Mentari perlahan mulai menyembul dari ufuk timur, pertanda pagi akan segera menjelang. Diky yang bangun terlebih dahulu bergegas bangkit dan meninggalkan tenda. Dia melipat kedua lengannya karena kedinginan, meski tidak terlalu menusuk karena sudah terbiasa. Lelaki itu langsung berinisiatif untuk membuat api unggun guna menghangatkan dirinya. Hawa panas yang menjalar ke sekujur tubuhnya membuat Diky merasa nyaman, sampai-sampai memutuskan untuk menunda menyiapkan makan pagi.
Tak lama berselang, Dimas ikut terbangun. Ia mendapati sahabatnya itu sudah tidak berada di dalam tenda. Setelah menggeliat untuk melemaskan otot, Dimas pun langsung keluar tenda dan duduk di dekat api unggun.
"Hei, Diky. Apa nanti kita akan meneruskan membuat rakit?" celetuk Dimas memecah keheningan.
Diky menempelkan tangan ke dagunya dan berpikir sejenak. "Hmm. Selain itu, kita juga harus berlatih menembak. Kita harus mempersiapkan diri sebelum bahaya datang."
Dimas turut menempelkan tangannya ke dagu lalu mengangguk pelan. Sekilas ia teringat saat melawan anak laba-laba beberapa saat lalu. "Yah, benar juga. Waktu itu kita sama sekali belum siap."
Diky hanya menghela napas dalam. Namun, sebuah ide terlintas dalam benaknya. "Hei. Bagaimana jika kita pakai senjata yang lain dari sebelumnya?"
Dimas hanya mengangkat sebelah alisnya. "Maksudmu, dua senapan yang terakhir kita temukan?"
Diky mengangguk pelan lalu secara refleks menunjuk sahabatnya itu. "Benar sekali. Yang aku tahu, senapan itu berjenis semi otomatis."
"Hah? Dari mana kamu tahu?" tanya DImas yang kembali mengangkat alisnya.
Diky hanya menggaruk pelipis lalu melirik ke arah lain untuk mengalihkan perhatian. "Yah, aku hanya tahu dari video game saja."
Dimas hanya menghela napas lalu mengangkat bahu. "Hah. Pantas saja kamu tahu banyak soal senjata dan lainnya."
Tiba-tiba perut Diky berbunyi, menandakan dia merasa lapar. Dimas seketika menutup mulutnya dan terkekeh pelan. "Kalau begitu, lebih baik kita makan dulu saja."
Diky seketika memicingkan mata dan melirik ke arah lain demi menyembunyikan rasa malunya. "Ya, ya, ya. Kita kesampingkan dulu saja rencana untuk hari ini."
Dua lelaki itu beranjak bangkit dan memasuki tenda penyimpanan. Diky langsung mengambil daging dan memotongnya. Setelah itu dia mengiris-iris menjadi bagian yang lebih kecil dari biasanya.
Merasa keheranan, Dimas mengangkat sebelah alisnya dan bertanya, "Kenapa kamu memotongnya terlalu kecil, Diky?"
"Apa kau lupa, jika stok makanan kita perlahan mulai menipis?" jawab Diky tanpa mengalihkan perhatian dan terus melanjutkan pekerjaannya.
Dimas hanya menggaruk pelipis dan tersenyum canggung. "Eh, iya juga. Aku benar-benar lupa."
Diky hanya melirik sekilas, namun menunjukkan ekspresi kekesalan di wajahnya. "Jangan banyak mengeluh. Lebih baik kau tusuk-tusukkan saja daging ini dan mulai memasak."
"Ba-baiklah," ucap Dimas seraya mengangguk pelan. Dalam hatinya ia tahu persis, jika sahabatnya itu merasa tersinggung dengan apa yang ia katakan sebelumnya. Tanpa banyak basa-basi Dimas melakukan apa yang diperintahkan padanya.
Setelah persiapan dirasa cukup, dua lelaki tersebut langsung menancapkan daging tusuk mengelilingi api unggun. Sembari menunggu makanannya matang, mereka duduk dan menghangatkan diri. Dimas melihat Diky hanya diam dengan wajah serius, seakan masih merasa kesal. Tidak mau memancing kemarahan sahabatnya itu, Dimas hanya bungkam dan menatap kobaran api yang bergoyang karena tertiup angin.
Keheningan seketika menyeruak karena tidak ada salah satu dari kedua pria tersebut mengatakan sepatah kata pun. Setelah makanan dirasa sudah matang, Diky langsung mengambil setusuk daging dan langsung menyantapnya. Dimas turut melakukan hal yang sama tanpa berani memulai percakapan.

KAMU SEDANG MEMBACA
(Moved to Karyakarsa) Navanea, 300 Years After
Fantasy(From author of Another World Chronicles & Utusan Kristal Suci). Tiga ratus tahun berlalu setelah pertempuran di seluruh Navanea terjadi. Umat manusia yang kalah hanya menjadi budak dan diperlakukan semena-mena oleh bangsa elf, iblis, malaikat, dan...