10. Ketemu

3 1 0
                                    

Embusan napas berat terdengar jelas memenuhi ruangan. Rasanya, hari ini begitu melelahkan. Mencari-cari sesuatu yang belum pasti keberadaannya benar-benar terdengar mustahil. Semangat dan kepercayaan diri yang sempat hinggap pada Singasari's Squad sirna sudah.

Mereka telah menjelajahi seluruh peserta kompetisi film pendek remaja melalui media sosial. Tidak menutup kemungkinan cara ini berhasil mempertemukan Singasari's Squad dengan CD film mereka. Akan tetapi, akun media sosial yang dicantumkan ialah perwakilan dari salah satu kelompok saja. Kecil kemungkinan bagi mereka menemukan orang yang dicari.

"Padahal yang dibilang Jaya udah mirip sama orang itu, tapi ternyata bukan," cetus Wisnuwardhana menyandarkan tubuhnya malas ke bantalan sofa.

"Aku juga merasa begitu, tetapi dia bukan orang yang kita cari," sahut Tohjaya menimpali.

"Apakah kita tidak akan menemukan CD film kita kembali? Aku sudah sangat pesimis," kata Dedes tiba-tiba.

Anusapati mengedikkan bahu. "Gue juga gak tahu lagi gimana sekarang. Sebenarnya gak masalah kalau CD film kita hilang, karena kita punya salinan filmnya, tapi kita gak mau ada orang gak bertanggungjawab menggunakan film itu atas nama dirinya sendiri. Padahal, film itu hasil kerja keras kita."

"Aku juga setuju denganmu, Pati. Tapi kita udah berusaha untuk mendapatkan CD itu kembali dan belum ketemu juga. Cara lain yang bisa kita lakukan apa? Aku bahkan gak bisa memikirkannya," cetus Arok mengusak rambut frustrasi.

Tidak ada yang menanggapi ucapan Arok dengan memberi saran, pemikiran ataupun ucapan semangat, karena mereka semua telah dikuasai oleh rasa lelah dan pikiran mereka juga sama-sama sedang buntu.

"Masalah ini sampai di sini saja. Sebaiknya kita pulang dan menenangkan diri. Jika masih belum mendapatkan jalan keluarnya, mau tidak mau kita harus mengikhlaskan film itu. Kita harus bergerak cepat dan mendaftarkan film kita lebih dulu ke berbagai kompetisi film pendek sebelum didahului oleh orang itu," tukas Kertanegara seraya beranjak dari tempat duduknya. Cowok itu selalu tenang dan berpikiran luas.

"Ya udah, deh. Lo semua sebaiknya istirahat dan pulangnya hati-hati," cetus Anusapati sebagai tuan rumah yang menjamu teman-temannya. Singasari's Squad selalu berkumpul di rumah Anusapati. Di sana luas, tenang dan nyaman.

Satu persatu remaja itu beranjak meninggalkan rumah Anusapati. Tidak terkecuali Wisnuwardhana yang menjadi sumber permasalahan. Rasa bersalah yang sempat hinggap kini kembali ke hatinya. Bagi Wisnuwardhana, ini pertama kalinya ia merasa sangat bersalah, terutama pada teman-temannya. Saat melukai Tohjaya pun, ia tidak merasa bersalah sama sekali pada cowok itu. Namun, kali ini berbeda.

"Gak tenang amat gue kaya gini," gumam Wisnuwardhana. "Ke mini market dululah, beli jajanan sekalian untuk yang lain."

Wisnuwardhana berbelok di sebuah perempatan. Tempat tujuannya kali ini ialah mini market. Sedikitnya, cowok itu ingin mengurangi rasa bersalah terhadap teman-temannya dengan membelikan beberapa snack ringan.

"Sesekali ngeluarin duit gak papalah, ya. Karena gue, Arok dan yang lain jadi pusing tujuh keliling." Monolog Wisnuwardhana seraya mengambil sebuah keranjang dan mulai menjelajah rak-rak makanan ringan.

Wisnuwardhana memilih-milih sejenak makanan ringan apa yang hendak dibelinya sebelum memasukkan ke keranjang. Tidak butuh waktu lama bagi cowok itu memenuhi keranjang di tangannya. Selain makanan, ia juga membeli beberapa botol minuman.

Netra Wisnuwardhana membola kala melihat seorang cowok mengenakan hoodie beranjak meninggalkan mini market. "Woy, tunggu!" panggilnya pada cowok yang mulai menjauh meninggalkan mini market itu.

Cowok yang mengenakan hoodie itu tidak mendengar panggilan Wisnuwardhana. Ia juga tidak dalam posisi bisa meninggalkan tempatnya saat belanjaan miliknya sedang dihitung. Dalam hati, Wisnuwardhana banyak-banyak berdoa dan berharap cowok itu belum pergi terlalu jauh.

"Ini uangnya, Kak. Makasih." Wisnuwardhana menerima belanjaannya setelah membayar lalu bergerak cepat meninggalkan mini market.

Sepeda motor itu dibawa melaju cepat menyusul cowok yang beberapa saat lalu meninggalkan mini market. Wisnuwardhana memarkirkan sepeda motornya di depan yang bersangkutan guna menghentikan pergerakan langkah kakinya.

"Woy, tunggu sebentar. Ada yang mau gue bicarakan sama lo." Wisnuwardhana beranjak turun dari motornya.

Cowok itu menatap heran Wisnuwardhana yang memperkecil jarak dengannya.

"Lo ingat gue? Kita pernah ketemu di lokasi pendaftaran kompetisi film pendek remaja. Gue gak sengaja nabrak lo dan kayanya CD film kita tertukar," jelas Wisnuwardhana tanpa basa-basi.

Sejenak, cowok itu bergeming di tempatnya. "Ah, iya, gue ingat," katanya.

Wisnuwardhana mengembuskan napas lega. "Bagus, deh, kalau lo udah ingat. Gue boleh minta CD filmnya gak?"

"Gue memang akan mengembalikan CD film itu, tapi kembalikan juga CD film gue. Barterlah istilahnya."

"Ada di rumah gue. Kapan lo punya waktu, kita ketemuan. Ah, iya, kelompok lo memenangkan kompetisi itu gak? Kalau iya, kelompok lo menang pake film kelompok gue."

"Gue harus pulang sekarang. Gak ada waktu bicara panjang lebar sama lo. Kita atur waktu ketemuan aja. Gue kembalikan CD film kelompok lo, begitupun sebaliknya. Kita tukaran nomor telepon," cetus cowok ber-hoodie itu.

"Oke. Nama gue Wisnuwardhana dan ini nomor gue," cetusnya menunjukkan ponsel dengan nomor telepon yang tertera di layar.

"Udah gue miscall, tuh. Nama gue Gutama Mehendra. Terserah lo mau manggil apa. Gue duluan, ya."

Wisnuwardhana menatap kepergian cowok berambut ikal dengan nama lengkap Gutama Mehendra itu dalam diam. Tidak disangka jika ia dapat bertemu dengan orang yang ditabraknya tanpa perlu bersusah payah mencari.

"Bersyukur banget gue bisa ketemu sama si Gutama itu tanpa pusing-pusing nyari orangnya. Padahal, gue baru berencana berbuat baik, dengan membeli jajanan untuk anak-anak, tapi balasannya segede ini." Wisnuwardhana berucap dengan mata berkaca-kaca. Tidak disangka, niat baiknya membelikan beberapa cemilan ringan untuk teman-temannya mendapatkan balasan instan dan tidak disangka-sangka.

"Diam aja kali, ya, gue. Jangan beritahu kabar baik ini sama anak-anak. Biar aja mereka pusing-pusing malam ini, gak bisa tidur. Gue mah, udah tenang. Mimpi indah, nih, gue malam ini. Baru, deh, besok gue beritahu sambil ngasi ini makanan. Kira-kira mereka bakal terharu gak, ya. Meskipun biang masalah, tapi gue juga bisa menyelesaikan masalah." Wisnuwardhana bermonolog riang.

Ponsel itu ditatap lama oleh Wisnuwardhana. Seulas senyum tidak pernah luntur menghiasi bibirnya. Ia benar-benar senang dan bersyukur. Masalah yang sejak kemarin membuat pusing Singasari's Squad akan segera selesai.

"Pokonya, malam ini gue senang. Uyeayyyy ...." Wisnuwardhana melompat girang sebelum kembali ke sepeda motornya.

Kepergian Wisnuwardhana diamati oleh seseorang tidak jauh dari tempatnya berada. Setiap pergerakan Wisnuwardhana diamati dengan saksama. "Sekarang berbahagialah. Tapi jangan senang dulu, karena itu cuma untuk sementara." 

Bersambung...

Eka Prasetia Amerta 2: Kartika Candra [End]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang