Bab 8. Gerbong Kereta Api

126 8 0
                                    

Bab 8. Gerbong Kereta Api

•••

- Happy Reading -

"Ada rasa perih saat melihat kamu yang menangis meraung

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Ada rasa perih saat melihat kamu yang menangis meraung. Namun, lebih sakit lagi rasanya ketika aku tidak bisa berbuat apa-apa. Katakan padaku, apa yang harus aku lakukan. Haruskah aku merebut mu, kembali?"

_ Aster Bhagawanta _

•••

Lima hari sudah Cahaya dan Mangata berada di Surabaya, menghabiskan harinya dengan bersenang-senang bersama keluarga, pun juga dengan Mangata yang sudah terlihat tidak begitu canggung dengan Kakak Cahaya, Sagara. Tepat Sore ini, keduanya akan melakukan perjalan pulang ke Jogja, dan menjalani rutinitas seperti biasanya.

Semua orang termasuk Tante Sandra dan Bulan ikut ke halaman depan, mengantar Cahaya dan Mangata pada taxi yang sudah menunggu di halaman.

Cahaya mendekat pada Tante Sandra yang tengah duduk di kursi roda itu, ia melihat Tante Sandra yang menatapnya sendu. Kemudian, ia pun berjongkok dan mengusap lembut tangan Tantenya itu. "Tante Sandra cepat sembuh, ya ... jangan lupa minum obatnya, makan yang banyak juga biar Pengobatannya lancar, biar nanti akhir Tahun kita bisa jalan-jalan bareng ya, Tan."

Tante Sandra hanya tersenyum manis, kemudian merentangkan tangannya meminta untuk dipeluk.

Setelah berpamitan kepada semuanya, Cahaya dan Mangata pun berangkat. Sebelumnya, Cahaya kembali memeluk Mama dan Ayahnya yang diikuti oleh Mangata. Terlihat sang Mama yang berkaca-kaca mengiringi keberangkatan sang putri. Sejujurnya, beliau sendiri belum puas bertemu Cahaya.

Selama Cahaya di Surabaya, Sandrina menanyakan perihal hubungan putrinya dengan sang kekasih itu, apakah baik-baik saja atau mungkin, keduanya sudah berpisah. Dan lagi-lagi, Cahaya berbohong perihal hatinya, ia berbohong kepada keluarganya bahwa semua baik-baik saja, yang kenyataannya ... sangat tidak baik-baik saja.

Setelah sampai di Stasiun Gubeng, Cahaya dan Mangata pun bergegas menuju ruang tunggu untuk menunggu kedatangan kereta.

Wait-wait-wait!! Ruang tunggu stasiun?

Ya, Cahaya dan Mangata kembali ke Jogja menggunakan kereta api, sebab Sagara yang memaksa dan melarang keduanya berkendara sendiri. Menurut Sagara, itu terlalu bahaya untuk seorang perempuan, apalagi dengan jarak yang lumayan jauh. Alhasil, Sagara yang membawa mobil Mangata sampai Jogja. Ia berangkat terlebih dahulu sehari sebelum Cahaya dan Mangata berangkat. Dan setelah itu, dia akan ke Jakarta untuk mengunjungi rumah lamanya di sana, mengurus beberapa berkas yang rencananya ... untuk kepulangannya ke Tanah air.

•••

Setelahnya memasuki kereta dan menemukan tempat duduknya, Cahaya di buat terkejut saat melihat seorang laki-laki tampan dengan pakaian serba hitam yang tengah sibuk bermain ponsel. Di pandangnya laki-laki tersebut sebelum ia meletakkan kopernya. Ia mengingat-ingat siapakah gerangan? Postur tubuhnya pun nampak tak asing di mata Cahaya, ia merasa sangat dekat dengan laki-laki tersebut. Sampai saat laki-laki tersebut sedikit mengangkat wajahnya, membuat Cahaya membola terkejut bukan main. Kak Aster, batinnya.

Cahaya SandyakalaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang