29. Dua Puluh Sembilan

31 3 0
                                    

Yanti tersadar dari tidurnya. Sementara tangannya masih berpegangan di batu cadas yang ada di tengah laut.

Ingin rasanya ia naik dan duduk di atas batu itu. Tapi batu karang itu sangat tajam. Beberapa jemarinya sudah tergores dan terasa pedih.

Gerimis masih terus mengguyur laut. Yanti menelan tetesan hujan yang membasahi kepalanya.
Ia merasa sangat haus dan lapar.

Dari jauh terlihat sesuatu yang bergerak.
Yanti berharap itu adalah kapal nelayan.
Tapi harapan Yanti pupus.

Yang bergerak dari kejauhan tampak familiar di matanya.

Seseorang dengan pakaian pengantin yang sebagiannya sudah terbakar.
Sebagian wajahnya juga sudah terbakar.

Ia melayang dan mendekati Yanti dan hinggap di ujung tertinggi batu karang.

Hihihi hihihi hihihi

Suara tawa terdengar seolah mengejek Yanti yang semakin lemah.

Dengan ringan, tubuh sosok itu melayang ke sana kemari dan hinggap di atas batu.

Tatapan Yanti langsung menghujam ke wajah rusak itu.

"Mau kamu apa? Mengapa kamu menggangguku? Salah saya dan Bang Yudi apa?"

Hihihi hihihi hihihi hihihi hihihi

Tidak ada jawaban yang berarti dari sosok mengerikan itu.
Ia hanya tertawa cekikikan dan melayang ke sana kemari.

"Kamu yang menyebabkan kematianmu sendiri! Kamu yang melanggar pamali!
Kamu yang mengajak Bang Yudi untuk bertemu sebelum waktunya pernikahan!"

Sosok itu terdiam.
Dia terbang melayang semakin mendekati Yanti.

Yanti tidak takut dan malah menantang tatapan dari mata tajam itu.

Terlihat ada sisa kecantikan di sana.

"Kamu pikir saya tidak tahu apa-apa? Kamu dendam pada Bang Yudi, dengan menerorku! Padahal, kamu sendiri yang tidak ingin menyelamatkan diri sendiri waktu itu!
Perahu terbakar, disebabkan keluargamu yang ceroboh! Bukan Bang Yudi! Dia sangat menyayangimu, mana mungkin ia mencelakakan kamu, padahal kalian baru menikah! Bang Yudi menyuruhmu lompat, tapi apa? Kamu malah bertahan di atas perahu hingga terbakar.
Salahmu sendiri, hingga Kamu celaka!  Keluargamu menyalahkan Bang Yudi. Bang Yudi dikucilkan oleh warga desa! Difitnah! Bahkan saya yang tidak tahu apa-apa diteror!"

Sosok itu terdiam dalam keadaan melayang.

"Lihat sekarang, Kamu seolah menutup mata hatimu Yuni!
Kamu menutupi kebenarannya dengan menyalahkan keluarga Bang Yudi. Kamu membenarkan keluargamu!"

Yanti menatap dalam wajah yang mulai sendu terdiam dan perlahan-lahan menunduk.
Yanti tidak gentar. Apa yang ada di pikirannya akan ia tumpahkan semuanya. Jika ia harus celaka, biarlah.
Yanti tidak perduli lagi akan keselamatannya. Apalagi dengan keadaannya sekarang ini yang semakin melemah.

"Padahal, Bang Yudi sangat menyayangimu dengan tulus. Ia berharap kamu telah tenang, walaupun sudah di alam lain.
Saya tahu, yang membuat kamu seperti ini adalah dendam yang tidak berdasar dari keluargamu.... Terutama Ibumu!"

Sosok itu mengangkat wajahnya dan menatap tajam ke arah Yanti.

Jangan lupa vote and coment!

Pamali Kamis MalamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang