Pagi itu rumah Keluarga Adinata benar-benar sudah ramai dengan hiruk-pikuk beberapa orang yang sedang membicarakan banyak hal. Retno dan Raja datang pagi-pagi sekali karena ingin menjemput Ziva yang akan dibawa ke sebuah butik langganan mereka. Hari itu Ziva akan diminta untuk memilih gaun pengantin yang diinginkannya, karena tidak mungkin Retno atau Raja yang akan memilihnya.
"Pergi ke depan, sana! Kamu itu kalau sudah di rumah kok hobi sekali jadi Ratunya dapur!" usir Tari kepada Ziva."Loh? 'Kan sudah sejak kecil aku memang hobi berada di dapur jika sedang mendekam di rumah. Salahku di mana, Tar?" tanya Ziva.
"Salahmu adalah, kamu enggak bersikap layaknya seorang calon pengantin wanita yang akan segera menikah," sahut Hani yang sedang mencuci piring. "Harusnya saat ini kamu itu istirahat, merawat diri, dan bersantai menanti hari H pernikahanmu yang akan terlaksana dua hari ke depan. Bukannya malah akrobat di dapur bersama wajan, panci, dan ulekan."
Tari--mau tak mau--akhirnya tertawa setelah mendengar omelan Hani kepada Ziva. Ziva sendiri--yang sedang memegang panci dan wajan karena baru diambil dari dalam lemari--mendadak berniat ingin melakukan akrobat sungguhan di hadapan Hani.
"Simpan cepat panci dan wajannya, sebelum aku menyerangmu dengan kekuatan elemen air," ancam Hani.
"Kamu sadar 'kan, kalau elemen besi jelas bisa lebih cepat menumbangkan lawan daripada elemen air?" tanya Ziva.
"Hei ... kalian titisan Avatar? Pagi-pagi kok sudah meributkan elemen," tegur Rasyid, yang saat itu sedang duduk di ruang tengah bersama Raja dan Mika.
Ziva akhirnya benar-benar kalah dari Hani dan Tari, sehingga membuat dirinya angkat kaki dari dapur. Retno dan Mila hanya bisa tertawa saat melihat ekspresi Ziva yang dilarang melakukan apa-apa oleh Tari dan Hani. Bahkan hanya untuk memasak air pun dirinya tidak diperbolehkan sama sekali oleh kedua wanita itu. Raja mencoba menghiburnya dengan cara mengajak memilih contoh undangan yang dibawakan oleh Retno dari rumah.
"Sudah yakin, contoh undangan yang itu adalah pilihan kalian berdua?" tanya Mila saat menerima sodoran contoh undangan dari Ziva.
"Iya, coba dipikirkan lagi. Siapa tahu kalian mau memilih contoh undangan yang lain," saran Retno.
"Aku dan Raja sudah yakin, Tante. Itu adalah pilihan undangan yang kami setujui bersama barusan," jawab Ziva.
"Eh, kok masih panggil Tante? Panggil Ibu dong, Sayang. Biasakan," pinta Retno, seraya merangkul Ziva dengan perasaan gemas bercampur bahagia.
Wajah Ziva lagi-lagi memerah, sementara Raja kini mencoba menahan-nahan senyumnya saat melihat berapa senangnya Retno ketika Ziva ada di sampingnya. Ia merasa lega, karena wanita yang ia pilih untuk menghabiskan hidup bersama bisa diterima oleh Ibunya tanpa harus ada banyak pertimbangan. Selain karena Retno sudah lama mengenal Ziva, Retno juga tampaknya sangat menyayangi Ziva sehingga Raja sama sekali tak merasa ragu ketika sadar bahwa dirinya sudah jatuh cinta pada wanita itu.
"Jam berapa kita akan pergi ke butik, Bu?" tanya Raja, setelah Ziva meminta izin pergi untuk berganti pakaian.
"Sebentar lagi, Nak. Biarkan Ziva siap-siap dulu. Jangan terlalu terburu-buru," jawab Retno.
"Nak Raja ini sepertinya semangat sekali. Minumlah dulu tehnya, jangan terburu-buru," saran Faris seraya tersenyum.
"Ayah, jangan membuat Nak Raja salah tingkah pagi-pagi begini. Nanti Ziva marah loh," tegur Mila, dengan sengaja.
Semua orang pun tertawa dengan kompak, sementara wajah Raja kini tampak memerah luar biasa saat sadar bahwa dirinya tengah dijadikan topik pembicaraan paling utama. Ziva keluar dari kamarnya tak lama kemudian dan tampak sudah siap untuk pergi. Raja dan Retno pun segera berangkat bersamanya menuju butik yang akan menjadi tempat memesan gaun pengantin. Yanto mengemudikan mobil dengan santai, karena Retno tampaknya ingin menghabiskan waktu bersama Ziva ketika perjalanan itu berlangsung.
"Nanti setelah kita memesan gaun pengantin, kita akan langsung pergi ke toko perhiasan. Kamu dan Raja harus memilih dan mengukur cincin kawin, agar bisa pas di jari kalian saat dipasangkan usai ijab kabul," ujar Retno.
Ziva pun tersenyum seraya membalas genggaman tangan Retno yang sejak tadi sudah menggenggam tangannya.
"Iya, Bu. Insya Allah aku dan Raja akan ikut ke mana pun yang Ibu sarankan hari ini. Kami tidak akan melawan," tanggap Ziva.
"Wah ... calon Istriku terdengar pasrah sekali hari ini. Padahal biasanya kamu jelas bukan sosok yang mudah pasrah ketika menghadapi sesuatu," komentar Raja, yang saat itu duduk di kursi depan--tepat di samping Yanto yang sedang menyetir.
Retno pun tertawa saat mendengar yang Raja katakan tentang Ziva.
"Itu jelas beda dong, Kakanda Raja. Kalau berurusan dengan pekerjaan, aku jelas akan tidak mau pasrah dengan keadaan," sahut Ziva.
Raja mendelik saat mendengar Ziva memanggilnya dengan sebutan 'Kakanda' tepat di depan Retno. Yanto yang biasanya diam saja jika ada obrolan, mendadak ikut tertawa saat mendengar Raja dipanggil seperti itu oleh Ziva.
"Aduh ... kok kamu harus panggil aku begitu di depan Ibu, sih?" tegur Raja, sambil menutupi sebagian wajahnya.
"Ups, maaf. Aku keceplosan," Ziva pun baru menyadarinya.
"Memangnya kenapa kalau Ziva mau memanggilmu 'Kakanda' di depan Ibu? Kamu malu? Kata Ziva, kamu yang menyarankan dia untuk memanggilmu begitu. Terus kenapa sekarang malah malu sendiri?" tanya Retno.
"Astaghfirullah, Adinda Ziva ... kamu ngadu sama Ibu soal saran panggilan yang aku kasih?" keluh Raja.
"Ziva tidak mengadu sama Ibu. Kamu jangan su'udzon. Ibu yang tanya-tanya sama Ziva dan mendesaknya untuk cerita," jelas Retno.
Mobil itu akhirnya berbelok ke halaman parkir sebuah butik besar dan ternama. Mereka bertiga turun setelah Yanto berhasil parkir dan Ziva tetap berjalan bersama dengan Retno ketika masuk ke butik tersebut. Yanto memilih tidak ikut ke dalam. Ia lebih memilih mendatangi coffee shop yang berada di sebelah butik selama menunggu.
"Pak Yanto?" tegur seseorang.
Yanto pun menoleh lalu tersenyum saat melihat sosok Amir--sopir Keluarga Bareksa--yang saat itu juga tengah berada di coffee shop tersebut.
"Pak Amir? Beli kopi juga?" tanya Yanto.
"Iya. Pesanan Mas Vano. Kantor Mas Vano dekat dari sini, jadi saya disuruh beli kopi di sini. Katanya dia sudah langganan beli kopi di sini. Ngomong-ngomong, Pak Yanto lagi lewat atau sengaja ke daerah sini?"
"Sengaja ke daerah sini. Saya mengantar Nyonya Retno, Mas Raja, dan calon Istrinya Mas Raja ke butik yang ada di sebelah. Mereka mau pesan gaun pengantin, soalnya Mas Raja akan segera menikah. Insya Allah dua hari lagi," jelas Yanto.
"Oh, ya? Mas Raja mau menikah? Dengan siapa menikahnya?" Amir merasa penasaran, karena sebelum-sebelumnya Raja tidak pernah terdengar memiliki kekasih.
"Sama Mbak Ziva, sepupunya Mbak Rere," jawab Yanto.
Amir pun langsung teringat dengan persoalan yang terjadi beberapa hari lalu.
"Masya Allah. Putus dari Mas Gani gara-gara Mas Gani selingkuh sama Mbak Rere, ternyata Mbak Ziva langsung dapat jodoh yang benar-benar serius. Enggak nyangka kalau akhirnya Mbak Ziva akan menikah dengan Mas Raja," ungkap Amir, tampak ikut merasa senang.
* * *
KAMU SEDANG MEMBACA
TELUH BELING
Horror[COMPLETED] Seri Cerita TELUH Bagian 3 Raja benar-benar melamar Ziva di hadapan kedua orangtuanya dan menyatakan keseriusannya ingin menikah. Hal itu tentu saja menjadi hal paling membahagiakan bagi semua orang, termasuk seluruh anggota tim tempat R...