Hani mencoba menerka-nerka dan memikirkan soal 'ada apa' melalui ekspresi Ziva dan Raja saat itu, usai dirinya menerima pertanyaan dari Raja.
"Apakah makhluk itu bersembunyi lagi saat kalian mengejarnya barusan?" tebak Hani."Ya, makhluk itu kembali bersembunyi. Dia tampaknya diperintahkan untuk mempermainkan kita oleh si pengirim teluh," jawab Ziva.
"Berarti si pengirim teluh itu memang ingin bermain-main dengan semua orang yang ada di dalam kantor ini. Meskipun sasaran utamanya adalah Pak Rian, tapi dia tahu pasti bahwa bermain-main dengan orang-orang yang ada di sekitar Pak Rian justru akan membuat Pak Rian semakin merasa cemas," pikir Hani.
"Tapi dia enggak tahu kalau kita ada di sini untuk menjauhkan Pak Rian dari rasa takut, cemas, dan lain sebagainya. Kita jelas menang satu poin daripada si pengirim teluh itu saat ini. Bagaimana pun caranya, kita harus mempertahankan satu poin tersebut," tanggap Raja atas pemikiran Hani.
"Ya, kamu jelas benar soal itu, Ja. Kita tidak boleh kehilangan satu poin tersebut atau semuanya akan semakin sulit untuk ditangani," balas Hani.
"Kalau begitu sekarang coba katakan pada kami berdua, Hani Sayang. Bagaimana caranya kamu tahu kalau makhluk itu mendadak muncul dan hendak menyerang Pak Rian, sehingga kamu bisa menghalanginya dengan cepat sebelum dia benar-benar menyerang Pak Rian?" pinta Ziva, seraya menangkupkan kedua tangannya pada kedua pipi Hani dengan lembut.
Rian bisa melihat bagaimana interaksi antara Hani dan Ziva yang begitu dekat. Kini ia mulai menduga, bahwa Ziva mungkin adalah Kakak dari Hani, sehingga ikatan hubungan mereka memang sedekat itu.
"Kaca jendela itu pecah mendadak saat semua orang sedang melaksanakan shalat ashar. Pak Rian sendiri tadi sudah memasuki rakaat kedua saat jendela itu pecah. Aku langsung beranjak ke sana, dan mendadak ada yang mencekik leherku dan membantingku ke dinding. Sebisa mungkin aku membalas serangan mendadak itu dengan salah satu doa yang biasa kita gunakan, meski leherku sedang tercekik sangat kuat," jelas Hani.
"Dan makhluk itu langsung pergi setelah kamu selesai membaca doa?" tanya Raja.
Hani menganggukkan kepalanya.
"Mm ... dia langsung melepaskan cekikan di leherku sehingga aku akhirnya terbanting ke lantai. Entah dia langsung menghilang atau dia hanya lari dari hadapanku. Aku tidak yakin karena tidak melihat sosoknya."
"Aku dan Raja melihatnya lari, Hani Sayang. Maka dari itulah tadi kami berdua langsung mengejarnya," jelas Ziva, agar Hani cukup yakin dengan yang dialaminya tadi.
Tari, Rasyid, dan Mika biasanya akan kembali bertanya jika ada yang mengalami serangan gaib. Maka dari itu Ziva harus meyakinkan Hani agar yakin dengan apa yang dialaminya. Ziva dan Raja kini memutuskan untuk kembali ke lantai bawah setelah bertanya pada Hani. Rian masih mengawasi Hani yang kini sudah kembali sibuk mencatat pada buku catatannya. Ia sedikit merasa heran, mengapa Hani bersikap seakan tadi tidak terjadi apa-apa.
"Kamu sedang mencatat apa? Apakah kamu mencatat apa yang terjadi tadi, sebagai dokumentasi di dalam pekerjaanmu?" tanya Rian, benar-benar ingin tahu.
Hani pun berhenti menulis sejenak, lalu menatap ke arah Rian yang kini sedang duduk pada kursi tak jauh dari posisinya berdiri.
"Ya, anda benar. Aku sedang mencatat kejadian tadi sebagai dokumentasi kerja."
Ziva meminta Tari, Rasyid, serta Mika untuk berkumpul bersama dirinya dan Raja. Mereka harus membicarakan sesuatu sebelum melangkah ke tahap selanjutnya.
"Menurut Hani, kemunculan makhluk itu ditandai dengan pecahnya kaca pada salah satu jendela yang ada di lantai dua. Dengan pecahnya kaca jendela itulah, Hani sadar bahwa ada sesuatu yang tidak beres dan merasa harus melindungi Pak Rian," ujar Ziva, menyampaikan.
"Berarti makhluk itu memang suka bermain-main, hah? Atau ... dia memang sengaja diperintahkan untuk bermain-main dengan orang yang ada di sekeliling Pak Rian?" tanya Mika.
Raja tampak kaget untuk sesaat.
"Bagaimana kamu bisa memikirkan hal yang sama seperti yang Hani pikirkan? Hani juga berpikir begitu, tapi dia mengatakan itu sebelum menceritakan soal kemunculan makhluk yang mencekiknya. Itu saja bedanya," ujar Raja.
"Aku dan Hani sudah lama sekali bekerja dengan tim ini, Raja. Kamu seharusnya tidak perlu heran jika aku memiliki pemikiran yang sama dengan Hani. Kami berdua memang dituntut untuk bisa membaca situasi dalam setiap kasus yang kami hadapi," jelas Mika. "Makanya, kamu jangan cuma fokus jadi partnernya Ziva doang, dong. Fokus juga sama yang lain sesekali. Masa cuma Ziva saja yang ... mm ... mm ...."
Ziva dengan cepat membekap mulut Mika, sebelum ceramah pria itu kepada Raja menjadi semakin panjang. Tari dan Rasyid kini tertawa pelan dengan kompak, sementara Hani memperhatikan apa yang Ziva lakukan pada Mika dari lantai atas.
"Tanggung, Ziv. Langsung saja lakban mulutnya Mika kalau dia terlalu banyak ceramah," saran Hani, yang sudah tahu kalau Mika pasti mulai berceramah tidak jelas di bawah sana.
Mika pun melotot ke arah Hani dan tampak melancarkan tatapan mautnya tanpa ragu.
"Sudahlah ... ayo kita segera diskusikan hal yang harus kita lakukan selanjutnya," saran Rasyid, sambil melerai Ziva dan Mika.
Raja membantu memisahkan mereka dan merangkul Ziva baik-baik di sisinya. Faisal yang baru saja masuk kembali ke dalam kantor itu bisa melihat dengan jelas bagaimana dekatnya Raja dan Ziva yang sejak tadi tak pernah terpisahkan. Hani masih mengawasi ke lantai bawah, tatapannya jelas tertuju pada Faisal yang sedang menatap marah ke arah Raja.
"Wah ... tampaknya Pak Faisal benar-benar harus dijauhkan dari Ziva dan Raja secara permanen. Kalau tidak, maka tatapan penuh emosinya itu bisa menimbulkan penyakit 'ain untuk Ziva ataupun Raja," gumam Hani.
"Lalu, kamu punya rencana apa untuk membuat Pak Faisal benar-benar menjauh dari Raja dan Ziva?" tanya Rian, yang jelas bisa mendengar apa yang Hani ucapkan barusan.
Hani kaget saat mendapat pertanyaan begitu dari Rian. Ia sedikit tidak menyangka kalau Rian akan benar-benar memperhatikannya sampai kepada apa yang ia gumamkan sendiri.
"Meminta tolong padanya membelikan makanan untuk semua karyawan di kantor ini, misalnya. Karena mungkin pekerjaan kami akan berlangsung sampai malam, jadi jelas para karyawan akan membutuhkan makanan agar tidak kelaparan," jawab Hani.
Rian pun tersenyum saat mendengar jawaban dari Hani.
"Oke. Itu jelas ide yang bagus. Kalau begitu biar aku yang bicara pada Pak Faisal. Kalau aku yang bicara dengan dia, jelas dia tidak akan merasa seperti disuruh-suruh, bukan?" ujar Rian.
Hani tersenyum kecil, lalu menganggukkan kepalanya. Rian pun mengeluarkan ponselnya dan mencoba menghubungi Faisal, agar pria itu bisa naik ke lantai dua untuk menemuinya. Hani merasa sedikit lega karena disaat yang paling penting, ada seseorang yang bisa ia andalkan.
* * *
KAMU SEDANG MEMBACA
TELUH BELING
Horror[COMPLETED] Seri Cerita TELUH Bagian 3 Raja benar-benar melamar Ziva di hadapan kedua orangtuanya dan menyatakan keseriusannya ingin menikah. Hal itu tentu saja menjadi hal paling membahagiakan bagi semua orang, termasuk seluruh anggota tim tempat R...