4. Oh My Heart

146 12 5
                                    

[Warning! alur dipercepat]

****

Keesokan harinya waktu bel pulang sekolah berbunyi, hujan deras mengguyur SMA.
'Pasti Zen juga gak mau jemput kalo lagi hujan, apalagi sekarang udah jam 4 sore'.

"Persiapan!" suara Ranty ketua kelas X MIA 6 yang menggelegar mengganggu pendengaran dan lamunanku memikirkan masalahku saat ini.

"Berdoa mulai!"
.
.
"Berdoa selesai!"

Tanpa ada kata salam, Pak William guru fisika langsung meninggalkan kelas, diikuti oleh teman teman yang tidak sabar ingin cepat cepat pulang meskipun keadaan hujan.

Aku masih duduk di bangkuku memikirkan bagaimana caraku untuk pulang ke rumah.

"Kamu pulangnya gimana?" Tanya Fira yang masih memainkan ponselnya disebelahku.

"Enggak tau nih, kalo hujan kayak gini Zen pasti gak mau jemput. Tapi coba gue chat dulu." Jari jariku begitu lihai kalau urusan mengetik pesan lewat line.

Viona Christine : Dek, bisa jemput gak?

Tanpa menunggu waktu lama Zen langsung membalas chatku.

Zen Smith : Sebenernya bisa tapi gak mau.

Viona Christine : Yah -_- pliiss dong? Jemput yaa?

Zen Smith : Iya deh, sabar nunggunya ya? Soalnya agak lama.

Viona Christine : Oke, gakpapa gue tunggu.

Akhirnya Zen mau menjemput setelah dibujuk.

"Vio, ayo kita ke depan, nunggu aku dijemput juga." Ajak Fira yang sudah lama menungguku.

Kami berhenti di depan ruang wakasek yang sudah tersedia sebuah kursi panjang di dekat pintu masuk ruangan. Dari depan ruang wakasek aku bisa melihat lapangan basket dan kelas kelas yang ada di seberang lapangan.

Meskipun sudah jam 16.15, masih ada saja siswa yang berlalu lalang untuk mengurus kesibukan mereka sendiri.

Mulai dari siswa siswa yang rajin, rajin bergosip di depan kelas mereka, sampai dari mereka yang memanfaatkan fasilitas gratis seperti Wifi untuk kepentingan tugas maupun hanya sekedar bermain game.

Tak lama kemudian notif ponsel Fira berbunyi.

"Eh aku balik dulu ya, udah dijemput." Kata Fira sambil berdiri.

"Gak mau nungguin gue nih." Godaku yang membuat Fira merasa bersalah.

"Gakpapa kok Fir, duluan aja, hati hati ya." Lanjutku.

"Oke, hati hati juga ya Vio." Sahut Fira sambil melangkah pergi.

Jam 16.30

Hampir 15 menit aku menunggu Zen di depan ruangan ini. Sedikit demi sedikit penghuni SMA berkurang, sudah pulang meninggalkan sekolah.

Ceklek..

Suara pintu wakasek terbuka, aku langsung mendengar suaranya karena pintu itu tidak jauh dari tempatku duduk. Aku bingung karena masih ada orang di dalamnya.

Seseorang keluar dari ruangan itu sambil menutup pintu kembali.

"Belum pulang Vio?" Aku langsung terkejut ketika yang keluar ruangan itu Pak Al. Dia memakai jaket hitam dan memakai tas ransel dipunggungnya yang berwarna hitam juga.

"Belum pak, masih nunggu dijemput adik." Jawabku yang tanpa sadar masih menatap Pak Al yang telihat keren mengenakan jaket hitamnya.

"Loh kamu punya adik?" dia melangkah mendekatiku dan langsung duduk disampingku.

"Iya pak saya punya satu." Jawabku yang sedikit gugup karena Pak Al berada sangat dekat, tepat disampingku.

"Jawabnya kok punya satu, kayak barang aja." Pak Al mengejek sambil terkekeh pelan.
Aku tidak menghiraukan ejekkannya.

"Kelas berapa adik kamu?" pertanyaan terus dilontarkan Pak Al.

"Masih kelas tiga smp pak."

"Loh tapi kok suruh jemput? Ya kebalik, seharusnya kamu yang jemput adik kamu." Sahut Pak Al yang masih heran.

"Begini lo pak, meskipun Zen masih smp, tapi dia lebih tinggi dan besar dari saya dan kalau terjadi apa apa dengan saya dia yang bertanggung jawab. Karena dia laki laki, dia yang melindungi saya." Jawabku panjang lebar dan sedikit canggung mendengar kata kataku sendiri.

"Oo, jadi namanya Zen." Kata Pak Al sambil tersenyum.

"Pak Al juga kok belum pulang?" tanyaku penasaran sambil melihat rintikan hujan yang hampir mereda.

"Emangnya cuma kamu yang banyak tugas, saya juga banyak. Jadi ini tadi lembur buat nyicil biar gak kebanyakan." Jawab Pak Al sambil menyandarkan tubuhnya ke dinding. Hatiku langsung berdetak tak wajar ketika dia sesekali melirikku.

"Oh gitu.. masa sih pak? Hehehe" aku berbalik menggodanya. Otakku mulai tak berpikir dengan semestinya, 'kenapa aku memperpanjang obrolan' gerutuku dalam hati.

"Saya sudah baik lo ke kamu, udah mau nemenin kamu biar gak sendirian di sini." Kata Pak Al yang membuat aku gugup dua kali lipat.

Notifikasi ponselku berbunyi, ada satu pesan baru.

Zen Smith: Gue udah di depan.

Viona Christine : Tunggu bentar.

Tapi entah kenapa aku belum ingin pulang, padahal Zen yang aku tunggu tunggu dari tadi sudah ada di depan sekolah.

"Dari siapa? Udah dijemput?" Tanya Pak Al yang mulai kepo.

"Iya pak, permisi ya saya pulang dulu." Pamitku tanpa bersalaman ke Pak Al dan langsung berdiri.

Aku sangat terkejut ketika Pak Al langsung mengambil ponsel dari tanganku lalu jari jarinya mengetik sesuatu disana. Aku hanya bisa diam melihat tingkahnya.

"Nih, jangan disimpan nomor whatsappnya, nanti kamu bakal jadi asisten saya kalau saya lagi enggak di sekolah." Lanjutnya dengan mengembalikan ponselku yang membuatku gugup tiga kali lipat.

"Hati hati pulangnya!" Pak Al langsung pergi, berbelok ke kiri munuju tempat parkir, meninggalkanku yang masih bingung atas kejadian ini.

Kritik dan saran sangat dibutuhkan😊

Thank's for read

My Math Teacher - SMA LOVE STORYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang