30. Tiga Puluh

24 2 0
                                    

Yudi memasuki rumah dengan panik. Setelah meminta izin dari bosnya untuk pulang lebih cepat sehari, ia langsung menuju desanya.

Di dalam rumah ia melihat wajah panik dan khawatir dari kedua orang tuanya.

"Apa yang bapa dan mama lihat tadi di kantungnya?"
Yudi langsung bertanya pada Arisa dan Hafda tentang apa yang mereka lihat setelah meletakkan tas ranselnya secara sembarangan.

"Ada sesuatu yang bergerak terus di sana. Ada apa sebenarnya nak?"
Arisa masih penasaran dengan apa yang terjadi. Apa sebenarnya hubungan antara hilangnya Yanti dan mantan besan mereka itu?

"Jadi, tadi malam Yanti menelponku bu. Katanya seseorang membawakan ikan Baronang tadi malam."

Arisa langsung teringat ikan Baronang yang dilihatnya di dapur dalam keadaan busuk.

"Siapa yang membawa ikan Baronang nak?" Tanya Hafdal tidak sabar.

"Yanti bilang, yang membawa ikan Baronang itu adalah Ibunya Yuni. Dia sempat takut akan terjadi sesuatu karena semalam itu malam pamali."

"Astaga...." Desis Arisa.
"Perempuan itu sudah menerornya. Dia telah menculik Yanti." Sambung Hafdal.

"Apa yang harus kita lakukan Bapa...ibu?" Tanya Yudi dalam kebingungan.

"Kita harus mencari Yanti. Yanti tidak hilang. Tapi perempuan itu membawanya." Sahut Hafdal.

🌚🌚🌚🌚🌚🌚🌚

Seorang wanita paruh baya menatap anak kucing yang ia ikat dengan batu di dalam baskom berisi air.

Untung saja ada orang yang bekerja sama dengannya untuk membalas dendam anaknya.

Ia bisa dengan mudah mendapatkan jejak Yanti dan memindahkannya ke dalam tubuh seekor kucing.

Senyumnya mengembang melihat kucing itu tak bergerak kuat lagi. Hanya perutnya yang agak besar kembang kempis karena yang tersisa hanyalah nafasnya.

Senyum wanita itu perlahan pudar saat ia sadari sosok yang ia sayangi duduk sesenggukan di balik pintu sebuah kamar.

Kamar itu sudah lama tidak ditempati orang.
Itu adalah kamar Yuni, anak gadisnya.

Dengan langkah perlahan, wanita itu mendekati sosok yang memunggunginya.

"Yuni...."
Suara wanita itu membuat sosok itu berhenti menangis.
Lalu perlahan mengangkat wajahnya.

Wajahnya yang sayu pucat pasi dengan mata yang cekung di pipi tirusnya.

"Apakah semua ini ibu lakukan karena dendam?"

"Ya, mereka telah membunuhmu!"

"Apakah paman tidak menceritakan kejadian sebenarnya?"

Wanita itu terdiam. Ia sekilas dengar dari beberapa orang bahwa yang menyebabkan kebakaran adalah dari saudaranya yang teledor.

"Saya ingin tenang ibu. Saya ingin lepaskan baju pengantin itu. Izinkan saya tenang Ibu... Bang Yudi tidak bersalah. Saya yang salah."

Air mata membanjiri pipi tirus sosok cantik itu.

"Sedikit lagi Yu...."

"Lepaskan istrinya Ibu! Saya tidak mungkin hidup lagi. Ini bukan alam saya. Biarkan saya di alam saya dengan tenang...."

Lalu perlahan-lahan sosok itu menghilang.

Wanita paruh baya itu termangu. Ia baru sadar, anaknya begitu menderita. Hanya karena hasutan teman anaknya, ia sudah berubah menjadi wanita jahat.

Perlahan dia keluar kamar anaknya dan berhenti di sebuah baskom yang berisi kucing yang hampir tidak berdaya itu.

🌚🌚🌚🌚🌚🌚🌚🌚🌚

"Yanti!"

"Yanti!"

Samar-samar terdengar suara memanggil namanya. Sedangkan matanya sangat berat untuk terbuka. Ia seakan tidak ada daya lagi. Untuk membuka mata saja seakan ia tidak sanggup, apalagi menyahuti orang yang memanggilnya.

"Itu dia! Lebih rapat lagi ke darat!"

Hafdal dan Yudi tergopoh menepikan perahu dan langsung loncat di atas pasir.

Mereka berlari menuju Yanti yang hampir tidak sadarkan diri di sisi  perkuburan.

"Yanti!, Yanti!"
Yudi menepuk pelan pipi Yanti. Ia lalu memangku kepalanya dan terus berusaha membangunkannya.

Hafdal yang menyadari menantunya sekarat segera ke perahu dan mengambil air di dalam botol dan membawanya untuk diminumkan ke Yanti.

Yanti segera meneguk air dengan rakus. Selang beberapa menit ia membuka matanya perlahan.

Di atas langit biru terbentang luas. Ia lalu bangun dan berusaha duduk memperhatikan sekelilingnya.

Ternyata ia berada di pinggir kuburan Yuni, di pulau yang pernah ia kagumi.

"Sejak kapan saya di sini?"
Yanti bingung seolah bertanya kepada Yudi.

"Sudah hampir tiga hari. Untung Bapak segera mencari keberadaan kamu."
Yudi segera memapah Yanti untuk berdiri.
Sebelum ke perahu, Yanti menghampiri pusara tempat Yuni bersemayam.

"Maafkan semua kesalahan bang Yudi. Walaupun kita tidak saling kenal dulunya, tapi saya sangat percaya kamu adalah perempuan baik. Terima kasih telah memberikan pengalaman berharga untuk saya dan keluarga ini. Semoga kamu selalu tenang di sana." Yanti mengusap nisan pusara Yuni.

Perlahan ia bangkit dan pergi meninggalkan pulau bersama Yudi dan ayahnya.
Mereka segera menuju kecamatan untuk memeriksa keadaan Yanti ke dokter. Yanti memang sempat kehilangan cairan.
Tapi berita mengejutkan dari dokter adalah Yanti tengah hamil hampir tiga bulan.

Mereka sepakat untuk merahasiakannya dari orang lain agar kehamilan Yanti bisa berjalan dengan aman sampai ia melahirkan nanti.

Semenjak kejadian itu, tidak ada teror lagi di rumah mereka. Tapi untuk mencegah segala kemungkinan mereka tetap tidak melanggar pamali Kamis malam yang sudah menjadi tradisi.

THE END

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 30 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Pamali Kamis MalamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang