Prolog

1.1K 36 1
                                    

Aku tahu, hubungan ini begitu toxic.
Namun, pesona dan kelembutanmu selalu berhasil memenangkan ku kembali.

_ Cahaya Sandyakala _

•••

Bukan soal siapa yang paling mencintai, tapi soal komitmen yang dijalani.
Bukan hanya tentang janji manis, tapi hati yang juga harus dijaga.
Bukan hanya mengucap lalu melupakan, tapi berani berucap dan berani melakukan, maka harus berani bertanggung jawab.

_ Cahaya Sandyakala _

•••

Meski kamu bukan untukku, izinkanlah aku untuk tetap memiliki hatimu.

_ Aster Bhagawanta _

•••

"Kamu tega ya sama aku, kurang apa aku sama kamu, hah!"

"Kamu itu milik aku Ay. Dan bahkan, tidak ada sejengkal dari tubuh kamu yang belum aku nikmati. Jadi, nggak usah sok suci dan sok cantik di depan laki-laki lain. Sebab, tidak akan ada laki-laki yang mau menerima kamu yang kotor!!!"

"Aku bukan pelacur pribadi kamu, ka ...-"

Plak!

Lelaki tersebut menampar kekasihnya kemudian mencengkeram kuat kedua pipi kekasihnya. "Sejak dulu, lo memang pelacur pribadi gue, anjing!"

Setelah mengatakan itu, laki-laki tersebut menghempaskan kasar kekasihnya. Hingga sang kekasih terlempar menghantam lemari kaca di sudut kamar dengan nuansa hitam itu.

Perempuan tersebut terduduk di atas lantai marmer dingin. Suara guntur yang menggelegar terdengar jelas di pendengaran. Bersamaan dengan itu, bulir bening jatuh dari pelupuk mata perempuan tersebut. Ia mengangkat dan mendongakkan kepalanya, menunjuk kekasihnya dengan sisa-sisa tenaga dan keberaniannya. "Demi Tuhan, aku nyesel se nyesel-nyeselnya sudah pernah menaruh hati begitu dalam pada seorang bajingan seperti kamu, Agra!!!"

•••

Hujan yang terus bergemuruh, Guntur dan petir yang sedari tadi terus bersahutan, disertai angin malam yang berhembus kencang membuat siapa saja enggan untuk pergi dari persembunyian, terkecuali seorang perempuan cantik yang sedari tadi enggan beranjak dari tempatnya.

Pasalnya, sudah lebih dari 2 jam yang lalu perempuan tersebut berada ditempat nya, di sebuah halte dan duduk dibawah tanpa alas. Memeluk lutut seraya menangis sesenggukan, seakan menumpahkan rasa dan tangis yang mengukung. Rasa takut akan hujan malam dan guntur yang bergemuruh bercampur itu entah kemana perginya.

Tampak dari kejauhan, sebuah mobil yang melaju pelan dengan sorot lampu yang begitu terang, menyilaukan mata.

Pemilik mobil itupun memberhentikan mobilnya kemudian turu dan menghampiri perempuan tersebut kala menangkap bayangan seorang perempuan yang tengah duduk ketakutan memeluk lutut.

"Astaga, Cahaya ... Kamu ngapain disini?"
Orang tersebut pun merotasikan pandangannya memastikan sekitar. Namun, tidak seorang pun yang ia dapati selain dirinya dan Cahaya di halte tersebut. Kemudian, orang tersebut pun mensejajarkan posisinya dengan Cahaya. Memegang bahu Cahaya yang bergetar dan membuat sang empu menoleh, seraya menelisik siapakah gerangan yang menghampirinya.

Nampak wajah Cahaya yang begitu sembab dengan sesenggukan dan kedua pipi yang basah. Sepertinya, perempuan itu sedari tadi menangis, suaranya pun terdengar serak.

"Bapak, kenapa disini? Hiks ...." Dan benar saja, bulir bening itu kembali meluruh dari netra indahnya.

"Seharusnya saya yang tanya ke kamu, kenapa malam-malam begini kamu berada di halte? Di tengah hujan pula. Saya baru saja pulang kerja, tidak sengaja lewat sini terus melihat seorang perempuan di halte yang terlihat seperti kamu, dan ternyata benar."

Laki-laki tersebut menjawab dengan suara yang sedikit panik. Nampak sekali raut khawatir pada wajah tampannya.

"Hiks ... hiks ... hiks ... saya menyesal pak, saya kecewa, saya terlalu bodoh, saya terlalu naif untuk sebuah kebenaran yang selalu saya tolak."

Laki-laki tersebut pun menarik tangan Cahaya, membantu Cahaya untuk berdiri. "Apa yang kamu bicarakan Cahaya. Mari, saya antar kamu pulang!"

Kemudian, laki-laki tersebut pun memakaikan jas yang ia kenakan pada bahu cahaya. Namun, dengan cepat Cahaya menolak. "Saya tidak ingin pulang. Saya benci hujan hari ini, saya ingin berlari dibawah rinainya untuk menyembunyikan tangis yang sedari tadi tak kunjung berhenti."

Cahaya menghempaskan tangan laki-laki tersebut. Lalu, ia pun melangkah keluar dari halte. Namun, belum sempat kakinya menginjak aspal, dengan cepat lelaki tersebut menarik tangan Cahaya dan membawa tubuh rapuh itu kedalam pelukannya. Membuat Cahaya semakin menangis tersedu-sedu seraya memukul-mukul pelan dada lelaki tersebut. Dengan lembut, lelaki tersebut mengusap kepala Cahaya seraya mengeratkan pelukannya. Seolah menyerap semua sesak yang ada pada Cahaya.

Dan entah kenapa, lelaki tersebut merasakan sakit pada hatinya. Tatkala melihat Cahaya yang menangis seperti ini.

Apakah laki-laki itu telah menemukan Cahayanya yang sudah lama padam?

•••

Hallo ... selamat datang di cerita pertama aku.

Gimana nih dengan prolognya? Prolognya sedikit, ya? Ya namanya juga prolog. Hehehe ...

Jangan lupa vote dan komen ya, satu vote dan komentar kalian sangat berarti untukku.

Tingkyu .... 🤍

Cahaya SandyakalaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang