1. Satu

168 12 0
                                    

Yanti melangkah ragu memasuki rumah mertuanya yang akan ia tinggali, karena suaminya belum punya rumah sendiri.
Yudi masih menjalani training di tempat kerja baru setelah menjalani seleksi karyawan di sebuah resort pariwisata.

Enam hari kerja, dan hari Minggu, ia akan rehat pulang ke rumah di waktu akhir pekan. Kebetulan, resort tempat kerjanya hanya berseberangan pulau dengan pulau tempat asalnya.

"Itu kamarmu dan suamimu. Bawa kopormu ke sana dan bersihkan dulu kamarmu baru itu kamu atur barang-barangmu."

Suara ibu mertuanya mengagetkan Yanti yang terus memikirkan suaminya.

Ayah mertuanya tengah menunggu ibu mertuanya dengan perahu di bawah jembatan kecil di kolong rumah mereka. Mereka hendak ke pasar di kecamatan, di pulau besar dengan mendayung perahu selama hampir satu jam.

Menantu mereka ini dari kota, jadi keperluan dapur dan keperluan rumah tangga lainnya harus dilengkapi.

"Saya pergi dulu."
Ibu mertua Yanti melambai, disusul senyum Ayah mertuanya seakan berpesan, semoga ia nyaman di gubuk mereka.
Setelah itu, ayah mertuanya pun menggerakkan perahu dengan teknik mendayungnya.

Kreeek...

Suara pintu kamar yang ditunjukkan oleh ibu mertuanya terdengar, menguarkan aura lelaki, karena kamar itu bekas kamar bujang suaminya, Yudi.

Yanti pun mengangkat kopernya yang tidak bisa ia gerek lagi, karena sekat antara kamar dan ruang tamu terdapat kayu yang menyatu dengan lantai sebagai penyanggah pintu kamar.

Rumah yang dindingnya terbuat dari papan dan beratap Rumbia itu, seakan kokoh tak termakan jaman.

Rumah sederhana yang ada di kampung bajo ini, terletak menjorok lebih ke belakang pulau dari rumah-rumah lainnya.

Untung akses perahu dekat dengan rumah mertua Yanti, sehingga kalau mau ke mana-mana cepat untuk mendapatkan perahu.

Setelah merapikan baju serta barang-barang pribadinya bersama suaminya, Yanti segera ke pintu paling belakang untuk memeriksa makanan yang tersedia di sana dan akan memasak makan malam nanti.

Yanti memang sudah terbiasa hidup rajin dan rapi. Setelah ibunya meninggal, ia harus tinggal di rumah saudara saat sekolah dan hanya ayah serta adik laki-lakinya yang lulus SMA tahun lalu yang tinggal bersama di rumah mereka..

Ayahnya hanya pensiunan mantri. Dan hidup mereka yang pas-pasan harus Yanti bantu dengan berjualan roti untuk biaya kuliahnya.

Meski Yanti lulusan sekolah sekretaris, tapi Yanti lebih memilih hidup di desa suaminya, karena ia yakin, Yudi bisa membangun rumah sederhana untuk mereka dari hasil kerjanya di resort.

Dengar-dengar, setiap tiga bulan, gaji pekerja di sana akan dinaikkan.
Yanti berharap mereka bisa menabung dan segera membangun rumah impian mereka dan tidak terlalu merepotkan mertuanya.

Setelah menanak nasi, Yanti membawa semua piring kotor untuk ia cuci di belakang rumah. Di bagian belakang terdapat pulau kecil yang berbatasan dengan hutan mangrove yang ada persis di belakang jamban rumah mertuanya.

Setelah merapikan piring-piring yang telah ia cuci, Yanti mulai mengambil sapu lidi panjang untuk membersihkan rumah yang berlantaikan papan itu.

Tak terasa, hari telah sore dan mentari sudah bersembunyi di ufuk barat, di balik pulau kecil belakang rumah.
Tapi Yanti masih asyik menyapu halaman bagian belakang rumah.

"Astaga... apa kamu bikin? Sudah, sudah, jangan menyapu lagi, pamali. Ayo masuk ke rumah, ini malam Jum'at. Tutup pintunya cepat!"
Teriak Arisa, ibu mertua Yanti.

Ia segera menarik masuk menantunya itu dan menggaruk rambut kusutnya karena sapu lidi yang digunakan Yanti tadi, turut di bawa masuk.

Terlihat sayur mayur dan sekarung beras tergeletak begitu saja dihempaskan oleh Arisa, karena panik. Di sana Hafda berdiri dengan pucat.

"Bawa keluar sapunya." Arisa hampir kehabisan nafas.

Setelah meletakkan sapu lidi di luar, Yanti menutup pintu dapur dan kembali menemui Arisa dengan wajah bingung.

"Sini.... duduk nak... kamu harus dengar, di sini, banyak pamali yang tidak boleh kamu langgar, karena.... nanti akibatnya, fatal."
Hafda menuntun menantunya untuk duduk di tikar pandan yang telah lusuh yang ada di ruang tengah.

Arisa ikut duduk dan mengikat rambutnya yang sempat berantakan oleh angin ketika pulang tadi.

"Yanti, malam Jum'at seperti ini, dilarang beraktivitas di luar rumah. Kalau ada perlu atau kegiatan, dari sore harus segera dilakukan, kalau tidak tunggu besok saja. Dengarkan, apapun yang dilarang di sini, tidak boleh dilanggar."
Arisa menjelaskan panjang lebar. Ia sangat berharap, anak mantunya itu bisa mengerti.

"Memangnya, ada apa Bu?"
Yanti seolah penasaran dengan larangan mertuanya. Ia merasa, semua aktivitas yang dia lakukan wajar dan tidak aneh.

"Nanti, sebentar malam, kamu dapat jawabannya."

Ayah dan ibu mertuanya segera duduk bersila dan menyuruh Yanti agar menyiapkan makan malam.

Setelah makan malam, ketiga anak manusia itu duduk berbincang tentang Yudi yang akan libur dua hari lagi.

Setelah menguap berkali-kali, ketiganya masuk ke dalam kamar masing-masing dan segera terbawa mimpi diakibatkan rasa lelah setelah seharian beraktivitas.

Jam dinding berbunyi bertalu-talu, seakan menjadi sumber suara yang paling nyaring malam ini.
Sekitar jam sepuluh lewat, tiba-tiba listrik padam.

Yanti yang tidak bisa nyenyak dalam kegelapan terbangun dan meraba-raba dinding untuk menuju dapur mencari korek api.

Ia merasa sungkan untuk membangunkan mertuanya. Tak lama Yanti sudah tiba di depan tungku kayu yang biasa untuk semua aktivitas memasak di rumah ini.

Yanti masih ingat tadi, ia meletakkan korek api di atas toples garam.
Setelah meraih kotak korek, Yanti mulai mengambil salah satu batang kayu korek dan menggosokkannnya di bagian kotak korek yang bisa menghasilkan percikan api.

Cisssss

Api mulai terpercik dan Yanti bisa melihat sekelilingnya menjadi terang.
Matanya mencari-cari di mana letak lampu tempel yang ada di rumah mertuanya. Tapi nihil, ia tidak menemukan lampu botol yang tadi tersandar di dekat tungku.

Huf!

Tiba-tiba api dari korek yang dinyalakan Yanti mati.
Seperti ditiup seseorang.

Jantung Yanti bertalu-talu dengan cepat. Ia segera meraih satu batang korek api kayu dan mulai menggesekkannya lagi di bagian kulit korek api, lalu muncul kembali percikan api.

Yanti mulai memperhatikan sekeliling. Ia merasa ada seseorang tadi. Ia sangat yakin.

Huffh!

Lagi-lagi api di korek Yanti padam. Dengan panik Yanti mulai mencoba menyalakan api kembali dengan batang korek yang lain.

Hufh!

Nyala api tertiup lagi dan berkali-kali Yanti menyalakan api, tapi tertiup kembali dan membuatnya semakin panik.

Keringat bercucuran memenuhi wajah dan lehernya. Badannya pun sebagian sudah basah oleh peluh. Korek yang dipegangnya juga telah jatuh dan terpelanting entah ke mana. Ia bergerak dengan panik dalam kegelapan, hingga seseorang mengguncang tubuhnya.

Haaaaaaaaaaaaa!!!!!

Votment dulu, baru lanjut!

Pamali Kamis MalamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang