25 | Sebuah Akhir

1.1K 124 6
                                    

"Mungkin setidaknya kamu tidak perlu langsung merangkul lengan Pak Rian dan ditambah dengan bersandar di bahunya, ketika kalian berdua pertama kali bertemu," jawab Ziva. "Berjabat tangan ketika berkenalan dengan seseorang rasanya sudah cukup. Tidak perlu sampai merangkul dan bersandar. Berjabat tangan jelas bukan tindakan yang berlebihan dan tidak menimbulkan prasangka tidak baik tentang sikapmu yang belum Pak Rian ketahui. Langkah perkenalanmu itu jelas sudah salah besar, sehingga wajar kalau Pak Rian kemudian menolak untuk bertemu lagi denganmu dan menolak mengenalmu lebih jauh. Dia jelas butuh nama baiknya tetap terjaga selama belum menikah."


"Kamu tahu apa??? Kamu tidak tahu apa-apa!!! Apa yang salah dengan merangkul lengannya dan bersandar sebentar di bahunya??? Siapa yang akan dirugikan jika aku bersikap begitu???"

Raja bisa mendengar perdebatan itu dari lantai atas. Ia ingin sekali kembali turun ke bawah untuk membuat wanita itu diam, agar Ziva tak perlu menghabiskan energinya. Namun sayang, ia sedang punya tugas lain yang lebih penting untuk dilakukan.

"Pak Rian yang akan dirugikan. Nama baiknya akan tercoreng jika dia sampai terlihat duduk berdua dengan wanita yang begitu mudah merangkul lengannya dan bersandar di bahunya padahal baru saja berkenalan. Jelas Pak Rian harus menghindari hal-hal seperti itu jika tidak ingin dicap buruk oleh calon Istrinya, jika pada akhirnya dia menemukan wanita yang tepat. Tidak boleh ada hal yang bisa mencoreng nama baiknya agar dia tidak diragukan oleh wanita yang dia inginkan pada akhirnya, kelak," balas Ziva.

Fifi jelas tidak bisa lagi mengatakan apa-apa saat Ziva membeberkan tentang pentingnya menjaga nama baik bagi seseorang. Wanita itu kembali menatap ke arah Neneknya, karena merasa sudah tidak perlu lagi bicara banyak kepada Ziva.

"Aku berkenalan dengan calon Suamiku dengan santai, seperti berkenalan pada orang baru pada umumnya. Aku tidak pernah menunjukkan sisi agresif saat pertama kali berada di hadapannya. Bahkan sampai saat ini pun rasanya masih seperti itu, aku tidak pernah bersikap agresif terhadapnya. Lalu dengan sendirinya kami menjadi dekat karena pekerjaan dan juga karena sering menghabiskan waktu bersama-sama. Mungkin keadaan antara kamu dan Pak Rian akan berbeda kalau kamu tidak bersikap agresif saat pertama kali diperkenalkan dengannya. Setahuku, di dunia ini memang ada beberapa pria yang tidak suka pada wanita dengan sikap agresif. Ya ... Pak Rian adalah salah satu yang tidak suka dengan wanita agresif itu, dan kamu jelas sudah salah menangani proses perkenalan kalian sejak awal," tutur Ziva.

Fifi kini tampak berusaha tertawa ketika mendengar kalau Ziva justru memihak pada Rian, setelah mendengar penjelasannya mengenai perkenalannya dengan pria itu.

"Di mana-mana wanita biasanya akan saling mendukung dengan wanita lainnya. Bukan malah mendukung pria yang sikapnya seperti Rian!" Fifi kembali meluapkan amarahnya.

"Tergantung. Kalau wanita yang dihadapi adalah wanita seperti kamu, ya sebaiknya tidak usah didukung. Syarat mendukung seseorang itu ada banyak. Intinya di dalam sebuah dukungan harus ada tujuan baik. Sementara kamu ... mana bisa aku mau mendukung kamu? Pengertianmu soal penolakan Pak Rian, sudah salah. Jalan yang kamu tempuh setelah ditolak oleh Pak Rian, juga sudah salah. Lalu kamu berharap bahwa aku akan mendukungmu? Itu jelas tidak mungkin terjadi. Aku jelas lebih pro kepada Pak Rian. Aku setuju kalau dia tidak suka dan tidak mau menanggapi wanita yang bersikap agresif. Seperti kataku tadi, nama baik adalah hal yang penting untuk dijaga sebelum menikah."

Polisi akhirnya meringkus Fifi dan memborgol tangannya. Wanita itu akan ditahan karena tersangkut sebagai penghasut atas kiriman teluh yang dilakukan oleh Neneknya. Di lantai atas, Raja akhirnya menemukan ruangan yang digunakan untuk menjalani ritual teluh beling oleh wanita tua tadi. Setelah memeriksa beberapa kamar dan juga beberapa ruangan terbuka, tempat itu akhirnya berada di depan mata Raja. Ia melihat banyaknya nama yang tertulis di atas beberapa buah robekan kertas, lalu di atasnya banyak sekali terdapat pecahan beling serta taburan bunga tujuh rupa. Sejenak Raja bergidik ngeri saat menyaksikan pemandangan tersebut. Tidak bisa ia bayangkan bagaimana sakitnya yang dialami para korban saat teluh beling itu menyerang mereka secara mendadak.

"Tampaknya manusia memang bisa kehilangan akal sehat, jika sudah merasa tidak punya jalan lain. Bersekutu dengan Iblis dan menyakiti manusia lain seakan adalah mainan bagi para pelaku teluh seperti Nenek itu. Astaghfirullah hal 'adzhim," gumam Raja, merasa miris.

Raja pun segera membuka tutup botol yang baru saja dikeluarkannya dari dalam ransel. Ia menutup kedua matanya selama beberapa saat ketika botol itu sudah terbuka.

"A'udzubillahi minasy-syaitanirrajim. Bismillahirrahmanirrahim. Bismillahilladzi laa yadhurru ma'asmihi syai'un fil ardi wa laa fissamaa'i wa huassami'ul 'alim," bisik Raja, lalu segera menuangkan air yang ada di dalam botol ke atas semua kertas berisi nama-nama korban yang dilihatnya.

Di bawah, wanita tua yang saat itu sudah tidak berdaya mendadak tampak sesak nafas ketika Polisi baru saja selesai memborgol tangan Fifi. Kedua mata wanita tua itu tampak melotot dan menatap ke atas dengan mulut terbuka lebar. Ziva memberi tanda untuk tetap menjauh dari wanita tua itu kepada para Polisi yang membantunya. Ziva tidak mau ilmu-ilmu hitam yang belum terlepas dari tubuh wanita tua itu menyerang siapa pun yang ada di sekitarnya. Tubuh wanita tua itu mengalami kejang-kejang tak lama kemudian, tepat pada saat Raja menyiram sebuah wadah tanah liat yang terus mengepulkan asap putih sejak tadi.

"Dia kenapa itu, Mbak Ziva?" tanya Jafar.

"Sakaratul maut, Pak Jafar. Mungkin memang sudah waktunya dia kembali kepada Allah," jawab Ziva, tampak sangat tenang.

Raja terlihat menuruni tangga dan segera kembali ke sisi Ziva. Wanita tua itu masih tampak kejang-kejang di lantai. Fifi tampak histeris saat tahu kalau Neneknya sedang mengalami sakaratul maut, sehingga Polisi pun segera memutuskan untuk membawanya keluar dari rumah itu lebih dulu.

"Sudah selesai. Ritual teluh beling yang dia lakukan sudah dipatahkan," ujar Raja.

"Alhamdulillah, kalau begitu. Aku harap saat ini semua korban sudah melewati ruqyah tahap akhir. Mereka semua akan kembali membaik setelah ruqyah tahap akhir itu selesai," tanggap Ziva, atas laporan yang Raja berikan.

Wanita tua itu akhirnya benar-benar meninggal dunia tak lama kemudian. Jasadnya segera diurus oleh pihak kepolisian untuk ditindaklanjuti dengan proses autopsi. Fifi benar-benar ditahan dan akan menerima dakwaan saat tiba di kantor Polisi nanti. Sementara Raja dan Ziva kini memutuskan kembali lebih dulu ke kantor milik Rian untuk bertemu dengan yang lainnya. Tugas mereka sudah selesai. Kini hanya perlu ada sedikit penyelesaian bersama Rian.

* * *

TELUH BELINGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang