Bab 4. Taman Kampus

264 12 0
                                    

Bab 4. Taman Kampus

- Happy Reading -

•••

Kita memang sudah tidak bersama lagi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kita memang sudah tidak bersama lagi. Kendati demikian, bolehkah aku untuk tetap memiliki hatimu? Kemudian mengenang semua tawa, menjahit kembali semua harap, menyatukan semua rasa, meski … berpendar dalam alunan kenangan.


- Aster Bhagawanta -

•••

Malam berganti dengan pagi yang menyinarkan cahaya mentari, tidak terlalu tinggi namun cukup menghangatkan setelah hujan yang mengguyur semalaman.

Di dalam  sebuah ruang tamu, Agra duduk pada sofa hitam di sudut ruangan. Merotasikan matanya untuk menyoroti setiap sudut ruang tamu Cahaya. Ia menatap pilu pada kekasihnya tersebut. Sebab menurutnya, apartemen Cahaya begitu kecil untuk kalangan atas seperti dirinya. Namun, jika dilihat dari kacamata kalangan menengah atas maupun menengah kebawah, apartemen Cahaya begitu nyaman untuk ditinggali 2 orang. 

Setelah berganti pakaian, Cahaya pun keluar dari kamar untuk menemui sang kekasih. Namun, tiba-tiba langkahnya terhenti diambang pintu kala sebuah pertanyaan terlontar dari bibir Agra. "Ay, kenapa sih! kamu nggak mau tinggal serumah sama aku? Biar kita bisa barengan terus."

Dan lagi-lagi, Agra dengan nada manjanya bertanya perihal itu. 

Agra memang manja kepada Cahaya, berbeda dengan Cahaya yang sangat jarang sekali terlihat manja saat bersama Agra. Cahaya terlihat lebih dewasa ketimbang kekasihnya itu.

"Ngawur kamu! kalau kamu pengen kita tinggal bareng ya … kamu nikahin aku, lah!" sungut Cahaya dengan perasaan jengkelnya. Pasalnya, Agra terus merajuk agar ia bisa tinggal bersama. Dan dengan tegas Cahaya selalu menolaknya.

 ••• 

Hari pun kian berganti, dan waktu pun terus berputar menunjukkan lamanya perasaan. Terhitung sudah satu Tahun Cahaya menimba ilmu di Universitas terkenal di Kota Yogyakarta ini. Setiap kelas pagi, Cahaya selalu berangkat ke Kampus lebih pagi dari yang lainnya. Ia akan singgah sebentar di kantin untuk sarapan. Terkadang, Agra juga menjemput Cahaya untuk berangkat bersama. Namun, tak jarang pula Cahaya menolaknya. Entah kenapa, Cahaya lebih suka berjalan kaki sembari menghirup aroma pagi yang menyegarkan. Katanya; aroma pagi itu lebih menyegarkan dari sekedar embun. 

Dan tempat yang di tujunya setelah sampai kampus adalah kelas. Entah kenapa, Cahaya selalu menengok kelas terlebih dahulu sebelum nantinya ke kantin.

Sebuah Kantin yang letaknya berdekatan dengan parkiran belakang Kampus. Dan tempat favorit Cahaya adalah, meja di sudut ruangan. Ia bersandar pada tembok dan menghadap pintu masuk. Kemudian mengeluarkan kotak bekal berwarna merah dari dalam tasnya, lalu membukanya perlahan dan tersenyum simpul saat melihat beberapa potong salad sayur buatannya, yang ia tata rapi hingga ia tumpuk dua. Puas memandangi salad tersebut, Cahaya pun memakan makanannya dengan lahap. Hingga kegiatan tersebut terhenti kala ia melihat seorang gadis yang berjalan memasuki kantin. Seorang gadis cantik dengan surai hitam kecoklatannya– yang memasuki Kantin dengan semburat senyum yang merekah. Gadis tersebut menghampiri Cahaya seraya melambaikan tangannya dan berteriak meneriaki nama Cahaya. "Aya …." 

Cahaya SandyakalaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang