17. Our Second Moment

72 2 0
                                    

"Please.. always with me, i really want our third moment soon."

-Dimitri Allanson-

Hujan nampak reda sesampainya mobil yang aku tumpangi berhenti tepat di depan rumahku, aku mencoba mengatur nafas untuk bicara agar tidak terjadi lagi hal-hal salah tingkah yang aku lakukan yang nantinya bikin Pak Al ketawa lagi. Sepanjang perjalanan kami mengobrol dengan santai meskipun masih antara murid dan guru, aku pun tak lupa menghormati Pak Al karena memang dia juga lebih tua dari aku, namun baik aku dan Pak Al yang sedari tadi saling balas menggoda mulai dengan candaan recehku dan candaan Pak Al ala bapak-bapak kompleks diluar nalar yang jarang membuat remaja di bumi ini tertawa, aku selalu menghargainya.

"Hmm gini pak.. " Kataku pelan sambil membuka pintu mobil.

"Apa?" Tanya Pak Al dengan posisi menatap dan menghadapku.

"Mau ikut pulang ke rumah saya? " Godanya.

"Ehh enggak gitu pak!" Seketika aku menatap Pak Al dengan tatapan tajam saking kagetnya.

"Loh emangnya kenapa? Saya kan gak ngapa-ngapain kamu, paling ya cuma mainnn.. ." Tak hentinya Pak Al menggoda bahkan mendekatkan wajahnya ke arahku.

"Ehh please pak saya takut sama Pak Al kalau kayak gini!" Karena tak kuat lagi lihat Pak Al mesum ditambah senyumnya yang bikin jantung gak aman.

"Main game maksud saya, jangan berpikir aneh-aneh." Tambahnya.

Sekarang Pak Al tertawa puas melihat tingkahku yang takut beneran kalau Pak Al jadi om-om mesum meniru bapak-bapak penggoda di pinggir jalan.

"Maaf ya saya hanya bercanda kok, habisnya saya suka lihat muka kamu kayak gitu." Kata Pak Al terkekeh melihatku.

"Pak jangan gitu dong, ya udah makasih pak udah ngantar saya, Pak Al hati-hati juga pulangnya." Ucapku keluar dan menutup pintu mobil.

"Iyaa Vio my pleasure..." Kata Pak Al dengan menurunkan jendela mobilnya.

"Satu lagi pak,"

Pak Al menunggu kata-kata ku dengan menaikkan alisnya.

"I love you too pak." Aku berbalik masuk ke rumah tanpa menunggu respon Pak Al, takut kalau kalau aku salah tingkah dihadapannya.

Setelah aku membuka pintu rumah, sudah ada Zen di ruang tamu lalu berjalan mendekati jendela dan mengintip mobil Pak Al di luar yang nampak putar balik. Tak lama dia mendekatiku sambil mengambil handuk yang melingkar di lehernya.

"Dianter siapa?" Ucapnya singkat seraya menggosok gosok rambutnya yang basah dengan handuk.

"Mmm dianter orang." Jawabku dengan senyum senyum menggelikan.

"Iya gue tau orang, ya masa babi yang nyetir!" Nada bicara Zen sudah mulai meninggi.

"Dih ngapain lu senyum-senyum gak jelas gitu?" Tambahnya.

"Gue dianter temen gue. Lagian lu kok gak jemput jemput gue kenapa?" Balasku ketus sambil meninggalkannya menuju kamarku.

"Tadi gue udah kesana tapi udah sepi, heyyy gue masih ngomong nih!" Tanpa memerdulikan alasan panjang lebar Zen, aku membuka pintu dan masuk ke kamar.

***

Tak terasa sudah sekitar 2 jam aku berada di rumah Pak Al mengotak atik soal matematika yang bikin pusing, bukan aku yang meminta belajar dengan Pak Al tapi Pak Al sendiri yang memaksa aku untuk ikut dengannya sepulang sekolah tadi. Baru kali ini aku berbohong pada Zen kalau sekarang aku belajar kelompok di rumah teman.

My Math Teacher - SMA LOVE STORYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang