25. Dua Puluh Lima

30 5 0
                                    

Yanti megap-megap dalam air laut.

Tangannya berusaha meraih sesuatu tapi seakan ia tidak bisa menjangkaunya.
Padahal ia masih melihat bayangan kolong rumah dan jembatan di dalam air.

Dengan sekuat tenaga ia mulai berenang meskipun arus di dalam air seakan menahannya.
Pusaran air malah seperti menggulung tubuhnya dan menyeretnya pergi.

Daratan dirasanya seakan semakin jauh. Hutan mangrove dilewatinya semakin cepat.
Ia seakan berada di tempat yang sangat jauh dari daratan.

Dalam kesusahannya untuk terus berenang dan mencuri oksigen di permukaan air ia melihat sebuah batu besar.

Batu karang itu seakan menyembul di tengah-tengah laut yang tidak bertepi.

Keadaan remang-remang karena langit yang mendung dan hujan. Sesekali kilat menyambar di kaki langit yang hanya terlihat sebagai dinding yang mengelilingi lautan.

Yanti segera menggapai bagian batu yang nampak tajam di permukaan dan bisa membuatnya beristirahat untuk bergerak, karena tubuhnya sudah merasakan letih sedari tadi berenang.

Di pandangnya lagi langit di setiap sudut, tapi tidak didapatinya apapun dan siapapun.

Yanti seperti terasing di tengah lautan yang sepi.

Hanya bunyi ombak yang membentur bagian sisi batu karang saja yang menemani kesunyian ini.

Air mata Yanti mulai menetes, menyatu dengan air laut.

'Ya, Tuhan, bagaimana nasibku kini... Siapa yang bisa menolongku?"

Yanti menangis mengingat kejadian yang terjadi gara-gara pamali kamis malam, ia sampai terbawa seprei yang bergerak hingga tertidur di jembatan.
Untung saja paginya ayah dan ibu mertuanya menemukan ia dan membangunkannya.

Sekarang, di malam yang gelap ini siapa yang akan menemukannya di tengah lautan seperti ini?

Yanti berharap ada nelayan yang lewat dan menemukan dirinya segera, karena sesungguhnya ia sudah sangat lapar dan ngantuk.

Setelah rasa kantuk menyergapnya Yanti tertidur. Dalam tidurnya, Yanti seolah melewati pohon mangga di dekat lapangan dan menuju ke rumah Jovita.

Sebelum sampai Yanti terkejut karena melihat sosok wanita paruh baya yang dilihatnya tadi sore sedang membelakanginya.

Wanita itu duduk sambil mengelus anak kucing yang kedinginan.

Di salah satu tangannya ada sebotol air yang sekali-kali ia kucurkan ke kepala kucing kurus itu.

Byuuuurrr!

Yanti kaget, seolah seseorang sedang mengguyur wajahnya.

Ia menoleh ke belakang tapi tidak menemukan siapa-siapa.

Ia berbalik lagi dan menatap kepergian wanita paruh baya itu yang membawa kucing tadi di bawah guyuran air keran.

Hah!

Yanti kaget, karena merasakan air yang diguyur di wajah dan kepalanya sama seperti anak kucing yang semakin menggigil di tangan wanita paruh baya yang menyeringai puas.

Jangan lupa vote and coment!

Pamali Kamis MalamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang