Setelah keluar dari desa, Diky dan Cassandra bergegas menuju Amberhorn dengan berjalan kaki. Mengingat keadaan kota pelabuhan tersebut sedang dijaga ketat, keduanya memutuskan untuk melewati hutan yang cukup lebat. Selain mengendap-endap, rupanya tujuan mereka agar dapat terhindar dari sengatan panas matahari tengah hari yang terik. Dengan penuh kehati-hatian, Diky dan Cassandra berjalan menyusuri hutan. Sudah hampir setengah jam berlalu sejak mereka meninggalkan desa.
Tak disangka, tampak lima vampir bersenjatakan senapan serbu jenis AK-74, rompi anti peluru dan pelindung kepala berjalan mendekat. Jika diperhatikan dengan seksama, mereka hanya seperti sedang melakukan patroli dan ekspresinya juga terlihat santai. Karena tidak membawa senjata apapun, Diky dan Cassandra terpaksa harus bersembunyi di balik pohon agar tidak menimbulkan kecurigaan. Beruntung, para vampir sama sekali tidak ada yang menyadari, membuat mereka kembali meneruskan perjalanannya.
Cassandra mengelus dada, seakan ingin menenangkan hatinya yang ketakutan. "Kenapa Tuan tidak bawa senjata dulu? Hampir saja kita diserang," ketus Cassandra seraya memperhatikan intonasi suaranya agar tidak terlalu keras.
"Tujuan kita untuk mengamati musuh, bukan untuk bertarung," jawab Diky sembari melihat keadaan sekitar, berharap para vampir tidak kembali dalam waktu dekat.
Cassandra hanya menggeleng pelan, seakan kecewa akan jawaban barusan. Tidak ingin menyia-nyiakan waktu, Diky meminta gadis setengah kucing itu untuk membawanya ke Amberhorn sesegera mungkin. Mereka memutuskan untuk menelusuri hutan sedikit lebih dalam, untuk berjaga-jaga jika bertemu dengan rombongan vampir lain yang sedang berpatroli.
Setelah menelusuri hutan selama lebih dari satu jam, Diky dan Cassandra melihat kota Amberhorn berdiri di kejauhan. Namun, dua vampir dengan senapan serbu dan perlengkapan lengkap tampak sedang berjaga di samping jalan masuk kota tersebut. Tak hanya itu saja, kota pelabuhan yang biasanya ramai mendadak sunyi. Tak ada aktifitas apapun dari warga sekitar bak kota mati. Hal itu membuat Diky dan Cassandra langsung merunduk, bersembunyi di balik semak agar tidak menimbulkan kecurigaan.
"Sekarang apa, Tuan?" tanya Cassandra setengah berbisik.
"Kau kembali saja ke desa. Serahkan sisanya padaku," jawab Diky serius.
"Tapi, apa Tuan yakin?" tanya Cassandra khawatir.
Diky tersenyum kecil lalu mengangguk pelan, seakan sedang berusaha meyakinkan gadis itu. "Sudahlah, kau tak perlu khawatir. Aku bisa melakukannya sendiri."
Namun, Cassandra masih bersikukuh akan kekhawatirannya. Merasa tak ada pilihan, Diky menarik napas panjang lalu mengerahkan tenaga sihir ke seluruh tubuhnya. Hanya dalam beberapa detik saja, lelaki itu menghilang tak berbekas. Sontak gadis setengah kucing itu hanya menutup mulutnya yang terperangah, seolah tidak percaya dengan yang ia lihat barusan. "Tu-tuan di mana? Jangan menakutiku," ucapnya ketakutan bak melihat hantu.
"Aku masih ada di depanmu," jawab Diky yang masih menghilang.
Cassandra hanya menoleh ke kiri dan kanan, seolah sedang kebingungan mencari lelaki yang bersamanya itu. "Tapi, aku tidak bisa melihatmu, Tuan. Jangan mengerjaiku."
"Dengan sihir ini, aku bisa masuk ke Amberhorn tanpa diketahui. Jadi, kau lebih baik kembali saja."
Cassandra hanya mengiyakan lalu bergegas pergi dengan cara mengendap-endap di sekitar semak. Merasa gadis itu sudah pergi cukup jauh, Diky berjalan perlahan mendekati kota Amberhorn. Benar saja, efek dari sihir tersebut membuat keberadaannya sama sekali tidak diketahui oleh tentara yang sedang berjaga. Dengan santainya Diky melewati penjagaan tanpa takut terdeteksi, yang mungkin bisa saja mengancam nyawanya.
Setibanya di dalam kota, Diky memeriksa keadaan kota yang hening. Jalan utama tampak lengang dan deretan rumah di sekitarnya pun tertutup rapat, seolah-olah tak ada aktivitas dari para penduduknya. Dari balik jendela salah satu rumah di sekitarnya, lelaki itu mendapati seorang Cathuman berusia remaja sedang menangisi Cathuman wanita berusia tiga puluh tahunan, yang tergeletak bersimbah darah akibat luka tembak di kepalanya. Diky mengasumsikan mereka adalah ibu dan anak yang menjadi korban kekejaman para vampir.
KAMU SEDANG MEMBACA
(Moved to Karyakarsa) Navanea, 300 Years After
Fantasía(From author of Another World Chronicles & Utusan Kristal Suci). Tiga ratus tahun berlalu setelah pertempuran di seluruh Navanea terjadi. Umat manusia yang kalah hanya menjadi budak dan diperlakukan semena-mena oleh bangsa elf, iblis, malaikat, dan...