku yakin, ada alasan paling tepat di balik gagalnya film kita memenangkan kompetisi itu," sahut Dedes tanpa menghilangkan kepercayaan yang telah diberikan pada Wisnuwardhana.

"Tapi aku gak bisa tenang gini, Des. CD itu gak mungkin tertukar. Apa boleh aku berpikir kalau Wisnu melakukanya dengan sengaja?"

Pertanyaan Arok sontak membuatnya mendapatkan pukulan keras dari Anusapati. "Jangan sembarangan bicara lo, Rok. Begitu-begitu, si Wisnu gak mungkin punya niat buruk pada kita. Kita udah saling kenal sejak lama. Gak ada lagi alasan bagi kita untuk melukai satu sama lain."

Arok menggosok-gosok lengannya. "Ya, maaf, Pati. Aku cuma bicara ngasal. Jadi, mau sampai kapan kita tunggu Wisnu? Dia kelihatan tenang dan senang begitu. Udah dua bungkus kacang polong yang dihabiskannya."

Anusapati dan kawan-kawan melihat pada Wisnuwardhana yang sejak tadi tidak berhenti mengunyah. Secara kasat mata, cowok itu terlihat sama seperti sebelumnya. Seperti tidak ada beban yang memberatkan di hatinya.

"Kita tunggu saja," cetus Tohjaya lalu menggerakkan kakinya menghampiri Wisnuwardhana.

Kening Tohjaya seketika berkerut kala melihat Wisnuwardhana bergeming tanpa mengunyah apa pun. Diperhatikannya serius wajah temannya itu. Wisnuwardhana lebih terlihat seperti patung dibandingkan manusia.

"Wisnu, kau baik-baik aja, kan?" Tohjaya bertanya khawatir. Temannya itu bersikap sangat tidak biasa.

Namun, Wisnuwardhana bergeming di tempatnya tanpa kata. Sejenak, ia menutup kedua kelopak mata sebelum menggebrak meja dengan keras. Tindakannya itu membuat Dedes tersentak kaget.

"Aku tahu!" Wisnuwardhana berucap keras.

Bersambung...

Eka Prasetia Amerta 2: Kartika Candra [End]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang